Pada 2008, INA-CBG’s
diimplementasikan dalam program Jamkesmas.
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggunakan tarif INA-CBG’s
(Indonesia Case Based Groups) versi terbaru yakni versi 4.0 pada pola
pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Versi ini mulai diberlakukan pada
2014. Ketentuan ini sesuai dengan Peraturan Presiden No 111 Tahun 2013 sebagai
revisi dari Perpres No 12 Tahun 2013 mengenai Jaminan Kesehatan.
Seperti
sebelumnya, Ina CGB’s versi 4.0 berdasarkan pada data-data dari rumah sakit.
Sesuai dengan regulasi, di dalam INA CBG’s ini ada kendali mutu di dalamnya.
Kendali mutu ini terkait baik dari profesi, akademisi, pakar, asosiasi, hingga
dinas kesehatan. Diharapkan, dengan pola pembayaran ini bisa mendorong
efisiensi dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Direktur
Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur dalam jumpa pers di Kantor BPJS Kesehatan,
Jakarta (6/1) mengatakan, Rerata tarif INA-CBG’s 2014 dibandingkan 2013 naik
29-54%, dimana RS swasta dan pemerintah tidak ada perbedaan.
“Jomplang
antara RS tipe A, B, C, dan D memang sangat jauh pada INA-CBG’s 3.1, tetapi
yang sekarang sudah diberikan solusi yaitu kenaikan 29-54%. Yang 54% adalah RS
tipe D, sedangkan yang tipe A adalah 29%. Artinya apa? Disparitas RS tipe A, B,
C, dan D itu semakin sempit,” tuturnya.
Dijelaskan,
tarif tersebut berbentuk paket yang mencakup seluruh komponen biaya rumah sakit
berdasarkan penyakit yang diderita. Di dalamnya mencakup jenis obat dan kelas
perawatan bila harus menjalani rawat inap, berikut pengobatannya sampai
dinyatakan sembuh.
“Dengan
penerapan INA-CBG’s, RS akan memiliki peran terhadap ketersediaan pelayanan
kesehatan, termasuk ketersediaan obat. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
merupakan salah satu komponen yang dibayarkan pada paket INA-CBG’s,” katanya.
Tarif
INA-CBG’s hampir tiap tahun mengalami pemutakhiran sesuai dengan perkembangan
atau mengikuti laju inflasi. INA-CBG’s 4.0 yang digunakan dalam pelaksanaan JKN
dikelompokan dalam enam jenis RS, yaitu RS kelas D, C, B, dan A, serta RS Umum
dan RS Khusus rujukan nasional. Tarif INA-CBG’s juga disusun berdasarkan
perawatan kelas 1, 2, dan 3.
Dalam
siaran pers yang dikeluarkan BPJS, dinyatakan bahwa implementasi INA-CBG’s pada
JKN berguna dalam standardisasi tarif sehingga lebih memberikan kepastian.
“Perhitungan tarif pelayanan lebih objektif berdasarkan pada biaya sebenarnya.
Melalui INA-CBG’s, diharapkan dapat meningkatkan mutu dan efesiensi rumah
sakit.
Tarif paket
itu mencakup seluruh komponen biaya RS yang berbasis pada data costing dan
coding penyakit, yang mengacu pada International Classification of Diseases
(ICD) yang disusun WHO. Penggunaan ICD 10 untuk mendiagnosis 14.500 kode dan
ICD 9 Chlinical Modifications yang mencakup 7.500 kode. Adapun tarif INA-CBG’s
terdiri atas 1.077 kode CBG, yakni 789 rawat inap dan 288 rawat jalan dengan
tiga tingkat keparahan.
Di
Indonesia, INA-CBG’s bukan sistem baru karena telah dibangun sejak 2006 oleh
Kemenkes. Pada 2008, INA-CBG’s diimplementasikan dalam program Jamkesmas.
Sampai 2013, jumlah pemberi pelayanan kesehatan Jamkesmas yang menggunakan
INA-CBG’s meliputi 1.273 RS. (jaringnews.com)
No comments:
Post a Comment