Saturday, February 8, 2014

Dari Preman Jalanan Menapak Kursi Rektor


MANUSIA boleh merencanakan, Tuhan yang menentukan. Kata-kata ini agaknya pas untuk sosok Samuel Haning, S.H, MH. Lelaki bertubuh kekar ini dulu dikenal sebagai seorang pemuda yang lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Istilah kasarnya preman jalanan. Sampai kemudian dia tumbuh menjadi seorang petinju yang handal. Ini dibuktikan dengan meraih medali emas dalam suatu kejuraan tinju di Bali beberapa tahun silam.
Watak keras tidak terlepas dari kehidupan masa silam di jalanan yang telah menempanya. Meskipun sepintas berperilaku kasar, lelaki ini pun bisa melakukan pekerjaan yang lembut dan menggunakan kecerdasan akal. Tidak heran bila dia kemudian diterima menjadi staf pengajar di Universitas PGRI NTT, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dan, siapa sangka lelaki yang kerap tampil pelontos ini kini memimpin (Rektor) Universitas PGRI NTT.
Lelaki yang bisa disapa Sam ini mengatakan dia terpilih menjadi Rektor Universitas PGRI NTT sebagai rencana Tuhan melalui kepercayaan pihak lembaga Universitas PGRI. Baginya, tanggung jawab ini berat untuk dilaksanakan. Namun sebagai pemimpin, dia memiliki cara untuk menjalankan tugas ini dengan baik. Cara yang dipilihnya adalah otak, watak dan otot. Berikut petikan ungkapan pikiran dan obsesi seorang Samuel Haning.
Anda kini menjadi Rektor Universitas PGRI, apa yang Anda lakukan?
Kegiatan pertama meningkatkan mutu pendidikan agar masyarakat dapat mengikuti dengan jelas, menilai secara jelas perkembangan pendidikan di suatu institusi khususnya Universitas PGRI NTT. Baru-baru ini lembaga ini telah akreditasi 11 program studi. Masih dua program studi yang belum diakreditasi, sementara diproses.
Dua program studi yang belum diakreditasi, yaitu Ekonomi Akuntansi dan Bahasa Inggris. Dalam waktu dekat pasti terakreditasi karena semua persyaratan yang diminta oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN) Perguruan Tinggi telah kami urus. Hanya masih perlu pembenahan staf administrasi dari segi pelayanan, termasuk dosen. Dosen lebih fokus pada kompetensi kegiatan perkuliahan tatap muka dan kompetensi yang dimiliki dosen itu sendiri. Juga perlahan-lahan memperbaiki satu kurikulum yang namanya kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi ini harus dimiliki semua institusi. Apalagi Universitas PGRI ini semakin dikenal luas.
Apakah ini merupakan langkah PGRI untuk bersaing dengan lembaga pendidikan lain di wilayah NTT?
Jangan pandang sebelah mata lembaga ini, pengguna lulusan perguruan tinggi tahu Universitas PGRI kini cukup berkualitas. Saya ambil contoh, dalam acara wisuda PGRI belum lama ini, di mana sambutan Gubernur NTT yang disampaikan Wakil Gubernur NTT, Ir.Esthon L Foenay, menyatakan bahwa lulusan terbanyak dalam semua tes CPNS di NTT dan kabupaten/kota adalah lulusan Universitas PGRI. Itu hal yang luar biasa. Artinya, dari segi kualitas kami sudah siap melakukan hal-hal seperti itu. Kami juga masih melakukan perbaikan dan pembenahan infrastuktur. Pembangunan gedung yang sementara untuk menampung seluruh aktivitas kegiatan mahasiswa.
Tapi dulu ada juga alumni yang menyatakan tidak puas...
Memang jujur ada beberapa alumni dan mahasiswa yang menyampaikan pendapat rasa tidak puas atas pelayanan lembaga. Ketika saya jadi rektor, maka yang utama saya lakukan memberikan pelayanan publik. Itu yang diutamakan. Contoh staf adiministrasi tidak boleh menunda pekerjaa sampai esok hari sehingga ketika saat wisuda, lulusan langsung terima ijazah dan transkrip nilai. Jadi terobosan pertama yang saya lakukan itu. Sekarang tidak ada lagi yang mengeluh soal pelayanan. Jadi, saya sudah merapatkan barisan dengan para dekan, ketua program studi, untuk sama-sama menberikan perkuliahan dengan baik agar menciptakan SDM yang berkualitas untuk NTT dan Indonesia umumnya.
