Thursday, February 6, 2014

Peserta JKN Didominasi Pasien Berpenyakit Berat


Kepala Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Adi Soemarno, mengatakan pendaftar Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) jalur mandiri di daerahnya sejak 1 Januari hingga 5 Februari 2014 baru mencapai 1.860 orang. Peserta mandiri tersebut didominasi ibu hamil dan pasien berpenyakit berat.

"Kebanyakan pasien yang sudah dirawat di rumah sakit baru mengurus JKN," kata dia kepada Tempo, Rabu, 5 Februari 2014.

Menurut Adi, hal itu menunjukkan masih rendahnya kesadaran warga untuk mengurus asuransi saat masih sehat. Padahal, idealnya sistem jaminan sosial tersebut menggunakan subsidi silang antara peserta yang sehat dan berkecukupan dengan peserta dalam kondisi sakit. "Sistem gotong-royong istilahnya," kata Adi.

Untuk meningkatkan jumlah peserta mandiri, BPJS terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Ada 55 persen dari total penduduk 1.568.898 jiwa di Banyuwangi yang harus masuk JKN jalur mandiri hingga 2019 mendatang. BPJS Banyuwangi melayani 70 ribu peserta PNS dan 552.737 peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Direktur RSUD Blambangan Taufiq Hidayat mengatakan sejak program JKN berlaku, jumlah pasien yang berobat meningkat dua kali lipat. Dalam sehari, RSUD Blambangan menerima 250 peserta JKN yang berobat, baik rawat inap maupun rawat jalan. "Sebelum program JKN, pasien yang berobat sekitar 100 orang," kata dia.

Taufiq membenarkan pasien JKN didominasi oleh berpenyakit berat seperti diabetes, stroke, jantung dan lain-lainnya. Mereka baru mengurus JKN setelah dirawat di rumah sakit. Pasien cukup membayar premi antara Rp 25 ribu-Rp 59 ribu per bulan dan biaya pengobatan menjadi gratis. "Kalau tak punya JKN, biaya pengobatan pasti jutaan rupiah," katanya.

Achmad, warga Kecamatan Banyuwangi, mengatakan mendaftar JKN untuk anaknya yang akan operasi usus buntu di RSUD Blambangan. "Anak saya mau operasi," kata Achmad. Tanpa JKN, dia khawatir biaya operasi bisa mencapai Rp 5 juta lebih. "Saya tak punya uang," katanya. (www.tempo.co)

No comments:

Post a Comment