Dia adalah Khunsâ’ dengan nama lengkap Tamadlir, putri Amr bin Harits bin Syarid al-Riyahiah al-Sulamiah, dari klan Bani Sulaim. Dia termasuk penyair terpopuler di Arab. Bahkan, penyair kelas wahid dari kalangan penduduk Najd. Dia mengabdikan sebagian besar umurnya di masa jahiliyah. Ketika Islam datang, dia memeluk Islam. Kandungan terindah syairnya adalah ratapan atas dua saudaranya yang meninggal: Shakhr dan Mu’awiyah. Keduanya terbunuh di zaman Jahiliyah
Sebelumnya, Khunsâ’ hanya melantunkan dua atau tiga bait
syair, hingga saudara kandungnya, Mu’awiyah bin Amr, meninggal, yang kemudian
disusul dengan meninggalnya Shakhr, saudara yang satu ayah dengannya. Di antara
keduanya, Shakhr yang paling dicintai, karena dia dermawan dan disayang semua
keluarganya. Pada saat memerangi Bani Asad, Shakhr ditusuk oleh Abu Tsur
al-Asadi, tusukan yang menyebabkan dia sakit selama setahun, lalu meninggal.
Ketika dua saudaranya ini meninggal, Khunsâ’ sudah mulai banyak melantunkan
syair. Sebagian dari syair yang dia tujukan kepada Shakhr adalah:
Terbitnya Matahari mengingatkanku pada Shakhr.
Ingatan itu terus membekas di setiap Matahari terbenam.
Tahukah kamu, wahai Shakhr bahwa aku tidak akan
melupakanmu,
Hingga aku berpisah dengan ruhku dan kuburanku digali.
Kalau bukan karena banyak yang menangis di sekitar aku,
Atas orang-orang yang meninggal, aku akan bunuh diri.
Mereka tidak menangis, sebagaimana aku menangis atas
saudara-saudraku, tetapi,
Aku menghibur diri atas kepergiannya dengan bersabar.
Sebagian dari syairnya lagi adalah:
Tahukah kamu, wahai Shakhr, jika kamu telah membuat mataku
mengucurkan air mata.
Maka sesungguhnya kamu telah membuat aku tertawa dalam
masa yang panjang.
Aku telah mengingatmu pada setiap perempuan yang kamu
santuni.
Karena itu aku adalah orang yang lebih berhak menampakkan
sikap santun.
Ketika menangis kepada orang-orang yang terbunuh adalah
tercela.
Maka kamu, tangisanmu adalah kebaikan dan keindahan.
Dan masih banyak bait-bait syair yang lain. Khunsâ’
telah menutupi dunia dengan jeritan, tangisan, ratapan dan syair yang dia
tujukan kepada saudaranya, Shakhr. Semua syair-syair ini dibuat saat dia masih
berada di zaman Jahiliyah.
Begitu Khunsâ’ memeluk Islam, dia punya
peranan yang lain. Khunsâ’ menyaksikan peperangan al-Qadisiyah bersama empat
putranya. Sebelum berangkat perang, dia menasehati dan menyemangati
putra-putranya untuk maju berperang, serta tidak lari dari medan peperangan.
Salah satu yang dia nasehatkan kepada anak-anaknya pada malam hari pertama
sebelum peperangan dimulai adalah, “Wahai anak-anakku, kalian telah memeluk
Islam dan ikut hijrah dengan suka rela. Demi Allah yang tidak ada Tuhan
selain-Nya, sesungguhnya kalian adalah turunan satu laki-laki, sebagaimana
kalian turunan satu perempuan. Jangan kalian khianati ayah kalian, menodai
paman kalian, menghinakan kedudukan kalian dan mengubah nasab kalian. Sungguh
kalian tahu apa yang telah Allah janjikan untuk orang-orang Islam, berupa
pahala besar lantaran memerangi orang-orang kafir. Dan ketahuilah bahwa akhirat
lebih bagus daripada dunia. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang
yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap
siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
beruntung.” (QS Al-Imrân [3]: 200).
