Dalam
beberapa dekade terakhir, kematian akibat penyakit jantung kian meningkat,
khususnya negara berkembang seperti Indonesia.
Kementerian
Kesehatan mencatat penyakit jantung salah satu kelompok tidak menular yang saat
ini menjadi penyebab kematian tertinggi dan menimbulkan beban ganda terhadap
masyarakat.
Prevalensi
penyakit jantung di Indonesia saja misalnya, mencapai 1,16% dari total
penduduk, dengan kejadian tertinggi di Provinsi Aceh, Sulawesi Tengah, dan
disusul Sumatera Barat.
Semakin
banyak kasus penyakit jantung dikarenakan antara lain merokok, diet yang kurang
sehat, kurang aktivitas fisik, gaya hidup tidak sehat, dan rendahnya keadaan
sosial ekonomi masyarakat.
Keadaan ini
semakin memprihatinkan karena tidak diimbangi dengan penyediaan jumlah pusat
layanan jantung yang komprehensif. Tindakan bedah jantung dan otak masih sangat
minim di Tanah Air.
Padahal,
bila penderita jantung tidak dapat tertangani dengan baik, kualitas hidup pun
semakin terancam.
CEO Lippo
Group James Riady mengungkapkan, minimnya bedah jantung dan otak di Indonesia
dikarenakan biayanya sangat mahal.
Ia mencotohkan satu klinik saja di India saat
menangani sekitar 7.000 pasien per tahun, sedangkan di Indonesia baru sekitar
4.000 dari semua fasiitas kesehatan yang ada. Padahal, kebutuhannya jauh lebih
besar, bisa mencapai 20.000 sampai 30.000 kasus.
"Jika
satu rumah sakit melakukan operasi hanya 20-30 kasus per tahun, pasti biayanya sangat mahal, yaitu Rp80 juta
sampai Rp100 juta per kasus, tetapi asuransi hanya membayar 50 persennya. Tidak
mungkin rumah sakit mau melakukan penanganan seperti ini," kata James di
sela-sela inaugurasi Siloam Heart Institute dan pembukan Yayasan Denyut
Jantung, di Jakarta, Sabtu (23/11).
Acara ini
turut dihadiri Menteri Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari
Gumelar, dan perwakilan Kementerian Kesehatan.
Hal ini
dibenarkan oleh Kepala dan Pimpinan Klinik Siloam Heart Institute (SHI) dr
Maizul Anwar. Ia mengatakan, jumlah operasi jantung di Indonesia kini hanya
berkisar 4.000 kasus per tahunnya.
Jumlah ini
masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan potensi kasus bedah jantung
yang berjumlah kira-kira 20.000 pasien per tahun.
Dari antara
semua kasus yang ditangani oleh spesialis bedah jantung, kebanyakan pasien
memilih menjalani tindakan operasi di luar negeri.
"Ini
menggambarkan ketidakpercayaan masyarakat Indonesia terhadap kualitas pelayanan
jantung di Indonesia, dan ketidakmampuan finansial," kata Maizul.
Dilandasi
kondisi ini, Siloam Hospitals Group menghadirkan Yayasan Denyut Jantung dan
juga SHI. SHI yang berpusat di Siloam Kebon Jeruk memberikan pelayanan jantung
yang komprehensif.
Selain
menjadi pilihan utama dari pelayanan bedah jantung, SHI juga menjadi tempat
pemberian latihan bagi para dokter, perawat, serta tenaga medis di seluruh
Indonesia.
Dalam
merealisasikan visi SHI, juga dibentuk Yayasan Detak Jantung yang bertujuan
memberikan bantuan pelayanan yang terkait dengan penanganan penyakit jantung
bagi masyarakat tidak mampu. (www.suarapembaruan.com)
No comments:
Post a Comment