Termasuk
sikap mulia Khadijah adalah dukungannya secara tulus terhadap Rasulullah Saw. Saat
turun wahyu pertama, Khadijah menguatkan dan membesarkan hati Nabi Saw. Nabi
mengadu pada Khadijah, "Saya khawatir pada diriku sendiri." Khadijah
menenangkan Nabi Saw sambil mengucapkan, "Tidak, demi Allah, Dia tidak
akan mencelakakanmu. Engkau selalu menyambung tali silaturrahim, bersabar
terhadap beban dan cobaan, mencarikan sesuatu yang belum ada, engkau menghormati
tamu, dan membantu menegakkan kebenaran."
Khadijah kemudian membawa Nabi kepada sepupunya, Waraqah
bin Nufal. Dia seorang pengikut agama Nashrani dan sudah cukup tua serta rabun.
Waraqah bin Nufal bertanya kepada Nabi, "Wahai sepupuku, ada apa?"
Nabi menceritakan perihal wahyu yang turun kepadanya. Lalu
Waraqah bin Nufal berkesimpulan, "Dia adalah Namus (seorang Nabi) yang
sebelumnya sudah diberitahukan pada Musa a.s. Semoga saya panjang umur dan
memiliki hewan tunggangan kecil ketika engkau diusir oleh kaummu."
Nabi bertanya, "Apakah mereka akan mengusirku?"
Jawab Waraqah, "Ya, tak ada seorangpun yang mendapat
tugas sepertimu kecuali akan dimusuhi. Jika saya panjang umur maka saya akan
menjadi pendukungmu." Selang beberapa waktu Waraqah bin Nufal meninggal
dunia.[1]
Khadijah adalah perempuan pertama yang beriman kepada Allah
dan rasul-Nya. Dia membenarkan setiap apa yang dibawa
oleh Nabi dan meringankan setiap beban yang
diembannya. Dia juga tidak mendengar sesuatu yang buruk menimpa Nabi kecuali
membantunya agar tetap teguh dan tegar.
Karena itu, Nabi senantiasa mengingat kebaikan Khadijah
bahkan setelah perempuan mulia ini wafat. Sayyidah Aisyah bercerita,
"Rasulullah tidak keluar dari rumah kecuali menyebut kebaikan Khadijah dan
memujinya. Hingga pada suatu hari, saya merasa cemburu, ‘bukankah dia (Khadijah)
hanya seorang perempuan tua, yang sudah diganti oleh Allah dengan yang lebih
baik?' Mendengar hal ini Nabi marah. ‘Tidak, demi Allah, Khadijah tidak tergantikan
kebaikannya. Dia beriman di saat orang lain mengingkari kenabianku. Dia mempercayaiku
di saat orang lain menuduhku pembohong. Dia membelanjakan hartanya di saat
orang lain menghalangiku. Dia melahirkan anak-anakku sementara yang lain tidak’."[2]
Jangan heran dengan cinta Nabi Saw kepada istri terkasih
dan paling setia, Khadijah. Dan jangan heran pula bila Nabi Saw demikian
memujinya melampaui pujiannya kepada istri-istri yang lain.
Aisyah bercerita, “Nabi Saw tidak menikah dengan seorang
pun hingga Khadijah wafat. Dan saya, tak pernah mengenal Khadijah sama sekali,
dan tak pernah merasa cemburu pada perempuan sebagaimana cemburuku pada
Khadijah. Karena Nabi Saw terlalu sering menyebut kebaikannya.”[3]
Semoga keselamatan senantiasa tercurahkan kepada "perempuan
suci" yang pernah mendapat salam dari Allah melalui malaikat Jibril,
"Sesungguhnya Allah mengucap salam kepada Khadijah." Khadijah
menjawab, "Sesungguhnya Allah Dzat Keselamatan. Untukmu [Jibril]
keselamatan, rahmat dan berkah-Nya."
Betapa bahagianya wanita mulia ini, wanita yang telah
mendapat jaminan tempat dari Allah di surga. Tempat yang damai dan tenang tanpa
riuh resah[4]
dan gelisah.[5]
[1]al-Bukhari (3), Muslim (160), Ahmad
(6/223, 233), al-Hakim (3/183-184).
[3]al-Hakim (3/186).
[4]Kenapa harus tempat yang damai
dan tenang? Karena Khadijah masuk Islam dengan damai dan tenang tanpa riuh dan
ribut. Dia bahkan menenteramkan kegelisahan Nabi Saw sehingga dia sangat pantas
mendapatkannya. Demikian al-Suhaili menuliskannya seperti dalam kitab Fathu
al-Bâri (7/172).
[5]al-Bukhari (3820), Muslim (2432),
Ahmad (2/231), al-Hakim (3/185).
No comments:
Post a Comment