(Foto: inilahcom)
Siapapun presiden dan wakil presiden (wapres) yang terpilih memimpin RI, negeri berpenduduk 240 juta jiwa dalam lima tahun mendatang, harus menjadikan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berjalan. Mengapa? Ini penjelasnnya.
"Siapa pun Presidennya, entah untuk lima tahun mendatang atau periode-periode berikutnya, JKN tetap harus berlanjut. Itu merupakan amanat UU SJSN dan UU BPJS. Jadi siapa pun itu tidak boleh melanggar UU itu," ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin Prof. DR. dr. Abdul Razak Thaha, MSc di Jakarta, baru-baru ini.
Abdul Razak Thaha pun menegaskan bahwa hanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pembuat undang-undang, yang bisa mengubah UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tersebut. Jadi, presiden dan wakil presiden tidak bisa melanggar untuk mengubah undang-undang tersebut.
Apalagi peta jalan (road map) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2012-2019 sudah hadir menjadi acuan mencapai jaminan kesehatan sesuai UU SJSN dan UU BPJS. Menurut Abdul Razak, peta jalan tersebut telah menetapkan sejumlah aspek pendukung realisasi program, seperti aspek perundangan, kepesertaan, manfaat dan iuran.
"Road Map ini harus juga dijalankan oleh presiden. Berbagai pihak harus ikut memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan JKN," jelas Abdul.
Ia lantas menjelaskan, inti program JKN tersebut lebih mengedepankan tindakan pencegahan atau promotif dan preventif, daripada pengobatan atau kuratif. "Bukan memperbanyak fasilitas kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Rumah Sakit. Tindakan tersebut untuk mencegah orang sakit menuju Indonesia Sehat," papar dia.
Sementara itu, sebelumnya Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, Guru Besar FKUI dan Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKMUI menyatakan, soal kesehatan yang paling utama adalah menambah belanja kesehatan. Menurut dia, belanja kesehatan Indonesia, dari 40 tahun lalu cuma kurang dari 3 persen produk domestik bruto sehingga Indonesia tertinggal dibanding negara lainnya.
"Di sisi lain, kualitas pelayanan kesehatan juga harus ditingkatkan. Tapi untuk meningkatkan kualitas pelayanan memerlukan biaya yang lebih besar," terang Hasbullah.
Sedangkan Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Zaenal Abidin, MPh mengimbau agar sektor kesehatan menjadi perhatian serius. "Harus benar-benar menjadikan pembangunan kesehatan sebagai penopang utama kedaulatan nasional. Kesehatan adalah masa depan bangsa dan negara," tutur Zaenal
"Salah satu hal yang harus menjadi catatan penting para kandidat presiden dan wakil presiden RI periode 2014-2019 mendatang, adalah pemerataan pelayanan kesehatan. Termasuk persebaran fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Itu penting, untuk mencegah terjadinya disintegrasi," kata dia.
Ia lantas mengharapkan pasangan presiden dan wakilnya memprioritaskan anggaran kesehatan sebesar 5 persen APBN dan 10 persen APBD. Anggaran tersebut demi pemerataan pelayanan.
"Bagaimana pun pelayanan kesehatan harus dibangun dalam suatu sistem kesehatan nasional yang juga merupakan bagian dari sistem ketahanan nasional," papar dia.
"Anggaran kesehatan yang memenuhi UU juga akan digunakan untuk membangun infrastruktur kesehatan dan membiayai tenaga kesehatan, dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Dengan begitu, akan menjadikan Indonesia berdaulat di bidang kesehatan," imbuh dia. [http://gayahidup.inilah.com]
No comments:
Post a Comment