Dilema jaminan kesehatan di Sumsel pascaberlakunya Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) semakin menjadi. Pasalnya, Komisi IX DPR
RI menekan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel untuk segera melebur
dengan sistem yang dikelola oleh BPJS Kesehatan tersebut.
Wakil Ketua Pansus BPJS Kesehatan DPR RI, dr Surya Chandra Surapaty MPH
PHd mengatakan, pascaberlakunya UU tersebut, tak boleh lagi ada APBD
yang membayarkan jaminan kesehatan. Semuanya wajib melebur dalam
kepesertaan BPJS Kesehatan.
“Jadi, yang dialihkan itu, bukannya premi Rp5 ribu, tetapi masyarakat
pengguna jaminannya. Untuk pembayarannya, itu dilakukan oleh APBN untuk
penerima bantuan iuran (PBI). Jadi, 2016 tak boleh lagi ada Jamkesda,”
kata Surya dalam kunjungannya ke Pemprov Sumsel, Senin (2/6).
Menurutnya, jika semua sudah menjadi peserta dan jalannya SJSN sudah
lancar, maka jaminan kesehatan akan berjalan dengan lancar. Tak ada lagi
sistem kelas-kelasan untuk RS dan masalah kesehatan lainnya dapat
teratasi. Adanya BPJS juga membuat penduduk bisa berobat dimana saja,
tak harus di provinsi ia berasal.
“Nah, dana APBD yang biasa digunakan untuk premi Jamkesda itu bisa
dialihkan ke pembangunan RS, fasilitas kesehatan, dan pemberian insentif
bagi tenaga kesehatan yang bekerja di pelosok sehingga masalah
kekurangan tenaga kesehatan di sana bisa teratasi pula,” tegas Surya.
Kepala BPJS Kesehatan Kanwil Sumbagsel, Drs H Handaryo MM mengatakan,
untuk jaminan kesehatan, jangan hanya dipikirkan satu wilayah saja,
tetapi juga NKRI. “Ini untuk kepentingan seluruh penduduk. Jadi, dimana
pun harus menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dalam regulasi pada 2016,
semua sudah harus melebur,” jelasnya.
Disinggung mengenai masyarakat miskin yang masih belum dibantu PBI, ia
menjelaskan, pemerintah telah berkomitmen menyusun data kependudukan.
Rencananya, semua akan di-update setiap enam bulan sekali sehingga yang
tak terjamin dapat dijamin kesehatannya. “Setiap daerah akan
registrasikan yang tak mampu,” cetusnya.
Saat ini, peserta BPJS Kesehatan di wilayah Sumsel mencapai 3,1 juta
jiwa. Rinciannya yakni 2,5 juta jiwa PBI, 74 ribu peserta mandiri, dan
sisanya merupakan PNS dan TNI/Polri. “Animo bergabung JKN di Sumsel
memang tergolong cukup besar,” ungkap Handaryo.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Sumsel, dr Hj Fenty Aprina MKes mengatakan,
adanya Jamkesda sendiri menopang program pemerintah pusat tersebut.
Jadi, sejauh ini yang tidak ter-cover oleh BPJS Kesehatan maka di-cover
Jamkesda yang dijalankan pihaknya.
“Kita tak punya utang di tahun berjalan ini. Coba bandingkan dengan
Jamkesmas yang menyisakan utang,” cetusnya. Pihaknya sendiri tidak
menolak diberlakukannya SJSN lewat BPJS Kesehatan. Namun, upaya yang
dilakukan Pemprov Sumsel adalah untuk mencapai universal coverage.
Selain itu, lanjut Fenty, Pemprov Sumsel sudah melakukan berbagai
pengembangan fasilitas kesehatan, dimana tiap kecamatan strategis akan
dibangun RS Pratama, pembangunan RS Provinsi, dan lainnya. “Program
Jamsoskes lebih efektif karena masih ada sisa Silpa dan semua warga
ter-cover,” terang Fenty.
Fenty menjelaskan, sejak berlakunya SJSN, masyarakat telantar dan Mr X
tak lagi dijamin BPJS. Nah, adanya Jamsoskes sendiri membantu pembiayaan
mereka. “Sejak berjalan lima bulan ini, antrean BPJS juga panjang dan
integrasi dengan Jaminan Kesehatan Nasional itu memberatkan kami ,”
katanya.
Sekda Provinsi Sumsel, H Mukti Sulaiman mengatakan, BPJS Kesehatan
sendiri baru berjalan. Pihak daerah tentunya akan menyesuaikan dengan
yang ada. “Kita sebelumnya ada Jamsoskes Sumsel Semesta dan berobat
gratis tetap kita lakukan sekarang karena takutnya masih belum ada yang
di-cover pusat,” jelas Mukti.
Jika nanti memang sudah di-cover pusat semua, barulah APBD akan
diarahkan untuk pembangunan sarana prasarana dan mobilisasi pembangunan
kesehatan. “Sampai saat ini, ada yang belum dibiayai PBI tetap
dilakukan, tetapi koordinasi akan tetap diintensifkan. Jadi, tak ada
masalah,” pungkas Mukti. (sumeks.co.id)
No comments:
Post a Comment