Thursday, August 13, 2015

Sepotong Keluhan BPJS sebagai Penyelenggara JKN

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan ditunjuk menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional. BPJS mengalami sejumlah kendala signifikan, mulai anggaran defisit hingga inkonsistensi peserta Jaminan Kesehatan Nasional dalam pembayaran iuran premi.

"Sekarang (anggarannya) sudah mulai defisit. Namun, kami tetap memberikan pelayanan selama sesuai prosedur. Bukan artinya defisit, terus pelayanan disetop. Itu konteks yang berbeda," kata Asisten Manajer Departemen Hubungan dan Lembaga BPJS Kesehatan Suciati Mega Wardhani kepada wartawan di Deresto Cafe, Plaza Festival, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (9/8/2015).

Menurut Suciati, penyebab defisit anggaran yang dikantongi BPJS Kesehatan, lantaran biaya iuran premi yang dibebankan kepada peserta, masih tergolong kecil. Di samping itu, banyak calon peserta BPJS Kesehatan yang menyepelekan pendaftaran kepesertaan. Suciati menyebut, pihaknya banyak menemukan calon peserta yang mendaftar di saat-saat terakhir atau mepet dengan masa tindakan medis.

Tidak heran, pihaknya menyediakan waktu selama 14 hari kerja untuk aktifasi kepesertaan. Rentang waktu yang cukup panjang itu, bukan tidak ada maksud. kata Suciati, hal itu sebagai bentuk edukasi bagi masyarakat agar segera menjadi peserta di kala masih segar-bugar.


Pasian dan calon pasien mendafatarkan diri untuk memakai BPJS Kesehatan -- MI/Angga Yuniar

"Banyak kasus. Dia mau operasi caesar besok, dan baru sekarang dia mau bikin (kartu BPJS). Ini edukasi. Artinya begini, hamil kan sembilan bulan. Seharusnya dia tahu dong, kalau memang ingin menggunakan secara baik dan benar, pasti dia akan mendaftarkan sejak hari pertama ketahuan hamil. Ini enggak, setelah sembilan bulan, dia baru daftar," ungkap Suciati.

Keluhan BPJS Kesehatan tidak hanya sampai di situ. Dari sejumlah masyarakat Indonesia yang sudah mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Kesehatan, ternyata tidak semua yang konsisten. Padahal, peserta diwajibkan rutin membayar iuran premi sesuai dengan kelasnya masing-masing.

"Contoh kasus, saya lagi di apotik pakai baju BPJS. Saya mau bayar. 'Mbak dari BPJS ya?. Saya jawab, iya. Dia bilang, kemarin ayah saya, gini-gini (ditanggung BPJS). Masih bayar enggak mbak?. Dia jawab, enggak. Itu hanya case by case pada saat saya di jalan. Apalagi kalau ditelusuri lebih lanjut. Datanya banyak sekali," terang dia.

"Artinya dia hanya memanfaatkan sebesar-besarnya aja, terus belum tentu dia bulan besoknya bayar," ungkap dia.
sumber: Metrotvnews.com

No comments:

Post a Comment