Thursday, May 1, 2014

Otonomi Khusus di Papua dalam Rangka Mendukung Kamtibmas yang Kondusif


Makna otonomi khusus bagi Papua adalah kewenangan khusus bagi Pemda Provinsi Papua Barat untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang0undangan dalam kerangka NKRI. Makna lainnya adalah Pemda Provinsi Papua Barat memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerja penyelenggaraan Pemda dan mengelola kekayaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Papua. Pelaksanaan otsus sendiri di Papua selama ini belum efektif, ada kendala dalam aspek regulasi, kelembagaan, aparatur, pemberdayaan masyarakat, manajemen pemerintahan dan pemekaran daerah.
Perdasus tentang pembagian dana otsus antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota hingga saat ini belum selesai. Pelaksanaan pembagian dana otsus masih berpedoman pada peraturan gubernur Papua sehingga sebagian masyarakat menilai belum transparan dan belum menyentuh kebutuhan dasar masyarakat asli Papua. Tersendatnya penyelesaian Perdasus tentang pemilihan gubernur dan wakil gubernur turut menjadi tinjauan aspek regulasi. Sedangkan dari aspek kelembagaan adalah kurang harmonisnya hubungan antara Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPRPB), dan Majelis Rakyat Papua (MRP). Keberadaan MRP selama ini belum optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai representasi kultural yang memperjuangkan kepentingan masyarakat adat, perempuan, dan agama.
Dari aspek aparatur Pemda, meskipun telah dilakukan langkah-langkah pengembangan kapasitas aparatur Pemda, namun belum memadai dalam mendukung peningkatan kinerja Pemda. Perlu disusun secara komperhensif program pengembangan kapasitas aparatur pemda dalam bentuk “program diklat” yang disertai “program pemagangan” dalam rangka meningkatkan kemampuan aparatur pemda Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Upaya pengembangan kapasitas aparatur Pemda semakin penting dilakukan, karena adanya peningkatan jumlah aparatur sejalan dengan bertambahnya daerah otonom baru, yang sejak era reformasi telah bertambah menjadi 40 Kab/Kota, yang semula hanya 9 Kab/Kota. Hingga saat ini masyarakat asli Papua belum terjangkau secara memadai dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perekonomian, serta terbatasnya penyediaan prasarana dan sarana publik, sehingga masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian masyarakat asli Papua. Masyarakat asli Papua merasa terisolasi, terbelakang, dan tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia pada umumnya, baik yang berdomisili di Papua maupun di wilayah lainnya.
Menurut aspek manajemen pemerintahan daerah, belum terwujudnya sinergi program antara program pemda provinsi dengan program pemda kabupaten/kotakarena belum efektifnya koordinasi perencanaan. Belum dilaksanakan secara efektif juga program-program pembangunan yang diamanatkan di dalam UU No. 21 Tahun 2001 khususnya pada bidang pendidikan, kesehatan, sosial, lingkungan hidup, serta kependudukan dan ketenagakerjaan yang belum banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat asli Papua. Dari aspek pemekaran daerah, kebijakan moratorium pemekaran daerah mulai berlaku sejak tanggal 3 Agustus 2009. Namun, usulan pemekaran daerah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sampai saat ini masih terus bertambah. Berdasarkan data yang ada saat ini, terdapat 54 usulan pembentukan DOB yang terdiri dari 7 usulan pembentukan provinsi, 43 usulan pembentukan kabupaten, dan 4 usulan pembentukan kota. Hingga saat ini, usulan tersebut belum ditindaklanjuti.

No comments:

Post a Comment