Anda tokoh muda, di lembaga ini banyak senior, bagaiman Anda menempatkan diri?
Yang pertama kita sama-sama saling menghargai satu dengan lainnya. Yang senior saya anggap bapak saya, saya tidak anggap staf atau bawahan saya. Jujur, pembantu rektor III adalah senior saya. Di atas 60-an tahunumurnya. Tetapi saya anggap mereka itu orangtua saya dan ketika kami melakukan itu adalah keputusan bersama. Saya juga menerima pertimbangan-petimbangan dari mereka ketika saya mengambil keputusan. Supaya kita tidak ada ketersinggungan antara satu dan lainnya. Saya katakan itu karena kami juga manusia. Saya katakan saya lebih muda daripada mereka tapi saya tidak boleh dipermudakan. Ketika saya menghormati, menghargai seluruh orang-orang tua yang ada di sini, pasti mereka menghargai dan menghormati saya.
Kenapa bersedia jadi rektor? Ini merupakan lembaga pendidikan tinggi tidak mudah untuk memimpinnya. Anda dulu kan petinju?
Jadi saya mau katakan, saya juga tidak tahu bisa sampai seperti ini. Tapi ini adalah maksud Tuhan yang menempatkan saya menjadi seorang pemimpin di institusi ini. Kenapa saya katakan begitu? Karena dulu saya di Universitas Nusa Cendana (Undana) hanya sebagai staf administrasi, sekitar 18 tahun. Setelah staf adiminstrasi saya tertarik menjadi dosen di Universitas PGRI pada Fakultas Hukum. Nah, dalam perjalanan itu kami tidak bisa menilai diri kami sendiri karena diri kami ini diatur dan dinilai oleh orang lain. Diukur oleh orang lain ini maksudnya, kami pantas dan mampu atau tidak? Ternyata dalam perjalanan ya seperti ini. Saya juga terkejut ketika teman-teman memilih saya menjadi rektor dan jadi saya pikir ini adalah suara senat dan suara teman-teman adalah suara Tuhan. Saya juga seperti terbangun dari mimpi. Karena saat saya mengajar, saya tidak ingin jadi pemimpin. Saya mengajar untuk menjadi pelayan yang baik bagi masyarakat sehingga orang tahu perilaku saya yang hardstyle. Ternyata saya sekarang menjadi lembut di antara masyarakat dan teman-teman yang ada.
Waktu terpilih jadi rektor, apakah Anda pernah berpikir bisa atau tidak menjalani tugas ini?
Saya pikir apapun yang terjadi kita harus siap. Kenapa saya katakan harus siap karena seorang pemimpin, bukan sebagai seorang komando. Filosofi saya sebagai seorang pemimpin, pertama adalah sebagai pelayan. Artinya, melayani dengan baik kepada seluruh masyarakat dan kepada seluruh jajaran yang ada di kampus ini. Kedua bersikap manajer, mengambil keputusan bersama-sama, tidak dengan cara komando dari atas ke bawah. Ketiga bersikap sebagai seniman. Artinya ketika kami harus senang ya senang bersama-sama, susah juga harus sama-sama.
Tetapi tidak boleh menyusahkan orang lain, tidak boleh menyakiti orang lain. Itu penting. Keempat adalah gaya profesional. Kami harus bersikap profesional saat menjalankan tugas. Kenapa saya katakan itu karena kalau kantor saya buka satu kali 24 jam, maka saya juga ada di sini satu kali 24 jam. Di sini buka setiap saat dan siapa saja boleh masuk, termasuk masyarakat luas, mahasiswa dan pegawai boleh saja datang. Organisasi kepemudaan, OKP lain datang untuk diskusi, saya layani.
Anda menyinggung tentang kelembutan, tapi gaya bicara Anda itu keras. Jadi anggapan orang Anda selalu marah....
Memang kalau orang sudah tahu saya, maka akan berkata itu hanya suara saja Pak Sam, tapi hatinya romantis..haha.. gitu... Suara memang besar tapi tidak marah, itu memang gaya saya. Saya memang begini, sehingga kadang-kadang orang langsung bilang wah Pak Sam ini suaranya keras. Tapi kalau sudah biasa sama saya, bapak itu suaranya memang keras, tapi hatinya lembut seperti salju dan romantis...
