MANUSIA boleh merencanakan, Tuhan yang menentukan. Kata-kata ini agaknya pas untuk sosok Samuel Haning, S.H, MH. Lelaki bertubuh kekar ini dulu dikenal sebagai seorang pemuda yang lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Istilah kasarnya preman jalanan. Sampai kemudian dia tumbuh menjadi seorang petinju yang handal. Ini dibuktikan dengan meraih medali emas dalam suatu kejuraan tinju di Bali beberapa tahun silam.
Watak keras tidak terlepas dari kehidupan masa
silam di jalanan yang telah menempanya. Meskipun sepintas berperilaku kasar, lelaki
ini pun bisa melakukan pekerjaan yang lembut dan menggunakan kecerdasan akal.
Tidak heran bila dia kemudian diterima menjadi staf pengajar di Universitas
PGRI NTT, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dan, siapa sangka lelaki yang kerap
tampil pelontos ini kini memimpin (Rektor) Universitas PGRI NTT.
Lelaki yang bisa disapa Sam ini mengatakan dia
terpilih menjadi Rektor Universitas PGRI NTT sebagai rencana Tuhan melalui
kepercayaan pihak lembaga Universitas PGRI. Baginya, tanggung jawab ini berat
untuk dilaksanakan. Namun sebagai pemimpin, dia memiliki cara untuk menjalankan
tugas ini dengan baik. Cara yang dipilihnya adalah otak, watak dan otot.
Berikut petikan ungkapan pikiran dan obsesi seorang Samuel Haning.
Anda
kini menjadi Rektor Universitas PGRI, apa yang Anda lakukan?
Kegiatan pertama meningkatkan mutu pendidikan agar
masyarakat dapat mengikuti dengan jelas, menilai secara jelas perkembangan
pendidikan di suatu institusi khususnya Universitas PGRI NTT. Baru-baru ini
lembaga ini telah akreditasi 11 program studi. Masih dua program studi yang
belum diakreditasi, sementara diproses.
Dua program studi yang belum diakreditasi, yaitu
Ekonomi Akuntansi dan Bahasa Inggris. Dalam waktu dekat pasti terakreditasi
karena semua persyaratan yang diminta oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN)
Perguruan Tinggi telah kami urus. Hanya masih perlu pembenahan staf
administrasi dari segi pelayanan, termasuk dosen. Dosen lebih fokus pada
kompetensi kegiatan perkuliahan tatap muka dan kompetensi yang dimiliki dosen
itu sendiri. Juga perlahan-lahan memperbaiki satu kurikulum yang namanya
kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi ini harus dimiliki
semua institusi. Apalagi Universitas PGRI ini semakin dikenal luas.
Apakah
ini merupakan langkah PGRI untuk bersaing dengan lembaga pendidikan lain di wilayah
NTT?
Jangan pandang sebelah mata lembaga ini, pengguna
lulusan perguruan tinggi tahu Universitas PGRI kini cukup berkualitas. Saya
ambil contoh, dalam acara wisuda PGRI belum lama ini, di mana sambutan Gubernur
NTT yang disampaikan Wakil Gubernur NTT, Ir.Esthon L Foenay, menyatakan bahwa lulusan
terbanyak dalam semua tes CPNS di NTT dan kabupaten/kota adalah lulusan
Universitas PGRI. Itu hal yang luar biasa. Artinya, dari segi kualitas kami
sudah siap melakukan hal-hal seperti itu. Kami juga masih melakukan perbaikan
dan pembenahan infrastuktur. Pembangunan gedung yang sementara untuk menampung
seluruh aktivitas kegiatan mahasiswa.
Tapi
dulu ada juga alumni yang menyatakan tidak puas...
Memang jujur ada beberapa alumni dan mahasiswa
yang menyampaikan pendapat rasa tidak puas atas pelayanan lembaga. Ketika saya
jadi rektor, maka yang utama saya lakukan memberikan pelayanan publik. Itu yang
diutamakan. Contoh staf adiministrasi tidak boleh menunda pekerjaa sampai esok
hari sehingga ketika saat wisuda, lulusan langsung terima ijazah dan transkrip
nilai. Jadi terobosan pertama yang saya lakukan itu. Sekarang tidak ada lagi
yang mengeluh soal pelayanan. Jadi, saya sudah merapatkan barisan dengan para
dekan, ketua program studi, untuk sama-sama menberikan perkuliahan dengan baik
agar menciptakan SDM yang berkualitas untuk NTT dan Indonesia umumnya.
