Program
Kartu Jakarta Sehat (KJS) bisa menjadi pilot project dari pelaksanaan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sukses atau gagal KJS bisa
menjadi contoh implementasi BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014.
Pemerintah
pusat harus bisa memperbaiki kekurangan dari program unggulan Gubernur DKI
Jakarta Joko Widodo dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama. Agar tak terantuk
batu kedua kalinya, pemerintah pusat juga harus bergegas.
Mundurnya
16 rumah sakit swasta yang menjadi mitra
KJS bisa menjadi bukti program ini belum 100% sempurna. Pemerintah pusat
bisa mencontoh langkah Jokowi yang terbilang cepat tanggapan atas masalah ini.
"Jika
rumah sakit punya masalah dalam kerjasama ini, silakan datang dan diselesaikan
baik-baik. Jangan langsung mundur," tandas Jokowi kepada KONTAN, Rabu
(22/5/2013). Toh, tak ada masalah yang tak bisa diselesaikan.
Menurut
mantan walikota Solo ini, persoalan KJS tidak bisa diputuskan sendiri karena
melibatkan Kementerian Kesehatan (Kemkes). Maklum, kata Jokowi, sukses tidaknya
KJS bisa menjadi rujukan penyelenggaraan BPJS Kesehatan.
Jokowi
memastikan program KJS tetap akan jalan, meski ada aksi mundur sebagian rumah
sakit. Bahkan dalam waktu dekat. DKI akan membagikan 1,7 juta KJS tahap kedua.
"Kami maju terus, sistem KJS akan diperbaiki," ujarnya.
Sekadar
mengingatkan, dalam menjalankan program KJS, Pemprov DKI Jakarta
menggelontorkan dana Rp 1,2 triliun dari APBD 2013. Dana ini untuk
menanggung biaya premi kesehatan Rp
23.000 per bulan bagi 4,7 juta warga miskin di Jakarta.
Wakil
Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama mengatakan, dana sebesar itu memang belum memadai, masih
dibutuhkan dana sekitar Rp 2,5 triliun hingga Rp 3 triliun agar optimal. Lewat
penambahan anggaran, premi KJS dari semula cuma Rp 23.000 bisa dinaik menjadi
Rp 50.000 per orang per bulan.
Dari
sinilah, pemerintah pusat harus berkaca. Pasalnya, premi yang diusulkan
pemerintah pusat lebih kecil dari Rp 15.000 per orang per bulan. Dengan begitu,
total dana yang disiapkan untuk 86,4 juta peserta BPJS sebesar Rp 16,7
triliun.Sedangkan, untuk dana cadangan BPJS Kesehatan disiapkan bujet sebesar
Rp 2,7 triliun.
Rendahnya
iuran jaminan kesehatan ini kelak bisa membuat rumah sakit swasta memprotes,
laiknya protes KJS. Rumah sakit merugi
lantaran biaya layanan mereka membengkak. Berlakunya Indonesia-Case Base Groups (INA-CBG's) juga
membuat klaim dari rumah sakit yang dibayarkan PT Askes hanya rata-rata 30%
sampai 50% dari yang diajukan rumah sakit.
Ihwalnya,
rumah sakit masih menggunakan penghitungan tarif berdasarkan per layanan kesehatan alias fee for service.
Sedangkan, INA-CBG's menerapkan sistem paket atau borongan.
Kepala
Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta Dien Emmawati menjelaskan INA-CBG's yang
akan digunakan BPJS dan kini diuji coba di KJS ditentukan oleh rumah sakit.
"INA-CBG's dibuat oleh rumah sakit dan Kemkes tapi ditolak juga oleh rumah
sakit sehingga harus dibahas lagi," paparnya.
Hanya,
Dien berharap penyedia layanan kesehatan tidak mencari untung terlalu besar.
"Kami akan perbaiki sistemnya. Jika mereka tetap merasa tidak nyaman
dengan sistem ini, kami tak bisa memaksa," tandasnya.
Wakil
Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Igo Ilham mendesak Pemprov DKI segera
melakukan evaluasi komprehensif terkait kisruh KJS. Persoalan menyangkut
KJS ini memang cukup rumit. "Selain klaim dari rumah sakit, ada masalah
lain seperti tidak adanya upaya menyadarkan masyarakat agar mindset kesehatan
tidak kuratif melainkan preventif," terangnya. Bagaimana dengan BPJS ke depan?
No comments:
Post a Comment