Thursday, May 22, 2014

Pelayanan BPJS Kesehatan Hingga ke Kawasan Industri

Untuk mendekatkan pelayanan kepada peserta terutama pekerja dan pengusaha.
Dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, BPJS Kesehatan membangun kantor pelayanan atau liaison office (LO) di kawasan industri. Menurut Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan, Sri Endang Tidarwati, hingga kini BPJS Kesehatan sudah memiliki 19 LO. Salah satunya di kawasan industri Delta Mas Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Endang menjelaskan LO didirikan secara dinamis, mengikuti kebutuhan masyarakat, ditambah antusiasme dunia usaha terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). “LO bertujuan untuk mendekatkan pelayanan,” katanya dalam peresmian LO di kawasan industri Delta Mas, Kabupaten Bekasi, Rabu (30/4).

Keberadaan LO di kawasan industri membantu pekerja dan keluarga mereka menjadi peserta BPJS Kesehatan, sekaligus mendekatkan pelayanan. Endang berharap LO mampu mendorong kepesertaan BPJS Kesehatan dari kalangan dunia usaha atau sektor formal. Dalam rangka mempermudah pelayanan itu pula BPJS menerapkan mekanisme coordination of benefit (COB).

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan pekerja untuk mendaftar sendiri jika perusahaan tempat bekerja belum mendaftarkannya sebagai peserta BPJS Kesehatan. Sehubungan dengan itu, Endang mengatakan LO siap melayani pendaftaran, termasuk kategori penerima upah selain pekerja sektor formal seperti pekerja informal dan PNS.

Direktur SDM dan Umum BPJS Kesehatan, Taufik Hidayat, mengatakan UU SJSN dan UU BPJS mengamanatkan BPJS Kesehatan melaksanakan program JKN untuk seluruh rakyat Indonesia. Selaras dengan itu paling lambat 1 Januari 2015 seluruh pemberi kerja di BUMN, usaha besar, menengah dan kecil sudah mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sedangkan untuk usaha mikro paling lambat 1 Januari 2016.

Walau di setiap wilayah BPJS Kesehatan sudah memiliki kantor cabang tapi perlu diperluas dengan layanan operasional kabupaten/kota (KLOK) dan LO. Ini upaya BPJS memudahkan peserta dan mendekatkan pelayanan. “LO itu unit kerja di bawah kantor cabang dan KLOK serta beroperasi di kawasan industri,” urainya membacakan kata sambutan Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris.

Ditambahkan Taufik, LO juga berkoordinasi dengan perbankan di kawasan industri. Sehingga dapat memastikan bank yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan itu mau menerima pembayaran iuran dan pendaftaran peserta. Kepala Cabang BPJS Kesehatan Bekasi, Agus S Soearli, mengatakan sudah banyak Rumah Sakit (RS) di kabupaten/kota Bekasi yang mengajukan proposal kepada BPJS Kesehatan untuk bermitra. Namun, BPJS Kesehatan tidak sembarangan memilih RS dan harus selektif. Pasalnya, BPJS Kesehatan mencari RS yang mampu memberikan pelayanan terbaik kepada peserta.

Untuk bermitra dengan BPJS Kesehatan, Agus menyebut ada kriteria yang harus dipenuhi. Diantaranya izin, sarana dan jumlah dokter yang dimiliki terutama spesialis. Sebab kalau RS tidak punya dokter spesialis yang cukup maka akan mempersulit dan merugikan peserta BPJS kesehatan. “Kami akan terus menambah RS (swasta) yang bermitra dengan BPJS Kesehatan,” tuturnya.

Agus mencatat sampai saat ini ada 17 RS, 76 klinik dan 70 Puskesmas di Bekasi yang melayani peserta BPJS Kesehatan. Serta fasilitas kesehatan penunjang yaitu 4 apotek, 2 laboratorium dan 3 optik.

Dari 2.867 perusahaan di Bekasi, sampai sekarang ada 1.474 perusahaan yang sudah mendaftarkan 130 ribu pekerja dan keluarganya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Agus menargetkan tahun ini BPJS Kesehatan Cabang Bekasi mampu merangkul seluruh perusahaan di Bekasi untuk mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Untuk pekerja yang belum didaftarkan perusahaannya Agus mengatakan pekerja yang bersangkutan bisa mendaftar sendiri. Namun, Agus menandaskan, jika pekerja itu mendaftar sendiri maka masuk kategori peserta mandiri. Ketika perusahaan tempatnya bekerja mendaftarkan pekerjanya untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan, otomatis pekerja yang mendaftar sendiri itu beralih menjadi peserta kategori penerima upah atau pekerja sektor formal.

