KPK menemukan konflik kepentingan dalam penyusunan anggaran dan rangkap jabatan.
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang dilaksanakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial ternyata akan
mempunyai potensi korupsi yang
tentunya akan merugikan negara.
Juru
bicara KPK Johan Budi, saat dikonfirmasi mengatakan, ada beberapa aspek, ini
sesuai dengan kajian yang telah dibahas oleh
KPK.
"Kajian
ini dilakukan Agustus-Desember 2013, dengan metode prospective analysis,"
kata Johan, Minggu(16/2/2014).
Menurut
Johan, dari kajian itu, KPK menemukan sejumlah masalah, pertama, dalam
penyusunan anggaran, KPK menemukan konflik kepentingan dalam penyusunan
anggaran dan rangkap jabatan. Dimana penyusunan anggaran disusun Direksi BPJS
dan disetujui Dewan Pengawas tanpa ada keterlibatan pemerintah dan pihak
eksternal. Sedangkan anggaran Dewan Pengawas berasal dari anggaran BPJS juga.
Karena
itu, lanjut Johan, KPK merekomendasikan
untuk merevisi UU 24 Tahun 2011 tentang BPJS sehingga pengelolaan operasional
BPJS itu melibatkan persetujuan pihak eksternal. Selain itu, KPK juga meminta
Pemerintah segera mengangkat Dewan Pengawas dan Direksi BPJS yang bersedia
untuk tidak rangkap jabatan.
Kedua
adalah potensi kecurangan di dalam
pelayanan, dalam hal ini KPK menyoroti celah bagi rumah sakit untuk
menaikkan klasifikasi atau diagnosis penyakit dari yang seharusnya (upcoding).
Ketiga,
sistem pengawasan masih lemah, seperti pengawasan internal, tidak ada antisipasi dalam melonjaknya jumlah
peserta BPJS.
Sedangkan
untuk pengawasan eksternal, KPK menilai ada ketidakjelasan areal pengawasan.
Saat ini, ada tiga lembaga yang mengawasi BPJS, yakni Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Dalam
hal ini KPK menyarankan adanya pengawasan publik, KPK meminta agar CSO dan
akademisi dilibatkan dalam pengawasan JKN. (jaringnews.com)
No comments:
Post a Comment