Sunday, November 24, 2013

Bedah Jantung dan Otak di Indonesia Masih Minim



Dalam beberapa dekade terakhir, kematian akibat penyakit jantung kian meningkat, khususnya negara berkembang seperti Indonesia.

Kementerian Kesehatan mencatat penyakit jantung salah satu kelompok tidak menular yang saat ini menjadi penyebab kematian tertinggi dan menimbulkan beban ganda terhadap masyarakat.

Prevalensi penyakit jantung di Indonesia saja misalnya, mencapai 1,16% dari total penduduk, dengan kejadian tertinggi di Provinsi Aceh, Sulawesi Tengah, dan disusul Sumatera Barat. 

Semakin banyak kasus penyakit jantung dikarenakan antara lain merokok, diet yang kurang sehat, kurang aktivitas fisik, gaya hidup tidak sehat, dan rendahnya keadaan sosial ekonomi masyarakat.

Keadaan ini semakin memprihatinkan karena tidak diimbangi dengan penyediaan jumlah pusat layanan jantung yang komprehensif. Tindakan bedah jantung dan otak masih sangat minim di Tanah Air.

Padahal, bila penderita jantung tidak dapat tertangani dengan baik, kualitas hidup pun semakin terancam.

CEO Lippo Group James Riady mengungkapkan, minimnya bedah jantung dan otak di Indonesia dikarenakan biayanya sangat mahal.

Ia  mencotohkan satu klinik saja di India saat menangani sekitar 7.000 pasien per tahun, sedangkan di Indonesia baru sekitar 4.000 dari semua fasiitas kesehatan yang ada. Padahal, kebutuhannya jauh lebih besar, bisa mencapai 20.000 sampai 30.000 kasus.

"Jika satu rumah sakit melakukan operasi hanya 20-30 kasus per tahun,  pasti biayanya sangat mahal, yaitu Rp80 juta sampai Rp100 juta per kasus, tetapi asuransi hanya membayar 50 persennya. Tidak mungkin rumah sakit mau melakukan penanganan seperti ini," kata James di sela-sela inaugurasi Siloam Heart Institute dan pembukan Yayasan Denyut Jantung, di Jakarta, Sabtu (23/11).

Acara ini turut dihadiri Menteri Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, dan perwakilan Kementerian Kesehatan.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala dan Pimpinan Klinik Siloam Heart Institute (SHI) dr Maizul Anwar. Ia mengatakan, jumlah operasi jantung di Indonesia kini hanya berkisar 4.000 kasus per tahunnya.

Jumlah ini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan potensi kasus bedah jantung yang berjumlah kira-kira 20.000 pasien per tahun.

Dari antara semua kasus yang ditangani oleh spesialis bedah jantung, kebanyakan pasien memilih menjalani tindakan operasi di luar negeri.

"Ini menggambarkan ketidakpercayaan masyarakat Indonesia terhadap kualitas pelayanan jantung di Indonesia, dan ketidakmampuan finansial," kata Maizul.

Dilandasi kondisi ini, Siloam Hospitals Group menghadirkan Yayasan Denyut Jantung dan juga SHI. SHI yang berpusat di Siloam Kebon Jeruk memberikan pelayanan jantung yang komprehensif.

Selain menjadi pilihan utama dari pelayanan bedah jantung, SHI juga menjadi tempat pemberian latihan bagi para dokter, perawat, serta tenaga medis di seluruh Indonesia.

Dalam merealisasikan visi SHI, juga dibentuk Yayasan Detak Jantung yang bertujuan memberikan bantuan pelayanan yang terkait dengan penanganan penyakit jantung bagi masyarakat tidak mampu. (www.suarapembaruan.com)

No comments:

Post a Comment