Anda
tokoh muda, di lembaga ini banyak senior, bagaiman Anda menempatkan diri?
Yang pertama kita sama-sama saling menghargai satu
dengan lainnya. Yang senior saya anggap bapak saya, saya tidak anggap staf atau
bawahan saya. Jujur, pembantu rektor III adalah senior saya. Di atas 60-an
tahunumurnya. Tetapi saya anggap mereka itu orangtua saya dan ketika kami
melakukan itu adalah keputusan bersama. Saya juga menerima pertimbangan-petimbangan
dari mereka ketika saya mengambil keputusan. Supaya kita tidak ada
ketersinggungan antara satu dan lainnya. Saya katakan itu karena kami juga
manusia. Saya katakan saya lebih muda daripada mereka tapi saya tidak boleh
dipermudakan. Ketika saya menghormati, menghargai seluruh orang-orang tua yang
ada di sini, pasti mereka menghargai dan menghormati saya.
Kenapa
bersedia jadi rektor? Ini merupakan lembaga pendidikan tinggi tidak mudah untuk
memimpinnya. Anda dulu kan petinju?
Jadi saya mau katakan, saya juga tidak tahu bisa
sampai seperti ini. Tapi ini adalah maksud Tuhan yang menempatkan saya menjadi
seorang pemimpin di institusi ini. Kenapa saya katakan begitu? Karena dulu saya
di Universitas Nusa Cendana (Undana) hanya sebagai staf administrasi, sekitar
18 tahun. Setelah staf adiminstrasi saya tertarik menjadi dosen di Universitas
PGRI pada Fakultas Hukum. Nah, dalam perjalanan itu kami tidak bisa menilai
diri kami sendiri karena diri kami ini diatur dan dinilai oleh orang lain.
Diukur oleh orang lain ini maksudnya, kami pantas dan mampu atau tidak?
Ternyata dalam perjalanan ya seperti ini. Saya juga terkejut ketika teman-teman
memilih saya menjadi rektor dan jadi saya pikir ini adalah suara senat dan
suara teman-teman adalah suara Tuhan. Saya juga seperti terbangun dari mimpi.
Karena saat saya mengajar, saya tidak ingin jadi pemimpin. Saya mengajar untuk
menjadi pelayan yang baik bagi masyarakat sehingga orang tahu perilaku saya
yang hardstyle. Ternyata saya
sekarang menjadi lembut di antara masyarakat dan teman-teman yang ada.
Waktu
terpilih jadi rektor, apakah Anda pernah berpikir bisa atau tidak menjalani
tugas ini?
Saya pikir apapun yang terjadi kita harus siap.
Kenapa saya katakan harus siap karena seorang pemimpin, bukan sebagai seorang
komando. Filosofi saya sebagai seorang pemimpin, pertama adalah sebagai pelayan. Artinya, melayani dengan baik
kepada seluruh masyarakat dan kepada seluruh jajaran yang ada di kampus ini. Kedua bersikap manajer, mengambil
keputusan bersama-sama, tidak dengan cara komando dari atas ke bawah. Ketiga bersikap sebagai seniman. Artinya
ketika kami harus senang ya senang bersama-sama, susah juga harus sama-sama.
Tetapi tidak boleh menyusahkan orang lain, tidak
boleh menyakiti orang lain. Itu penting. Keempat
adalah gaya profesional. Kami harus bersikap profesional saat menjalankan
tugas. Kenapa saya katakan itu karena kalau kantor saya buka satu kali 24 jam,
maka saya juga ada di sini satu kali 24 jam. Di sini buka setiap saat dan siapa
saja boleh masuk, termasuk masyarakat luas, mahasiswa dan pegawai boleh saja
datang. Organisasi kepemudaan, OKP lain datang untuk diskusi, saya layani.
Anda
menyinggung tentang kelembutan, tapi gaya bicara Anda itu keras. Jadi anggapan
orang Anda selalu marah....
Memang kalau orang sudah tahu saya, maka akan
berkata itu hanya suara saja Pak Sam, tapi hatinya romantis..haha.. gitu...
Suara memang besar tapi tidak marah, itu memang gaya saya. Saya memang begini,
sehingga kadang-kadang orang langsung bilang wah Pak Sam ini suaranya keras.
Tapi kalau sudah biasa sama saya, bapak itu suaranya memang keras, tapi hatinya
lembut seperti salju dan romantis...
