Pada
kondisi bencana, kejadian luar biasa, dan wabah penyakit di suatu wilayah,
pelayanan kesehatan masyarakat di pos kesehatan tak dijamin Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan. Namun, tetap ditanggung pemerintah.
Ketentuan
”tidak dijamin” itu hanya berlaku jika pemerintah setempat telah menetapkan
status darurat bencana. Jika tidak, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap
bisa berobat seperti biasa.
”Ketentuan
ini untuk menghindari dobel klaim atau dobel pembiayaan,” kata Direktur
Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur, di Jakarta, Senin (13/1/2014).
Selama
darurat bencana, pemerintah dan badan penanggulangan bencana menyiapkan langkah
tanggap darurat, termasuk layanan kesehatan. Pos-pos layanan kesehatan biasanya
didirikan di sekitar lokasi bencana atau di pengungsian, baik yang didirikan
pemerintah, lembaga sosial, maupun organisasi profesi.
Layanan
kesehatan di pos kesehatan itulah yang tak dijamin BPJS Kesehatan. Jika warga
yang dilayani di pos kesehatan dirujuk ke rumah sakit, pembiayaannya menjadi
tanggungan pemerintah. Dananya bersumber dari dana tanggap darurat bencana.
Kepala
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Henni Setiawati
mengatakan, dana pelayanan kesehatan selama masa tanggap darurat bencana memang
sudah dianggarkan tersendiri, bukan berasal dari iuran peserta JKN yang
dihimpun BPJS Kesehatan. Pembiayaan kesehatan selama tanggap darurat itu
berlaku hingga ke rumah sakit rujukan tertinggi.
Jika
pemerintah kabupaten/ kota kekurangan dana untuk kesehatan korban, pemerintah
provinsi akan membantu. Selanjutnya, jika pemerintah provinsi tak mampu
menanggung semua biaya kesehatan, pemerintah pusat akan turun tangan.
”Kebijakan
ini untuk menjamin semua korban bencana, baik peserta maupun bukan peserta JKN,
tetap berhak atas pelayanan kesehatan memadai,” ungkapnya.
Tak perlu
khawatir
Henni
meyakinkan masyarakat korban bencana, seperti korban banjir di Jakarta dan
letusan Gunung Sinabung di Karo, agar tidak khawatir dengan pembiayaan
kesehatan meski sistem pembiayaan kesehatan berubah.
Jika masa
tanggap darurat bencana habis, pembiayaan korban kembali jadi tanggungan BPJS
Kesehatan.
Meski
demikian, menurut Fajriadi, selama masa tanggap darurat, peserta JKN yang jadi
korban bencana tetap bisa berobat ke fasilitas kesehatan seperti biasanya, apa
pun penyakitnya. Mereka tidak harus berobat ke pos pelayanan kesehatan.
”Ini untuk
menjamin bahwa hak peserta JKN mendapat layanan kesehatan apa pun kondisinya,
termasuk saat bencana, tidak hilang,” ungkapnya.
Prosesnya
sama. Bencana tidak mengubah pola layanan kesehatan peserta JKN yang diselenggarakan
BPJS Kesehatan. Peserta JKN tinggal menunjukkan kartu kepesertaan JKN saat akan
berobat.
Sistem
rujukan juga tetap sama. Selama bencana, peserta JKN tetap harus berobat ke
fasilitas kesehatan dasar terlebih dahulu, kecuali dalam keadaan gawat darurat.
(health.kompas.com)
No comments:
Post a Comment