Friday, February 7, 2014

Memilih Antara Jahiliyah dan Islam


            Dia adalah Khunsâ’ dengan nama lengkap Tamadlir, putri Amr bin Harits bin Syarid al-Riyahiah al-Sulamiah, dari klan Bani Sulaim. Dia termasuk penyair terpopuler di Arab. Bahkan, penyair kelas wahid dari kalangan penduduk Najd. Dia mengabdikan sebagian besar umurnya di masa jahiliyah. Ketika Islam datang, dia memeluk Islam. Kandungan terindah syairnya adalah ratapan atas dua saudaranya yang meninggal: Shakhr dan Mu’awiyah. Keduanya terbunuh di zaman Jahiliyah
Sebelumnya, Khunsâ’ hanya melantunkan dua atau tiga bait syair, hingga saudara kandungnya, Mu’awiyah bin Amr, meninggal, yang kemudian disusul dengan meninggalnya Shakhr, saudara yang satu ayah dengannya. Di antara keduanya, Shakhr yang paling dicintai, karena dia dermawan dan disayang semua keluarganya. Pada saat memerangi Bani Asad, Shakhr ditusuk oleh Abu Tsur al-Asadi, tusukan yang menyebabkan dia sakit selama setahun, lalu meninggal. Ketika dua saudaranya ini meninggal, Khunsâ’ sudah mulai banyak melantunkan syair. Sebagian dari syair yang dia tujukan kepada Shakhr adalah:

Terbitnya Matahari mengingatkanku pada Shakhr.
Ingatan itu terus membekas di setiap Matahari terbenam.
Tahukah kamu, wahai Shakhr bahwa aku tidak akan melupakanmu,
Hingga aku berpisah dengan ruhku dan kuburanku digali.
Kalau bukan karena banyak yang menangis di sekitar aku,
Atas orang-orang yang meninggal, aku akan bunuh diri.
Mereka tidak menangis, sebagaimana aku menangis atas saudara-saudraku, tetapi,
Aku menghibur diri atas kepergiannya dengan bersabar.

Sebagian dari syairnya lagi adalah:

Tahukah kamu, wahai Shakhr, jika kamu telah membuat mataku mengucurkan air mata.
Maka sesungguhnya kamu telah membuat aku tertawa dalam masa yang panjang.
Aku telah mengingatmu pada setiap perempuan yang kamu santuni.
Karena itu aku adalah orang yang lebih berhak menampakkan sikap santun.
Ketika menangis kepada orang-orang yang terbunuh adalah tercela.
Maka kamu, tangisanmu adalah kebaikan dan keindahan.

Dan masih banyak bait-bait syair yang lain. Khunsâ’ telah menutupi dunia dengan jeritan, tangisan, ratapan dan syair yang dia tujukan kepada saudaranya, Shakhr. Semua syair-syair ini dibuat saat dia masih berada di zaman Jahiliyah.
Begitu Khunsâ’ memeluk Islam, dia punya peranan yang lain. Khunsâ’ menyaksikan peperangan al-Qadisiyah bersama empat putranya. Sebelum berangkat perang, dia menasehati dan menyemangati putra-putranya untuk maju berperang, serta tidak lari dari medan peperangan. Salah satu yang dia nasehatkan kepada anak-anaknya pada malam hari pertama sebelum peperangan dimulai adalah, “Wahai anak-anakku, kalian telah memeluk Islam dan ikut hijrah dengan suka rela. Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain-Nya, sesungguhnya kalian adalah turunan satu laki-laki, sebagaimana kalian turunan satu perempuan. Jangan kalian khianati ayah kalian, menodai paman kalian, menghinakan kedudukan kalian dan mengubah nasab kalian. Sungguh kalian tahu apa yang telah Allah janjikan untuk orang-orang Islam, berupa pahala besar lantaran memerangi orang-orang kafir. Dan ketahuilah bahwa akhirat lebih bagus daripada dunia. Allah SWT berfirman:
 “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS Al-Imrân [3]: 200).
Nasehat Khunsâ’ lebih lanjut, “Apabila sampai besok –kalau Allah menghendaki– kalian masih hidup, maka berangkatlah untuk memerangi musuh kalian dengan meminta pertolongan kepada Allah. Bilamana kalian melihat peperangan menjadi sengit dan mengobarkan bara, masuklah ke tengah-tengah medan perang, lawan orang-orang yang menjadi akar kekuatan perang. Saat tentara sudah saling berhadapan, dapatkan rampasan perang dan kemuliaan di tempat atau rumah keabadian.”
Empat pemuda tersebut lantas bergegas pergi meninggalkan ibunya, Khunsâ’. Mereka tunduk kepada perintahnya dan menerima nasehatnya. Kemudian mereka maju ke medan perang, mereka berperang sambil melantunkan syair. Yang pertama dari mereka maju ke medan perang sambil berkata:

Wahai saudara-saudara, perempuan tua pemberi nasehat,
Telah menasehati kami, ketika kemarin malam memanggil kami.
Nasehat yang mengandung penjelasan yang terang.
Maka, lekas-lekaslah menuju peperangan yang membinasakan dan menyengsarakan.
Sesungguhnya kalian, ketika peperangan, akan berhadapan,
Dengan penduduk Sasan (Persia), dan anjing-anjing penggonggong.
Mereka meyakini bahwa dari kalian akan lahir bencana besar.
Maka kalian akan ada di antara kehidupan yang layak.
 Dia maju, berperang dan terbunuh sebagai syahid.

Selanjutnya giliran yang kedua, maju memerangi musuh, sembari melantunkan syair yang berbunyi:

Demi Allah, kami tidak mendurhakai perempuan tua renta itu, walaupun dengan satu kata.
Dia telah memerintah kami dengan penuh kasih sayang dan kelembutan,
 Darinya penuh belas kasih, kejujuran dan kelembutan.
Maka lekas-lekaslah kalian menuju peperangan yang membinasakan dengan posisi mengepung.
Saya melihat, mereka jarang melakukan kelalaian.
Peperangan, menurut mereka adalah kemuliaan dan menjadi kebiasaan.

Berikutnya giliran yang ketiga maju ke medan perang, seraya bersenandung:

Kamu bukanlah anak dari Khunsâ’, Akhzam,
Amer yang sejak dahulu mempunyai keagungan,
Jika kamu tidak mendatangi golongan dari kumpulan orang-orang Ajam,
Kumpulan Abu Sasan (Persia), kumpulan Rustum.
Dalam setiap pertemuan mulia selalu dibutuhkan pengorbanan; hancurkan ketakutan
Antara pemaksaan sesaat dan kemenangan,
Atau kehidupan menuju jalan yang mulia.

Dan giliran yang keempat maju ke medan perang, seraya bersyair:

Sesungguhnya perempuan tua itu memiliki tekad dan keteguhan hati,
Memiliki cara berpikir yang tepat dan pendapat yang benar.
Dia telah memerintah kami kebenaran dan kebenaran.
Sebagai nasehat darinya dan belas kasih terhadap anak.
Maka, lekas-lekaslah kalian menuju peperangan untuk meningkatkan kuantitas pengikut
Baik dilalui antara pemaksaan atau menguasai Negara.
`           Atau mati yang menyebabkan keabadian.
`           Di Surga Firdaus dalam hidup yang sejahtera.

Keempatnya ikut berperang dan diuji kesabaranya hingga semuanya gugur secara syahid, semoga Allah meridhahi mereka semua.
Tatkala Khunsâ’ mendengar kabar tentang keguguran mereka, dia mengucap, “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan saya dengan terbunuhnya mereka dan saya berharap kepada Allah agar kelak mengumpulkan saya dengan mereka dalam tempat rahmat-Nya (surga).”
Seperti itulah perjalanan hidup Khunsâ’ –semoga Allah merahmatinya– waktu zaman Jahiliyah dan semacam itulah peran hidupnya ketika dia telah memeluk Islam. Di situlah letak kenikmatan perempuan Mukmin yang sabar, semoga Allah meridhainya.

No comments:

Post a Comment