Menurut
Anda, lebih gampang mana, latih tinju atau jadi rektor?
Jadi jujur saja, untuk tanggung jawab besar itu
adalah jadi rektor. Anda pikir saja, sekarang ada lebih dari 5.000 mahasiswa
ditambah dosen dan karyawan. Jadi ada sekitar 6.000 orang dengan karakter yang
berbeda-beda, persoalan yang berbeda-beda. Ini tanggung jawab yang luar biasa
berat sepertiya harus satu kapal semua sekitar 6.000 orang ini, kalau saya salam
membawa maka ini bisa tenggelam semua. Ini tanggung jawab besar, karena untuk
membina, membimbing, mendidik, orang itu sampai orang itu sukses tidak
segampang kita membalik telapak tangan. Tapi yang itu saya katakan, kalau saya
latih tinju paling top saya kontrol dua jam. Sementara jadi rektor ini saya
bisa sampai 10 jam di kantor. Jam 5, jam 6 baru pulang. Bagaimana membangun
kinerja institusi ini agar bisa bersaing dengan institusi yang lain itu
penting, menjaring lobi-lobi dengan instansi terkait, baik pemerintah daerah
maupun pemerintah itu sangat penting dan tidak gampang.
Bila
melatih petinju bisa dengan cara kasar, tapi di sini tidak bisa begitu?
Di sini hanya memakai otak, watak dan otot.
Artinya, otot itu bukan pukul, otot itu fisik kerja kalau ada sakit ngapain dia
kerja. Watak, bahwa tidak semua di sini dia main dengan cara-cara kekerasan,
tinju harus keras. Watak, artinya seperti yang saya katakan tadi yaitu seni
kita bermain, mencubit orang tapi orang tidak merasa sakit, hanya rasa saja.
Jadi otak, sangat penting bagi kita karena kalau tidak ada otak sama seperti
tong kosong nyaring bunyinya. Otak itu menyangkut intelektual, intelegensi.
Watak, tidak harus keras dan kita selalu memilih jalan yang terbaik. Saya
memang omongnya keras, tapi tidak kasar, hanya senyum saja.
Masih
aktif di dunia tinju?
Kalao tinju masih aktif. Saya sebagai Sekretaris
Pertina Provinsi NTT.
Anda
hobi tinju, apakah di sini juga ada sasana tinju?
Saya sudah bentuk semua cabang olahraga di
Universitas PGRI ini, namanya unit kegiatan kemahasiswaan. Yang pertama adalah
olahraga kempo, kedua silat, ketiga tim bola voli, keempat tinju, dan kelima
atletik. Nah, sekarang ini kami melakukan pembinaan olahraga. Jadi suatu
institusi itu ada UKM-nya, tentu UKM itu kita laksanakan secara profesional.
Kenapa demikian karena minat dan bakat mahasiswa itu harus sesuai dengan
sasarannya. Contoh, Juni tahun 2008, ada mahasiwa kami, Muhamad Ledo, ikut
kejuaraan kempo di Aceh. Dan, saat itu Ledo mendapat medali perak. Kejuaraan
tinju di Bali, yang ikut Atris Neolaka. Dia mendapat medali emas. Di Surabaya,
Adrianus Dae ikut silat juga sukses. Itu namanya pembinaan sehingga benar-benar
bina bakat mahasiwa ini bisa mengharumkan nama NTT, bukan Universitas PGRI
saja. Saya pikir begitu. Jadi membantu pemerintah untuk melaksanakan program
kerja di bidang keolahragaan.
Anda
hidup dalam dunia yang keras dan lembut, bagaimana Anda mengelola diri Anda
dalam dua dunia ini?
Begini, kita ini kan manusia, kalau ular saja bisa
berubah kulit, bagaimana manusia berubah perilaku? Yang menentukan bagaimana hidup
seseorang, kemajuan seseorang, tergantung orang itu sendiri. Kenapa saya bilang
begitu? Saya punya filosofi satu, saya ini maju, saya berhasil karena Tuhan dan
saya juga berhasil karena memakai baju orang lain dan memakai sepatu orang
lain. Anda paham? Karena dulu, saya memakai sepatu saya sendiri, misalnya,
nomor 43, sekarang saya sudah mengubah nomor sepatu saya menjadi nomor 44.