Nasehat Khunsâ’ lebih lanjut, “Apabila sampai besok –kalau Allah menghendaki– kalian
masih hidup, maka berangkatlah untuk memerangi
musuh kalian dengan meminta pertolongan kepada Allah. Bilamana kalian melihat
peperangan menjadi sengit dan mengobarkan bara, masuklah ke tengah-tengah medan
perang, lawan orang-orang yang menjadi akar kekuatan perang. Saat tentara sudah
saling berhadapan, dapatkan rampasan perang dan kemuliaan di tempat atau rumah
keabadian.”
Empat pemuda tersebut
lantas bergegas pergi meninggalkan ibunya, Khunsâ’. Mereka tunduk kepada
perintahnya dan menerima nasehatnya. Kemudian mereka maju ke medan perang,
mereka berperang sambil melantunkan syair. Yang pertama dari mereka maju ke
medan perang sambil berkata:
Wahai saudara-saudara, perempuan tua pemberi nasehat,
Telah menasehati kami, ketika kemarin malam memanggil
kami.
Nasehat yang mengandung penjelasan yang terang.
Maka, lekas-lekaslah menuju peperangan yang membinasakan
dan menyengsarakan.
Sesungguhnya kalian, ketika peperangan, akan berhadapan,
Dengan penduduk Sasan (Persia), dan anjing-anjing
penggonggong.
Mereka meyakini bahwa dari kalian akan lahir bencana
besar.
Maka kalian akan ada di antara kehidupan yang layak.
Dia
maju, berperang dan terbunuh sebagai syahid.
Selanjutnya giliran yang kedua, maju memerangi musuh, sembari melantunkan syair yang berbunyi:
Demi Allah, kami
tidak mendurhakai perempuan tua renta itu, walaupun dengan satu kata.
Dia telah memerintah
kami dengan penuh kasih sayang dan kelembutan,
Darinya penuh belas kasih, kejujuran dan
kelembutan.
Maka lekas-lekaslah
kalian menuju peperangan yang membinasakan dengan posisi mengepung.
Saya melihat, mereka
jarang melakukan kelalaian.
Peperangan, menurut
mereka adalah kemuliaan dan menjadi kebiasaan.
Berikutnya giliran
yang ketiga maju ke medan perang, seraya bersenandung:
Kamu bukanlah anak
dari Khunsâ’, Akhzam,
Amer yang sejak
dahulu mempunyai keagungan,
Jika kamu tidak
mendatangi golongan dari kumpulan orang-orang Ajam,
Kumpulan Abu Sasan
(Persia), kumpulan Rustum.
Dalam setiap pertemuan mulia
selalu dibutuhkan pengorbanan; hancurkan ketakutan
Antara pemaksaan
sesaat dan kemenangan,
Atau kehidupan menuju
jalan yang mulia.
Dan giliran yang
keempat maju ke medan perang, seraya bersyair:
Sesungguhnya
perempuan tua itu memiliki tekad dan keteguhan hati,
Memiliki cara berpikir
yang tepat dan pendapat yang benar.
Dia telah memerintah
kami kebenaran dan kebenaran.
Sebagai nasehat
darinya dan belas kasih terhadap anak.
Maka, lekas-lekaslah
kalian menuju peperangan untuk meningkatkan kuantitas pengikut
Baik dilalui antara
pemaksaan atau menguasai Negara.
` Atau mati yang menyebabkan keabadian.
` Di Surga Firdaus dalam hidup yang
sejahtera.
Keempatnya ikut berperang dan diuji
kesabaranya hingga semuanya gugur secara syahid, semoga Allah meridhahi mereka
semua.
Tatkala Khunsâ’
mendengar kabar tentang keguguran mereka, dia mengucap, “Segala puji bagi Allah
yang telah memuliakan saya dengan terbunuhnya mereka dan saya berharap kepada Allah
agar kelak mengumpulkan saya dengan mereka dalam tempat rahmat-Nya (surga).”
Seperti itulah
perjalanan hidup Khunsâ’ –semoga Allah merahmatinya– waktu zaman Jahiliyah dan
semacam itulah peran hidupnya ketika dia telah memeluk Islam. Di situlah letak
kenikmatan perempuan Mukmin yang sabar, semoga Allah meridhainya.
No comments:
Post a Comment