Sebanyak 3.287 perusahaan di DIJ telah mendaftarkan diri menjadi
per-serta Badan Perlindungan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
(Naker). Dari jum-lah itu, sebanyak 40 persennya, atau 1.505 perusahaan,
dilaporkan menunggak iuran wajib bulanan.Kepala Kantor Cabang BPJS
Ketenagaker-jaan DIJ Moch Triyono mengatakan, tung-gakan tersebut sangat
berisiko bagi pe-serta
Sebab, bila pekerja menga-lami
kecelakaan kerja, dia tidak mendapat jaminan, baik pengobatan, maupun
tun-jangan setelah kejadian ke-celakaan.”Dengan kondisi ini, bila ada
kecelakaan kerja, BPJS tidak akan menangani. Tentunya yang rugi, adalah
karyawan dan perusahaan itu sendiri,” kata Triyono ditemui di kan-tornya
(29/1).
Menurut Triyono, kesadaran pemberi kerja
(perusahaan) dalam memproteksi para pe-kerja terhadap risiko kerja,
sangat minim. Masih banyak perusahaan yang sekadar melaks-anakan
kewajiban mendaftarkan perusahaannya sebagai peserta BPJS Naker, namun
enggan melaksanakan kewajiban mem-bayar iuran. “Lamanya tunggakan
berva-riasi, mulai dari tiga bulan hing-ga satu tahun,” tuturnya.
Triyono menegaskan, mulai tahun ini
pihaknya telah me-nerapkan pola penindakan hukum bagi perusahaan yang
belum menjadi peserta BPJS Naker, dan menunda pembay-aran. Mereka yang
memiliki piutang kepada negara (tidak membayar), akan dilaporkan kepada
kejaksaan tinggi.”Kami hanya mengurus admi-nistrasinya. Soal hukum dan
sanksi, ada di ranah jaksa peng-acara negara, dan dinas tenaga kerja,”
terangnya.
Sayangnya BPJS belum bisa mengungkapkan
besarnya tung-gakan tersebut, dengan alasan hingga saat ini,
rekapitulasi tung-gakan ribuan perusahaan ter-sebut masih dalam
perhitungan.”Selama periode Maret hingga Desember tahun lalu, kami
selalu melakukan tindakan per-suasif, edukatif kepada perusa-haan. Kini
saatnya melakukan shock theraphy pada pemberi kerja,” tegasnya.
Triyono menuturkan, BPJS Naker,
keberadaannya berbeda dengan PT Jamsostek dulu. Se-bab, posisi lembaga
tersebut, saat ini bagian dari lembaga negara. Sementara, PT Jamsostek
dulu berbentuk korporat yang bertanggung jawab kepada Men-teri
BUMN.“BPJS saat ini berada di bawah pemerintah langsung. Kalau ada
piutang, utangnya kepada negara. Aturan dan sanksi yang bisa diberikan
bagi perusa-haan yang menunggak, mulai sanksi administratif, pidana
hingga denda Rp 1 miliar,” pa-parnya.
Di tempat yang sama, Ke-pala Bidang
Pemasaran Formal Penerima Upah BPJS Naker DIJ Aris Daryanto menambahkan,
perusahaan yang menunda pembayaran iuran tersebut berasal dari
perusahaan besar, sedang dan kecil. Penunggakan iuran tersebut tidak
hanya merugikan pekerja, juga peru-sahaan.”Pada hal jaminan yang kami
berikan cukup membantu. Se-perti pemberian tunjangan pas-cakecelakaan
sampai dengan bantuan 48 kali gaji bila yang bersangkutan meninggal
dunia. Sebagai gantinya, hak-hak pe-kerja yang mengalami kecelaka-an
kerja, ditanggung oleh peru-sahaan. Namun kami sangsi perusahaan mampu
membayar kewajibannya tersebut,” terang-nya. (http://www.radarjogja.co.id)
No comments:
Post a Comment