Oleh B Ali Priambodo
Ketua Umum
Poros Wartawan Jakarta.
Peringatan Hari Pers
Nasional (HPN) yang jatuh pada hari ini membuat kita selalu bertanya, apakah
layak untuk diperingati disaat kemerdekaan untuk berekspresi belum kita raih?
Masih segar dalam
ingatan kita beberapa persitiwa penyiksaan hingga pembunuhan yang dialami
saudara-saudara kita yang berprofesi sebagai pemburu berita.
Sebut saja Ridwan,
kontributor Sun TV tewas teraniaya saat meliput bentrok antarwarga di Tual,
Maluku Tenggara.
Selanjutnya, wartawan
Merauke TV ditemukan tewas mengambang di sebuah sungai di Merauke, setelah
dilaporkan hilang oleh keluarganya. Hasil otopsi menunjukkan adanya indikasi
penganiayaan.
Lalu, seorang wartawan
di Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), mendapatkan teror akibat berita yang
ditulisnya tentang pembalakan liar.
Di Tangerang, wartawan
Global TV dan Indosiar diancam akan dibakar hidup-hidup ketika sedang meliput
kasus pencemaran lingkungan oleh sebuah pabrik.
Demikian sedikit
gambaran mengenai pengekangan kemerdekaan pers pada momentum hari pers nasional
tahun ini.
Oleh karena itu, pada
momentum hari pers nasional, kita sebagai insan pers harus menuntut ke negara
untuk melindungi keselamatan wartawan dalam menjalankan tugasnya. Juga dari
kesadaran semua pihak untuk menyelesaikan keberatan atas pemberitaan media
secara beradab dan nir-kekerasan. Keselamatan wartawan masih menjadi masalah
serius di Indonesia.
Faktor yang menonjol
adalah lemahnya perlindungan negara terhadap profesi wartawan. Pemerintah juga
lamban merespons tindakan kekerasan yang terjadi, bahkan dalam beberapa kasus
cenderung membiarkan. Kedaluwarsanya kasus pembunuhan Udin, wartawan Bernas,
Yogyakarta, merupakan contoh tak terbantahkan di sini.
Selain rentan dengan
kekerasan, profesi wartawan jauh dari layak sejahtera. Jika berdasar pada upah
layak wartawan, Gaji atau honor untuk wartawan pemula 3,5 - 4 juta, setelah 2
tahun 6 juta dan seterusnya disertai dengan jaminan kesehatan, asuransi kecelakaan
dan premi pendidikan jika wartawan tersebut mau melanjutkan jenjang pendidikan
sesuai dengan kebutuhan kantor media terkait.
Dengan catatan upah
sebaiknya juga disesuaikan dengan wilayah kerja wartawan, apakah itu di
kepulauan, daerah terpencil atau tempat-tempat tertentu yang mengeluarkan
ongkos lebih, atau tempat-tempat yang
memang harga-harga kebutuhan pokok dan
transportasi di atas rata-rata.
Umumnya jurnalis
sama-sama mencari berita, dan gajinya pun harusnya seragam, dan berdasarkan pada kebutuhan hidup
layak, tapi pada kenyataannya berbeda antara elektronik dan online, sesuai
kebutuhan dan kebijakan kantor media dan kantor media harusnya berpijak pada
upah layak wartawan.
Oleh karena itu, kami
Poros Wartawan Jakarta (PWJ) mendesak pemerintah segera menetapkan dan
mengesahkan Upah layak Wartawan dan Jaminan Asuransi Kesehatan bagi wartawan
secara nasional.
Wartawan dalam UU di
akui sebagai buruh, tanggung jawab terhadap jaminan kesehatan dan kesejahteraan
tidak lagi semata-mata menjadi tanggung jawab Perusahaan Media, tetapi juga
tanggung jawab negara, insan pers sebagai warga negara yang mempunyai fungsi
menjalankan pelaksanaan pilar demokrasi, layak mendapat jaminan untuk
meningkatkan kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan.
Ada lebih dari 50 jenis
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan itu tidak sebanding dengan upah yang diperoleh
jurnalis saat ini. 50 jenis Itu berdasarkan kebutuhan yang ditetapkan oleh
kementerian tenaga kerja.
Tapi setidaknya sejumlah
kebutuhan dibawah ini seharusnya bisa menjadi ukuran upah layak yang harusnya
bisa diterima wartawan,
- Sandang (3-4 bln
sekali belanja pakaian, sepatu dll),
- Papan (Tetap, sewa,
Kontrak ),
- Pangan (Lauk pauk
sederhana min. 15 rb 3 x sehari x 30 hari),
- Pulsa Rp.100,- / bln
(min..),
- Hiburan (Nonton 1 x
sebulan, piknik ),
- Service Kendaraan
(Min. Rp. 200 rb ,- / bln,
- Lain-lain (Parfum,
acesoris dll), termasuk biaya polis asuransi.
Walaupun sulit
mengukurnya antara wartawan asing dan indonesia, karena belum ada data yang
kuat. Tetapi indonesia tidak kalah bagus dan militannya dengan media atau
wartwan asing.
Wartawan Indonesia tidak
kalah mutu. Hanya beda di Lokal dan asing saja, justru terkadang yang membuat
tidak bermutu itu pemilik medianya, yang mengarahkan wartawannya jadi media
berpihak atau By Order dan tentunya media asing punya dukungan penuh terkait
pembiayaan, kelengkapan wartawan dalam peliputan dan media asing lebih menghargai karya-karya jurnalistik
ketimbang media media nasional.
Terkait tahun politik,
jangan pula negara dengan kekuasaannya mengatur Media untuk menjadi corong bagi
keberhasilan-keberhasilan pemerintah yang hanya menguntungkan bagi partai
penguasa. Termasuk para pemilik media yang berpolitik untuk menjaga agar
medianya tetap netral dan tidak memperalat medianya sebagai pendongkrak
popularitasnya. Porsi yang sama juga harus diberikan bagi calon lainnya yang
bertarung di 2014.
Selamat Hari Pers
Nasional dan Salam Kebebasan PERS
No comments:
Post a Comment