Menurut Anda, lebih gampang mana, latih tinju atau jadi rektor?
Jadi jujur saja, untuk tanggung jawab besar itu adalah jadi rektor. Anda pikir saja, sekarang ada lebih dari 5.000 mahasiswa ditambah dosen dan karyawan. Jadi ada sekitar 6.000 orang dengan karakter yang berbeda-beda, persoalan yang berbeda-beda. Ini tanggung jawab yang luar biasa berat sepertiya harus satu kapal semua sekitar 6.000 orang ini, kalau saya salam membawa maka ini bisa tenggelam semua. Ini tanggung jawab besar, karena untuk membina, membimbing, mendidik, orang itu sampai orang itu sukses tidak segampang kita membalik telapak tangan. Tapi yang itu saya katakan, kalau saya latih tinju paling top saya kontrol dua jam. Sementara jadi rektor ini saya bisa sampai 10 jam di kantor. Jam 5, jam 6 baru pulang. Bagaimana membangun kinerja institusi ini agar bisa bersaing dengan institusi yang lain itu penting, menjaring lobi-lobi dengan instansi terkait, baik pemerintah daerah maupun pemerintah itu sangat penting dan tidak gampang.
Bila melatih petinju bisa dengan cara kasar, tapi di sini tidak bisa begitu?
Di sini hanya memakai otak, watak dan otot. Artinya, otot itu bukan pukul, otot itu fisik kerja kalau ada sakit ngapain dia kerja. Watak, bahwa tidak semua di sini dia main dengan cara-cara kekerasan, tinju harus keras. Watak, artinya seperti yang saya katakan tadi yaitu seni kita bermain, mencubit orang tapi orang tidak merasa sakit, hanya rasa saja. Jadi otak, sangat penting bagi kita karena kalau tidak ada otak sama seperti tong kosong nyaring bunyinya. Otak itu menyangkut intelektual, intelegensi. Watak, tidak harus keras dan kita selalu memilih jalan yang terbaik. Saya memang omongnya keras, tapi tidak kasar, hanya senyum saja.
Masih aktif di dunia tinju?
Kalao tinju masih aktif. Saya sebagai Sekretaris Pertina Provinsi NTT.
Anda hobi tinju, apakah di sini juga ada sasana tinju?
Saya sudah bentuk semua cabang olahraga di Universitas PGRI ini, namanya unit kegiatan kemahasiswaan. Yang pertama adalah olahraga kempo, kedua silat, ketiga tim bola voli, keempat tinju, dan kelima atletik. Nah, sekarang ini kami melakukan pembinaan olahraga. Jadi suatu institusi itu ada UKM-nya, tentu UKM itu kita laksanakan secara profesional. Kenapa demikian karena minat dan bakat mahasiswa itu harus sesuai dengan sasarannya. Contoh, Juni tahun 2008, ada mahasiwa kami, Muhamad Ledo, ikut kejuaraan kempo di Aceh. Dan, saat itu Ledo mendapat medali perak. Kejuaraan tinju di Bali, yang ikut Atris Neolaka. Dia mendapat medali emas. Di Surabaya, Adrianus Dae ikut silat juga sukses. Itu namanya pembinaan sehingga benar-benar bina bakat mahasiwa ini bisa mengharumkan nama NTT, bukan Universitas PGRI saja. Saya pikir begitu. Jadi membantu pemerintah untuk melaksanakan program kerja di bidang keolahragaan.
Anda hidup dalam dunia yang keras dan lembut, bagaimana Anda mengelola diri Anda dalam dua dunia ini?
Begini, kita ini kan manusia, kalau ular saja bisa berubah kulit, bagaimana manusia berubah perilaku? Yang menentukan bagaimana hidup seseorang, kemajuan seseorang, tergantung orang itu sendiri. Kenapa saya bilang begitu? Saya punya filosofi satu, saya ini maju, saya berhasil karena Tuhan dan saya juga berhasil karena memakai baju orang lain dan memakai sepatu orang lain. Anda paham? Karena dulu, saya memakai sepatu saya sendiri, misalnya, nomor 43, sekarang saya sudah mengubah nomor sepatu saya menjadi nomor 44. Maksudnya, perilaku yang lama jangan dipertahankan lagi. Sekarang saya harus mengubah perilaku untuk menjadi lebih baik. Kenapa orang lain itu bisa, lalu saya tidak bisa. Saya harus bisa berubah. Kalau kita mau mengubah diri kita, kita harus melihat orang lain. Kita harus mengubah perilaku kita bahwa orang lain bisa, maka kita juga harus bisa. Kalau bukan kita yang mengubah nasib kita, ya siapa lagi. Karena tidak ada orang lain. Kita juga harus tetap ora et labora.
