Thursday, May 1, 2014

PNS Bikin Gajah Menangis


Alkisah, di negeri seberang sedang berlangsung lomba bagaimana caranya membuat seekor gajah bisa menangis. Tiga orang peserta (masing-masing dari Amerika, Jepang dan Indonesia) bersiap di hadapan seekor gajah dari Way Kambas, Lampung.
 Singkat cerita, tampil pertama seorang bule berbadan tegap asal Amerika, mengenakan jas hitam dan membawa seperangkat komputer dan mesin ultrasonik. Selama setengah jam, dengan berbagai cara, akhirnya dia gagal membuat sang gajah menangis. Kemudian tampil peserta kedua dari Jepang, seorang ahli beladiri. Dengan Karate dan Judo-nya dia memukuli sang gajah. Tapi, cara itu pun ternyata tidak ada efeknya. Bahkan dengan belalainya, sang gajah membuat peserta Jepang itu terpelanting ke pinggir arena.
 Lalu giliran ketiga, peserta dari Indonesia. Orangnya berperawakan pendek kurus seperti kurang gizi, kulit sawo matang dan mengenakan seragam KORPRI yang sudah tampak kusam. Ternyata dia seorang pegawai negeri sipil (PNS). Dia maju ke arena dengan raut wajah yang melas. Dia lantas menghampiri sang gajah dan membisikkan beberapa patah kata ke telinganya. Beberapa detik berselang, sang gajah tampak tersentak dan disusul sedu-sedan. Sang gajah menangis tersedu-sedu serta meneteskan air mata yang banyak.
 Semua penonton lomba terheran-heran. “Apa yang Anda katakan, sampai bisa membuat sang gajah menangis,” kata salah seorang anggota panitia lomba dan peserta lain yang penasaran. “Apakah Anda mengancam sang gajah, sehingga dia merasa takut dan akhirnya menangis?” Peserta asal Indonesia ini menjawab, “Tidak kok. Saya hanya mengatakan kepada sang gajah kalau saya itu dari Indonesia, seorang pegawai negeri sipil.“ Sedemikian menyayatkah kehidupan pegawai negeri kita? Sampai-sampai gajah saja dibuat menangis. Boleh jadi itu nasib PNS di masa silam. Kini, di era remunerasi, PNS tak lagi membuat gajah menangis. Sebaliknya, gajah tertawa melihat penghasilan orang semacam Gayus HP Tambunan yang mantan PNS golongan 3A Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
(Dinukil dari buku Setelah Pensiun karya Achmad Subianto dengan beberapa tambahan konteks kekinian)

No comments:

Post a Comment