Tuesday, January 28, 2014

DPR Dukung Alokasi Rp400 Miliar Untuk Penduduk Miskin Non PBI


Komisi IX DPR RI  mendukung Kementerian Kesehatan (Kemkes) sekaligus mendesak Kementerian Keuangan (Kemkeu) untuk mengalokasikan angaran Rp400 miliar bagi penduduk miskin non Penerima Bantuan Iuran (PBI). 

Anggaran tersebut telah diajukan Kemkes sejak tahun lalu, tetapi tidak disetujui Kemkeu. 

“Anggaran ini penting untuk membiayai penghuni panti, lapas, anak telantar, gelandangan, pengemis, Jampersal, dan Jamperthal yang sudah tidak dijamin dalam program Jamkesmas. Jangan sampai ada penolakan terhadap mereka di rumah sakit hanya karena tidak masuk daftar peserta,” kata Ribka Tjiptaning, Ketua Komisi IX DPR di sela-sela Rapat Kerja dengan Menteri Kesehatan (Menkes), Nafsiah Mboi, di Jakarta, Senin (27/1). 

Dalam paparannya, Nafsiah Mboi,  menjelaskan salah satu tantangan pelaksanaan JKN saat ini adalah masih banyak penduduk miskin, seperti gelandangan, pengemis, anak telantar belum termasuk dalam kepesertaan PBI yang berjumlah 86,4 juta jiwa.

Termasuk juga peserta program Jaminan Persalinan (Jampersal) dan Jaminan Pelayanan Thalasemia (Jamperthal) yang sudah berakhir sejak Jamkesmas diintegrasikan ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Jumlahnya diperkirakan sekitar 2,3 jutaan jiwa. Untuk mereka ini Kemkes telah mengusulkan anggaran khusus sebesar Rp400 miliar, namun tidak disetujui Kemkeu. 

“Dahulu, anggaran ini dikelola Kemkes untuk yang esktra-ekstra seperti penduduk non PBI ini. Kami minta supaya di 2014 tetap dialokasikan, tetapi Kemkeu tidak mau. Kami rencana ajukan ke APBN-P,” kata Menkes. 

Meski demikian, Menkes menginstruksikan kepada seluruh fasilitas kesehatan (faskes) untuk tidak menolak pasien non PBI ini, terutama saat darurat. Bahkan Komisi IX meminta Menkes untuk menegur keras rumah sakit yang menolak pasien miskin non PBI ini. Bila perlu dipidana berdasarkan ketentuan UU Kesehatan. 

Menurut Menkes, sambil menunggu anggaran Rp400 miliar itu disetujui, seluruh faskes khususnya rumah sakit vertikal untuk menggalang solidaritas sosial dengan menyisihkan sejumlah persentase bantuan sosial masyarakat. 

Bantuan ini dipakai untuk biaya pengobatan pasien miskin non PBI ini ketika mereka berobat di rumah sakit tersebut. Juga meminta BPJS Kesehatan untuk mengalokasikan anggaran  Coorporate Social Responsibility (CSR), seperti pada PT Askes dahulu. 

Anggota Komisi IX dari Fraksi Golkar, Poempida Hidayatulloh, menyayangkan sikap Kemkeu yang dinilainya terlalu arogan.

Padahal menurutnya masih banyak stok anggaran di Kemkeu yang bisa dialihkan untuk membayar jaminan kesehatan bagi penduduk miskin ini. Bila perlu, kata dia, anggaran tersebut tidak usah dikelola Kemkes, tetapi langsung oleh BPJS Kesehatan. 

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, menegaskan ukuran orang miskin harus jelas dalam PP PBI. Bila perlu PBI mengkaver semua penduduk miskin tanpa kuota dan verifikasi sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN. 

Menurutnya, jangankan Rp400 miliar untuk orang miskin non PBI, bagi seluruh penduduk Indonesia pun sebetulnya APBN cukup memadai.

Dengan iuran sebesar Rp20.000 per orang per bulan bagi 237 juta lebih penduduk Indonesia hanya membutuhkan anggaran sekitar  Rp56,7 triliun. 

Dalam Raker tersebut, DPR juga mendesak pemerintah untuk mengoreksi Peraturan Pemerintah (PP) 101/2013 tentang PBI.

PBI ini berpotensi menyebabkan jutaan orang miskin tidak memiliki jaminan kesehatan, bahkan bisa memiskinkan masyarakat yang terkena bencana dan diberhentikan dari pekerjaannya (PHK). 

Komisi IX akan mendorong revisi PP PBI ini dalam rapat paripurna. DPR juga mendesak pemerintah mengevaluasi besaran tarif  Indonesia Case Based Groups (INA CBGs) karena tidak mengakomodir biaya yang layak di rumah sakit.

Dengan tarif yang terlalu kecil  dikhawatirkan kualitas layanan terhadap orang miskin, terutama non PBI, juga menjadi berkurang. (www.suarapembaruan.com)

No comments:

Post a Comment