Maksudnya, perilaku yang lama jangan dipertahankan lagi. Sekarang saya harus
mengubah perilaku untuk menjadi lebih baik. Kenapa orang lain itu bisa, lalu saya
tidak bisa. Saya harus bisa berubah. Kalau kita mau mengubah diri kita, kita
harus melihat orang lain. Kita harus mengubah perilaku kita bahwa orang lain
bisa, maka kita juga harus bisa. Kalau bukan kita yang mengubah nasib kita, ya
siapa lagi. Karena tidak ada orang lain. Kita juga harus tetap ora et labora.
Anda
masuk kantor jam berapa?
Saya sekarang sudah terbiasa masuk pukul 07.00
Wita, dan pukul 07.30, semua harus sudah mengisi daftar hadir. Masuk kantor ini
adalah kewajiban. Jadi terkadang saya duluan dari karyawan, tapi ada juga
bersamaan masuk, tergantung kesibukan saja.
Saat
pulang kantor, apakah karyawan menunggu Anda pulang dulu baru mereka pulang?
Tidak juga, karyawan bisa pulang usai jam dinas,
yaitu pukul 02.00 Wita. Tapi saya biasanya selesai kerja pukul 17.00 Wita, baru
pulang. Tergantung tingkat kesibukan juga. Karena saya tidak bisa atau tidak
biasa tinggalkan pekerjaan sampai besok. Kerja hari ini harus selesai hari ini
juga. Tapi kalau ada yang lembur, maka mereka dianggap melakukan kerja lembur.
Apa
obsesi Anda dalam memimpin Universitas PGRI NTT?
Obsesi saya ke depan adalah bagaimana memperbaiki
pencitraan sumber daya manusia NTT melalui Universitas PGRI. Artinya, bagaimana
membuat anak-anak NTT yang masih relatif rendah pendidikan sampai mereka mampu
mengecap pendidikan tinggi. Obsesi ini belum terjawab namun sudah mulai tampak,
terutama kami lakukan melalui SPP murah di Universitas PGRI yang hanya Rp1 juta
per semester tanpa uang SKS. Anda bisa bayangkan beta murah uang SPP Rp1 juta
per semester zaman sekarang ini. Nilai ini sama dengan SPP Taman Kanak-kanak di
Pulau Jawa.
Mengapa saya pertahankan SPP murah ini agar
anak-anak muda NTT berkesempatan meniikmati pendidikan tinggi. Ini saya
refleksikan pada diri saya saat kuliah beberapa tahu lalu, betapa sulitnya saya
ketika harus membayar SPP, terasa berat. Dari pengalaman ini, saya tidak ingin
lagi menyusahkan anak-anak muda NTT.
Apakah
SPP sebesar itu cukup ekonomis untuk mengelola Universitas PGRI NTT?
Jujur saya katakan, saya pakai mekanisme atau
prinsip ekonomi. Artinya, kita harus mampu
memainkan peran-peran penting dan pintar-pintar mengatur keuangan
kampus. Sehingga, dana yang ada bisa dialokasikan buat gaji dosen dan karyawan
dan membangun kampus. Dan sampai sekarang tidak ada masalah. ***
(Sumber: Pos
Kupang dan Indomedia Global
[Jakarta])
Biodata
Nama: Samuel Haning, S.H, M.H
TTL: Kupang 9 September 1964
Istri: Elisabet Waluwanja. S.H
Riwayat
Pekerjaan
·
PNS di Universitas Nusa Cendana
·
Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas
PGRI NTT
·
Pembantu Rektor III (Bidang
Kemahasiswaan) Universitas PGRI NTT
·
Pembantu Dekan I (Bidang Akademik) FH
Universitas PGRI NTT
·
Pembantu Dekan II (Bidang Administrasi
dan Keuangan) Universitas Nusa Lontar Rote Ndao
·
Pembantu Dekan III (Bidang
Kemahasiswaan) FH Universitas PGRI
·
Pembantu Rektor III (Bidang
Kemahasiswaan) Universitas PGRI NTT
·
Rektor Universitas PGRI NTT 2010-2014
Profesi
lain
·
Konsultas Hukum Kantor Bulog NTT
·
Wakil Ketua I DPD I Partai Golkar NTT
·
Ketua Angkatan Muda Partai Golkar NTT
·
Ketua MPW Pemuda Pancasila
·
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Koni
NTT
·
Sekretaris Pertina NTT
·
Komite Organisasi dan Keanggotaan
Aspanji NTT
No comments:
Post a Comment