"Iuran adalah salah satu bukti
kepemilikan peserta atas BPJS."
Ketua Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Husni Situmorang, mengatakan peserta
BPJS harus memahami pentingnya membayar iuran. Dengan membayar iuran, seseorang
baru dapat dikatakan sebagai peserta sekaligus pemilik BPJS. Hal itu selaras
dengan amanat UU SJSN dan UUBPJS bahwa peserta BPJS adalah orang yang membayar
iuran.
Namun,
Chazali melihat serikat pekerja menuntut agar pekerja formal pada 1 Januari
2014 belum membayar iuran karena jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK)
ditanggung pemberi kerja seperti yang berlaku saat ini sebagaimana amanat
peraturan perundang-undangan terkait Jamsostek.
Oleh
karenanya Chazali mengingatkan jika pekerja formal tidak mengiur maka
kepemilikannya atas BPJS khususnya Kesehatan akan hilang. Pasalnya, BPJS adalah
badan hukum publik sehingga bukan milik BUMN tapi peserta. Dengan menjadi
pemilik BPJS, para pekerja yang menjadi peserta punya hak untuk mengawal
pelayanan BPJS Kesehatan.
Selaras
dengan itu, Chazali melanjutkan, pemerintah mengusulkan agar pekerja sektor
formal membayar iuran BPJS Kesehatan sebesar 0,5 persen. Menurutnya, dengan
mengiur 0,5 persen dari upah sebulan maka pekerja bisa mendapat pelayanan
kesehatan secara komprehensif yang digelar BPJS Kesehatan. Jika nanti pelayanan
BPJS Kesehatan dirasa tidak mampu memenuhi hak-hak peserta, maka pekerja yang
bersangkutan dapat menempuh jalur hukum. Seperti mengajukan tuntutan ke PTUN.
Chazali
menjelaskan, tahun depan program JPK Jamsostek akan dialihkan kepada BPJS
Kesehatan. Sehingga Jamsostek tidak lagi menggelar program JPK. Oleh karenanya,
pekerja sektor formal yang sebelumnya menjadi peserta JPK Jamsostek akan
dialihkan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Mengingat peserta BPJS diwajibkan
membayar iuran, maka pekerja sektor formal dituntut mampu memenuhi hal
tersebut. Dengan begitu kaum pekerja menjadi bagian dari BPJS Kesehatan.
Sementara DJSN bertugas untuk mengawal implementasi UU SJSN dan BPJS serta
melindungi seluruh peserta BPJS.
Selain itu
Chazali melihat walau membayar iuran, para pekerja upahnya tidak dipotong
karena sebagian besar perusahaan memasukan biaya tersebut ke dalam ongkos
pekerja. Hal serupa menurutnya juga berlaku pada pegawai negeri sipil (PNS).
“Jadi buruh itu pemilik atas BPJS dan posisinya sejajar dengan pemberi kerja,”
kata Chazali kepada hukumonline di ruang kerjanya di kantor DJSN di Jakarta,
Selasa (22/10).
Bagi
Chazali, dengan membayar iuran, salah satu prinsip penyelenggaraan BPJS
terpenuhi yaitu gotong royong. Lewat prinsip tersebut maka besaran iuran
berdasarkan jumlah upah yang diterima pekerja. Sehingga pekerja yang upahnya
rendah, ketika sakit dapat dibantu pekerja lainnya yang upahnya tinggi melalui
iuran BPJS Kesehatan.
Sejalan
dengan itu Chazali mengapresiasi langkah 140 BUMN yang mendeklarasikan untuk
ikut menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dari jumlah tersebut diperkirakan calon
peserta BPJS Kesehatan dari BUMN mencapai jutaan orang. Keterlibatan BUMN itu
bakal memperkuat iuran dan prinsip gotong royong BPJS. “Jadi, yang kuat
membantu yang lemah,” tuturnya.
Sebelumnya,
Ketua DPN Apindo, Sofyan Wanandi, mengatakan belum ada kesepakatan antara pihak
pengusaha dan serikat pekerja mengenai besaran iuran BPJS Kesehatan. Selain itu
ia mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam mempersiapkan dan
melaksanakan BPJS Kesehatan ataupun Ketenagakerjaan. Pasalnya, jika unsur
kehati-hatian tidak diperhatikan, Sofyan khawatir Indonesia akan mengalami
kebangkrutan yang sama seperti Yunani. “Untuk besaran iuran belum ada
kesepakatan,” urainya.
Sementara
Sekjen KSPI sekaligus anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas),
Muhammad Rusdi, mengaku belum ada kesepakatan antara asosiasi pengusaha dan
serikat pekerja tentang besaran iuran BPJS Kesehatan. Namun, pada intinya
serikat pekerja mengusulkan agar pekerja sektor fomal baru mengiur pada 2015.
Sebab, ketika BPJS Kesehatan beroperasi tahun depan, UU No.3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) masih berlaku.“Dalam ketentuan itu JPK
bagi pekerja ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja,” pungkasnya kepada
hukumonline di Jakarta, Kamis (24/10).
Selain itu,
Rusdi menegaskan pekerja akan mengiur jika pelayanan BPJS Kesehatan tahun depan
cakupannya untuk seluruh rakyat Indonesia. Menurutnya, hal itu harus dilakukan
karena pemerintah merencanakan jumlah masyarakat yang tercakup dalam penerima
bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan pada 2014 hanya 86,4 juta orang. Rusdi
mencatat jumlah itu sangat terbatas, sehingga golongan masyarakat miskin dan
tidak mampu yang seharusnya mendapat PBI, tidak memperoleh haknya tersebut.
Misalnya, guru honorer, pekerja sektor formal yang menerima upah minimum atau
di bawahnya. (www.hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment