Wednesday, December 18, 2013

BPJS Watch: Jangan Diskriminasi Jaminan Pensiun



Koordinator Advokat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch, Timboel Siregar, mengatakan bahwa saat ini Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berkeinginan agar pemerintah mengkajiulang jaminan pensiun dalam UU No 40/2004, berdasarkan manfaat pasti, seperti PNS, dan mengusulkan agar menerapkan jaminan pensiun berbasis iuran pasti.

"Apindo mencoba meyakinkan pemerintah, bahwa penerapan jaminan pensiun dengan manfaat pasti akan memberatkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)," ujar Timboel, di Jakarta, Senin (16/12).

Menurut dia, kehadiran jaminan pensiun dalam UU 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk reformasi sosial bagi bangsa ini. Peruntukkan Jaminan Pensiun berbeda dengan Jaminan Hari Tua (JHT).

Program JHT diperuntukkan bagi pekerja ketika mengalami PHK, sehingga pekerja mempunyai modal untuk berusaha sendiri. JHT terkait erat dengan hak asasi pekerja untuk tetap bisa bekerja (hak asasi bekerja), sehingga JHT diberikan dengan cara lump sum (secara sekaligus).

Sedangkan jaminan pensiun, diberikan kepada pekerja ketika pensiun untuk menjamin pekerja mempertahankan daya beli pekerja untuk kehidupannya pada tiap bulannya ketika pensiun.

"Oleh sebab itu, maka jaminan pensiun harus diberikan secara bulanan kepada pekerja, sama seperti PNS pada saat sekarang ini.  Jaminan pensiun terkait erat dengan hak asasi pekerja untuk tetap bisa hidup layak," tandas Timboel.

Atas dasar itu, ucap Timboel, jaminan pensiun harus bersifat manfaat pasti, di mana tiap bulannya pekerja dan keluarganya mendapat manfaat pasti dari jaminan pensiun. Pekerja formal berhak mendapat jaminan pensiun seperti PNS, TNI, dan Polri.

"Jangan ada lagi diskriminasi antara pekerja formal dan PNS, TNI, Polri. BPJS tidak boleh mendiskriminasi pekerja di Indonesia," nilai Timboel.

Sedangkat terkait penolakan Apindo terhada jaminan pensiun berbasis manfaat pasti dan mengusulkan jaminan pensiun berbasis iuran pasti, imbuhnya, maka penolakan dan usulan tersebut tidak sesuai dengan hakikat dan peruntukan jaminan pensiun bagi pekerja.

Menurutnya, Apindo memang berkeinginan jaminan pensiun berbasis iuran pasti, karena Apindo memang berkeinginan iuran yang dibayar perusahaan nantinya lebih rendah dan pasti, yaitu berdasarkan iuran tetap, bukan iuran berdasarkan persentase upah yang akan terus naik akibat adanya kenaikkan upah.

Sementara alasan Apindo yang menyatakan bahwa BPJS akan terbebani jika jaminan pensiun berbasis manfaat pasti diterapkan, menurut Timboel adalah sebuah alasan yang mengada-ada dan tidak tepat. Bahwa BPJS tentunya secara aktuaria telah menghitung secara cermat terkait penerapan manfaat pasti tersebut dan penerapan manfaat pasti tidak akan merugikan BPJS.

Saat ini, RPP pensiun masih terus digodok oleh Kemenakertrans. BPJS Watch meminta agar Kemenakertrans melibatkan Serikat Pekerja (SP) atau Serikat Buruh (SB), dan stakeholder lainnya dalam pembahasan RPP pensiun tersebut.

"BPJS watch meminta agar jaminan pensiun berbasis manfaat pasti, sehingga tiap bulannya pekerja mendapat income untuk mempertahankan daya belinya," tandas Timboel.

Selain itu, diusulkan agar iurannya tidak 8%, yang terdiri 5% diiur pengusaha dan 3% oleh pekerja, tetapi 15%, yakni 10% dari pengusaha dan 5% dari pekerja. Iuran 15% ini bisa mendukung pekerja mendapat jaminan pensiun tiap bulannya untuk hidup layak. (www.gatra.com)

No comments:

Post a Comment