“Kami akan memberi peringatan kepada perusahaan yang bersangkutan. Kalo kemudian perusahaan itu daftar ke BPJS Kesehatan maka pekerja itu dialihkan kepesertaannya dari mandiri ke penerima upah,” papar Agus.

Selaras hal tersebut Agus mengingatkan pemberi kerja agar mendaftarkan pekerjanya ke BPJS kesehatan. Jika hal itu tidak dilakukan sampai batas waktu yang ditentukan maka akan ada sanksi. Walau secara teknis pelaksanaan sanksi itu masih disempurnakan untuk diterapkan tapi Agus mengingatkan sanksi yang dapat dijatuhkan diantaranya denda sampai Rp1 milyar.

Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, H.A Muharman, mengatakan pemerintah kabupaten (Pemkab) Bekasi mendukung program JKN. Bahkan, Bupati memerintahkan Kelurahan, Kecamatan dan Puskesmas untuk membantu warga mendaftar menjadi peserta BPJS kesehatan. Alhasil, Puskesmas kewalahan karena tidak ada SDM yang khusus melayani pendaftaran peserta BPJS Kesehatan.

Soal fasilitas kesehatan yang  melayani peserta BPJS Kesehatan, Muharman mengatakan hal itu merupakan kewenangan BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara. Sebab, antara RS dan BPJS Kesehatan harus membuat MoU untuk menjalin kerjasama. “Kami minta BPJS Kesehatan terus memperbanyak MoU dengan berbagai RS,” harapnya.

Muharman menekankan BPJS Kesehatan harus memperluas kerjasama dengan fasilitas kesehatan. Sehingga semua peserta dapat dilayani dengan baik dan tidak ditolak. Ia menduga penolakan peserta BPJS Kesehatan di beberapa fasilitas kesehatan seperti RS salah satunya disebabkan karena tempat tidur yang tersedia di RS terbatas. Sehingga peserta tidak tertampung atau mengantri.

Guna mengatasi hal tersebut Muharman mengatakan Pemkab Bekasi akan membantu dengan cara meminta setiap RS yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan kuota seperti tempat tidur dan ruang rawat gawat darurat. Kemudian Pemkab akan menghimpun data tersebut untuk dihubungkan secara online. Dengan begitu pelayanan yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Bekasi dapat dilakukan secara maksimal.

Menanggapi peresmian LO di kawasan industri Delta Mas Kabupaen Bekasi itu koordinator advokasi BPJS Watch sekaligus presidium KAJS, Timboel Siregar, mengatakan LO harus aktif melakukan pelayanan dan menindaklanjuti aduan peserta BPJS Kesehatan. Misalnya, petugas BPJS Kesehatan harus menyambangi setiap perusahaan di kawasan industri untuk mengecek apakah pekerjanya sudah didaftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan atau belum. Jika belum maka BPJS Kesehatan melakukan tindakan. Seperti menagih langsung iuran kepada pemberi kerja.

Timboel mengusulkan agar LO diperkuat dengan petugas pemeriksa. Hal itu sesuai dengan perintah pasal 14 ayat (1) dan (2) PP No. 86 Tahun 2013 tentang Sanksi Admininstratif. Sayangnya sampai sekarang direksi BPJS Kesehatan belum membentuk petugas pemeriksa dan regulasi tentang mekanisme kerja pengawasan dan pemeriksaan.

Timboel mendesak BPJS Kesehatan segera membuat berbagai perangkat yang dibutuhkan itu agar paling lambat 1 Januari 2015 sehingga seluruh pekerja formal bisa menjadi peserta BPJS Kesehatan. Jika sudah dibentuk, petugas pengawas perlu agar dijalin komunikasi dengan serikat pekerja di perusahaan. “BPJS Kesehatan harus lebih concern untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas pengawas dan pemeriksa,” usulnya.

Tak ketinggalan Timboel menguraikan dari 74 kawasan industri yang ada di Indonesia, baru 19 kawasan yang sudah dibangun LO oleh BPJS Kesehatan. Menurutnya, BPJS Kesehatan harus membangun LO di seluruh kawasan industri. Sehingga seluruh pekerja dan keluarganya yang ada di kawasan industri itu bisa menjadi peserta BPJS Kesehatan. (www.hukumonline.com)

No comments:

Post a Comment