Anda masuk kantor jam berapa?
Saya sekarang sudah terbiasa masuk pukul 07.00 Wita, dan pukul 07.30, semua harus sudah mengisi daftar hadir. Masuk kantor ini adalah kewajiban. Jadi terkadang saya duluan dari karyawan, tapi ada juga bersamaan masuk, tergantung kesibukan saja.
Saat pulang kantor, apakah karyawan menunggu Anda pulang dulu baru mereka pulang?
Tidak juga, karyawan bisa pulang usai jam dinas, yaitu pukul 02.00 Wita. Tapi saya biasanya selesai kerja pukul 17.00 Wita, baru pulang. Tergantung tingkat kesibukan juga. Karena saya tidak bisa atau tidak biasa tinggalkan pekerjaan sampai besok. Kerja hari ini harus selesai hari ini juga. Tapi kalau ada yang lembur, maka mereka dianggap melakukan kerja lembur.
Apa obsesi Anda dalam memimpin Universitas PGRI NTT?
Obsesi saya ke depan adalah bagaimana memperbaiki pencitraan sumber daya manusia NTT melalui Universitas PGRI. Artinya, bagaimana membuat anak-anak NTT yang masih relatif rendah pendidikan sampai mereka mampu mengecap pendidikan tinggi. Obsesi ini belum terjawab namun sudah mulai tampak, terutama kami lakukan melalui SPP murah di Universitas PGRI yang hanya Rp1 juta per semester tanpa uang SKS. Anda bisa bayangkan beta murah uang SPP Rp1 juta per semester zaman sekarang ini. Nilai ini sama dengan SPP Taman Kanak-kanak di Pulau Jawa.
Mengapa saya pertahankan SPP murah ini agar anak-anak muda NTT berkesempatan meniikmati pendidikan tinggi. Ini saya refleksikan pada diri saya saat kuliah beberapa tahu lalu, betapa sulitnya saya ketika harus membayar SPP, terasa berat. Dari pengalaman ini, saya tidak ingin lagi menyusahkan anak-anak muda NTT.
Apakah SPP sebesar itu cukup ekonomis untuk mengelola Universitas PGRI NTT?
Jujur saya katakan, saya pakai mekanisme atau prinsip ekonomi. Artinya, kita harus mampu  memainkan peran-peran penting dan pintar-pintar mengatur keuangan kampus. Sehingga, dana yang ada bisa dialokasikan buat gaji dosen dan karyawan dan membangun kampus. Dan sampai sekarang tidak ada masalah. ***
(Sumber: Pos Kupang dan Indomedia Global [Jakarta])


Biodata
Nama: Samuel Haning, S.H, M.H
TTL: Kupang 9 September 1964
Istri: Elisabet Waluwanja. S.H
Riwayat Pekerjaan
·         PNS di Universitas Nusa Cendana
·         Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas PGRI NTT
·         Pembantu Rektor III (Bidang Kemahasiswaan) Universitas PGRI NTT
·         Pembantu Dekan I (Bidang Akademik) FH Universitas PGRI NTT
·         Pembantu Dekan II (Bidang Administrasi dan Keuangan) Universitas Nusa Lontar Rote Ndao
·         Pembantu Dekan III (Bidang Kemahasiswaan) FH Universitas PGRI
·         Pembantu Rektor III (Bidang Kemahasiswaan) Universitas PGRI NTT
·         Rektor Universitas PGRI NTT 2010-2014
Profesi lain
·         Konsultas Hukum Kantor Bulog NTT
·         Wakil Ketua I DPD I Partai Golkar NTT
·         Ketua Angkatan Muda Partai Golkar NTT
·         Ketua MPW Pemuda Pancasila
·         Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Koni NTT
·         Sekretaris Pertina NTT
·         Komite Organisasi dan Keanggotaan Aspanji NTT

No comments:

Post a Comment