Sunday, August 18, 2013

Bersyukur Dapat Rp 2,5 Juta per Tahun


·         Kisah Veteran Pasca Kemerdekaan: Peltu Mar (Purn) NRP 19203 Supono


Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 silam. Kemerdekaan yang ditandai dengan pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno dan Mohammad Hatta yang sekaligus didaulat sebagai presiden dan wakil presiden pertama Indonesia. Namun, proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Bapak Proklamator Indonesia itu, bukan berarti mengakhiri seluruh peperangan di tanah air.


Ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun, pihak Belanda yang sudah dikalahkan di medan perang, tetap menganggap wilayah Papua Barat – dulu disebut Irian Barat – masih menjadi salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Belanda. Pemerintah Belanda kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-lambatnya pada 1970-an.

Namun, pemerintah Indonesia menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Kemelut ini kemudian dibicarakan dalam beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum internasional. Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua bagian barat, namun setuju bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam jangka waktu 1 tahun.

Pada Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua bagian barat memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB. Karena Indonesia mengklaim Papua bagian barat sebagai daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak. Penolakan Indonesia disertai gencatan senjata untuk mempertahankan Papua Barat sebagai bagian dari wilayah Indonesia dikenal dengan Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) dengan membentuk Komando Mandala yang dipimpin Mayor Jendral Soeharto.

Gencatan senjata yang berlangsung sekitar 2 tahun itu, juga melibatkan prajurit yang bernama Supono yang kini tercatat sebagai salah satu veteran di Bumi Batiwakkal – sebutan Kabupaten Berau. Pria yang kala itu masih berusia 20 tahun sudah harus mempertaruhkan nyawa demi mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia di Papua Barat. “Setiap perang, pasti ada pengorbanan. Jadi setiap di medan perang, itu antara hidup dan mati saja.

Makanya setiap sebelum berangkat perang, yang menjadi doa kita cuma satu, berangkat selamat, pulang dengan kemenangan juga selamat,” kata Supono, sedikit berkisah tentang pengalamannya di medan perang. Itu adalah awal karier perjuangan Supono melawan penjajah. Pria yang saat ini berusia 70 tahun, kini hidup sangat sederhana di rumah semi permanen bersama anak dan istrinya di Jalan dr Murjani II, Tanjung Redeb.

Pria yang terakhir berpangkat Peltu Mar (Purn) NRP 19203 dengan jabatan Harwat Yon Ranratfibmar, TNI Angkatan Darat, ini juga tercatat sebagai Sekretaris Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Berau. Selesai melaksanakan tugas di Papua Barat, Supono langsung dikirim mengikuti operasi Detap III tahun 1964, tahun 1965 kembali ditugaskan dalam Operasi Penegak dan Operasi Dwikora di Riau, hingga Operasi Seroja di Timor-Timur tahun 1975 dan tahun 1976.

Untuk menghargai perjuangannya, Supono juga banyak menerima tanda jasa dari setiap peperangan yang diikutinya. Lalu, apa yang menjadi harapannya pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-68 RI kali ini? Generasi muda menjadi harapannya. Maksud dia, kebesaran sebuah bangsa pasca kemerdekaan saat ini, sangat bergantung pada kualitas generasi mudanya. “Kalau sekarang moral anak-anak muda kita rusak, siapa yang akan jadi pemimpin kita nanti,” ujarnya.

Untuk soal perhatian kesejahteraan dirinya dan teman-teman seperjuangannya, tunjangan sebesar Rp 2,5 juta per tahunnya, dinilai sudah lebih dari cukup, sebagai bentuk perhatian Pemkab Berau terhadap veteran-veteran sepertinya. “Alhamdullilah, sekarang sudah naik, sudah jadi Rp 2,5 juta setahun. Ya, kita terima kasihlah, karena dibanding tahun sebelumnya hanya Rp 500 ribu setahun, ini sudah ada peningkatan,” terang dia. Namun, satu hal yang sangat disayangkannya adalah, saat melihat teman seperjuangannya dikebumikan di salah satu tempat pemakaman umum (TPU) di Berau.


“Itu saja permintaan kita, supaya bisa dimakamkan di Makam Pahlawan. Soalnya, saya sedih sekali melihat Pak Wiyanto (Veteran lainnya, Red) hanya dimakamkan di makam biasa. Mana bentuk penghargaan kita untuk orang tua ini yang sudah berjuang melawan penjajah. Apa makam pahlawan itu bukan untuk veteran seperti kita?” katanya, tanpa bisa menahan air matanya, mengenang jasa-jasa sahabatnya yang kini telah berpulang dan dimakamkan di TPU warga biasa.(www.kaltimpost.co.id)

No comments:

Post a Comment