Uang santunan untuk korban meninggal akibat kecelakaan baik
di darat, udara maupun laut yang diberikan pihak Jasa Raharja di Indonesia
masih kecil jika dibandingkan negeri tetangga. Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) mendorong agar pemerintah menaikkan angka asuransi bagi korban
kecelakaan.
Pengurus YLKI Tulus Abadi mengatakan, kecelakaan bisa
menjadi faktor terciptanya kemiskinan baru. Dia mencontohkan, seorang kepala
keluarga yang tewas akibat kecelakaan berdampak pada ekonomi ahli waris.
"Gara-gara kecelakaan, orang bisa jatuh miskin. Nilai
asuransi yang diberikan misalnya dari Jasa Raharja tidak mencukupi bagi ahli
waris untuk menyambung hidup ketika kepala keluarganya meninggal akibat
kecelakaan," ujar Tulus dalam diskusi Polemik yang digelar Sindo Trijaya
bertema 'Bencana di Rel Kereta' di Warung Daun, Cikini, Jakpus, Sabtu
(14/12/2013).
Tulus menjelaskan, PT Jasa Raharja masih menggunakan UU No
33 dan 34 tahun 1964 sebagai dasar memberikan santunan kepada korban
kecelakaan. Dalam UU tersebut, disebutkan santunan kematian bagi ahli waris
korban kecelakaan di darat dan laut sebesar Rp 25 juta. Sedangkan untuk korban
kecelakaan di udara sebesar Rp 50 juta.
Sementara korban luka dengan cacat tetap akibat kecelakaan
di darat dan laut sebesar Rp 25 juta, dan kecelakaan udara Rp 50 juta.
Untuk kasus kecelakaan KRL Commuter Line dengan truk tangki
BBM di perlintasan Pondok Betung, Bintaro, Jaksel, ahli waris korban tewas
mendapat tambahan santunan dari pihak operator PT KAI sebesar Rp 60 juta,
sehingga total yang diterima adalah Rp 85 juta.
"UU yang dipakai sudah lama, tahun 1964. Lama sekali.
Sampai saat ini belum ada revisi terhadap UU itu. Sementara kebutuhan hidup
saat itu dibanding dengan saat ini jauh berbeda. Di Malaysia, ahli waris korban
tewas kecelakaan lalu lintas mendapat asuransi Rp 1,3 miliar," jelasnya.
Menurutnya, pemerintah seharusnya ikut memikirkan nasib keluarga
yang ditinggal mati korban kecelakaan, termasuk faktor biaya hidup, pendidikan
anak-anaknya, dan lainnya. Itu jika korban yang meninggal adalah tulang
punggung keluarga.
"Karena itu tidak heran jika akibat kecelakaan, banyak
yang akhirnya jatuh miskin," cetus Tulus.
Pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bidang
Advokasi Joko Setyowarno bahkan menambahkan, tidak hanya membuat miskin,
kecelakaan juga bisa membuat kondisi rumah tangga korban menjadi berantakan.
"Bagaimana jika korban mengalami luka cacat permanen,
sedangkan korban tulang punggung keluarga. Ada juga gara-gara kecelakaan, yang
jadi cerai karena wajahnya mengalami cacat," katanya
"Karena itu saya setuju jika nilai asuransi dinaikkan.
Naikkan saja preminya, tidak perlu naikkan tarif. Mungkin caranya dengan
mengajukan ke dewan untuk revisi undang-undang, karena yang sekarang
undang-undangnya sudah lama," pungkas Joko. (news.detik.com)
No comments:
Post a Comment