Kepala Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Adi Soemarno, mengatakan pendaftar Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) jalur mandiri di daerahnya sejak 1 Januari hingga 5 Februari 2014 baru mencapai 1.860 orang. Peserta mandiri tersebut didominasi ibu hamil dan pasien berpenyakit berat.
"Kebanyakan
pasien yang sudah dirawat di rumah sakit baru mengurus JKN," kata dia
kepada Tempo, Rabu, 5 Februari 2014.
Menurut Adi, hal
itu menunjukkan masih rendahnya kesadaran warga untuk mengurus asuransi saat
masih sehat. Padahal, idealnya sistem jaminan sosial tersebut menggunakan
subsidi silang antara peserta yang sehat dan berkecukupan dengan peserta dalam
kondisi sakit. "Sistem gotong-royong istilahnya," kata Adi.
Untuk meningkatkan
jumlah peserta mandiri, BPJS terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Ada
55 persen dari total penduduk 1.568.898 jiwa di Banyuwangi yang harus masuk JKN
jalur mandiri hingga 2019 mendatang. BPJS Banyuwangi melayani 70 ribu peserta
PNS dan 552.737 peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Direktur RSUD
Blambangan Taufiq Hidayat mengatakan sejak program JKN berlaku, jumlah pasien
yang berobat meningkat dua kali lipat. Dalam sehari, RSUD Blambangan menerima
250 peserta JKN yang berobat, baik rawat inap maupun rawat jalan. "Sebelum
program JKN, pasien yang berobat sekitar 100 orang," kata dia.
Taufiq membenarkan
pasien JKN didominasi oleh berpenyakit berat seperti diabetes, stroke, jantung
dan lain-lainnya. Mereka baru mengurus JKN setelah dirawat di rumah sakit.
Pasien cukup membayar premi antara Rp 25 ribu-Rp 59 ribu per bulan dan biaya
pengobatan menjadi gratis. "Kalau tak punya JKN, biaya pengobatan pasti
jutaan rupiah," katanya.
Achmad, warga
Kecamatan Banyuwangi, mengatakan mendaftar JKN untuk anaknya yang akan operasi
usus buntu di RSUD Blambangan. "Anak saya mau operasi," kata Achmad.
Tanpa JKN, dia khawatir biaya operasi bisa mencapai Rp 5 juta lebih. "Saya
tak punya uang," katanya. (www.tempo.co)
No comments:
Post a Comment