“Hanyalah yang
memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan
termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”
QS
At Taubah (9): 18
KAMPUNG RAMBUTAN, Jakarta Timur, 1984. Sembilan
tahun berlalu Ardju Fahadaina menapaki kehidupan di Metropolitan Jakarta. Dia
telah pula mengarungi bahtera rumah tangga dengan satu anak. Dan, kendati gaji
dari pabrik sepatu Bata relatif
kecil, dia tidak perlu lagi repot-repot memikirkan uang kontrak rumah yang
terus naik saban tahun.
Tanpa
terasa, gajinya yang dipotong Rp11.000 tiap pekan selama bekerja di Bata telah mewujud menjadi sebidang
tanah seluas 174 meter persegi di Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Lalu, di
atas tanah itu dia membangun rumah mungil buat tinggal keluarga kecil berbalut
kehangatan dan keakraban setiap kali pulang dari bekerja.
“Rumah
kenangan itu hasil celengan saya sewaktu bekerja di Bata. Waktu itu personalia Bata,
Pak Mulyanto, punya cara bagaimana agar karyawan Bata bisa mempunyai tanah dan rumah. Dia beli tanah murah kemudian
dikreditkan ke teman-teman sesama karyawan, termasuk saya. Saya mendapat 174 meter
persegi setelah dipotong Rp11 ribu tiap gajian. Itu yang bikin kaget istri
saya, dikira saya ini punya uang banyak. Ternyata minus, uang gaji habis terus.
Tapi, alhamdulillah jadi tanah dan rumah itu,” tutur Ardju Fahadaina mengenang rumah
pertama yang dimilikinya.
Tahun 1985 Ardju
pindah kerja ke perusahaan sepatu Nike.
Berpindah ke multinasional asal Amerika Serikat itu dia sangat bersyukur karena
ada peningkatan gaji dibandingkan di tempat yang sebelumnya. Dia pun mampu
menyisihkan sebagian gajinya buat ditabung. Dari hasil tabungan di Nike itu, Ardju Fahadaina bisa
memperluas tanah yang dimilikinya di Kampung Rambutan. Dari semula 174 meter
persegi, dia mampu membeli lagi di bagian belakang rumah sampai luas tanah
miliknya mencapai 550 meter persegi.
Kesejahteraan
Ardju, istrinya Ulfa, dua anaknya Ivan dan Nofili (yang lahir tahun 1985) semakin
bertambah. Di tahun 1985 itu pula, Ardju sudah mampu membeli satu kendaraan
bermotor roda empat (mobil). Dia tak perlu lagi berpanas-panasan atau terpaksa hujan-hujanan
menumpang sepeda motor berempat di saat menikmati pelesiran berkeliling Jakarta
pada hari libur. Ardju telah mampu menciptakan satu keluarga kecil bahagia
sejahtera dengan dua orang anak.
Rajin dan Disiplin
Bekerja
Sebagai
entitas usaha baru di Indonesia, Nike
ketika itu belum terbangun dalam satu sistem kerja yang bagus sebagaimana manajemen
di Bata. Sebagai orang yang cukup
punya pengalaman kerja dengan sistem kerja yang apik di Bata, Ardju cukup rajin berbagi ilmu pada sesama karyawan Nike. Dia menularkan ilmu tentang
manajemen purchasing yang benar serta
pengelolaan distribusi dan pemasaran sepatu yang pas untuk Indonesia.
Pendek cerita,
dia berusaha memberi manfaat dan maslahat bagi perusahaan yang baru
dimasukinya. Dia tidak segan-segan bekerja keras sepenuh hati demi kemajuan Nike di Indonesia. Bahkan, dapat
dikatakan dia menjadi karyawan Nike
yang memiliki integritas yang baik dan amat dipercaya oleh atasan.
Selama
bekerja, baik di Bata maupun di Nike, Ardju Fahadaina senantisa menjaga
integritas. Ya, integritas. Melalui integritas, sosok seseorang terlihat secara
utuh, menyeluruh dan komplit. Dalam arti keutuhan pada semua aspek kehidupan,
khususnya antara perkataan dan perbuatan. Orang yang memiliki integritas adalah
orang yang menyatu kata dan perbuatannya. Dia berkata jujur dan tentu saja
tidak berbohong.
Pakar
kepemimpinan Stephen R. Covey membedakan antara kejujuran dan integritas.
Menurut Covey, kejujuran berarti menyampaikan kebenaran, ucapannya sesuai
dengan kenyataan. Sedangkan integritas membuktikan tindakannya sesuai dengan
ucapannya. Lebih tegas lagi, orang yang berintegritas didefinisikan sebagai
orang yang iman dan perbuatannya menyatu, bahkan dari perbuatannya, orang
melihat imannya.
Berkat
integritas dan konditenya yang terjaga baik, Ardju tetap dapat bekerja di Nike meski manajemen berganti dari PT JJ
Enterprise ke PT Hardaya Aneka Shoes Industry milik pengusaha Siti Hartati
Murdaya.
Di perusahaan
sepatu Nike, gaji Ardju Fahadaina
relatif lebih tinggi dibandingkan sewaktu di Bata. Namun, mengingat kebutuhan sehari-hari yang juga terus
membubung, Ardju berusaha mencari penghasilan tambahan –tanpa mengabaikan
seluruh kewajiban kerja di Nike. Dia
tetap terus menjaga integritas dan kondite kerja.
Dia lantas
memanfaatkan waktu libur, Sabtu-Ahad, untuk bekerja paruh waktu (part time) di perusahaan sejenis. Waktu
itu ada perusahaan sepatu asal Amerika, Tristar,
yang juga ingin mengepakkan sayap bisnisnya ke Indonesia. Perusahaan ini
merekrut mantan Direktur Marketing Bata,
Mr. Seato. “Waktu saya keluar dari Bata,
beliau nyusul keluar juga. Lalu beliau memperoleh kepercayaan dari Tristar untuk membuka pabrik dan kantor
di Indonesia. Beliau langsung mencari saya. Mungkin di mata dia, saya ini cocok
dan prestasi saya cukup baik. Dia mencari saya, begitu ketemu ya langsung
disuruh bekerja. Saya jadi representative
office. Bahkan, saya tidak hanya bekerja part time Sabtu-Ahad, tapi juga di hari-hari kerja. Pagi sebelum bekerja
di Nike, saya ke wartel dulu, kirim
atau terima faks, siang dibaca Mr. Seato. Sore saya lihat lagi adakah faks yang
masuk buat saya. Pagi-siang-sore itu tidak istirahat, kerja terus. Shalat lalu
makan buru-buru langsung kerja lagi,” terang Ardju Fahadaina mengenang
pengalamannya merangkap kerja di Nike dan
Tristar.
Kendati
seluruh waktunya buat bekerja keras penuh disiplin di Nike dan Tristar, Ardju
tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang Muslim. Secara tegas dan
lantang, dia berani menolak tugas bila sampai mengganggu waktunya menjalankan
kewajiban seorang penganut agama Islam. Ceritanya, suatu waktu, pemilik PT JJ
Enterprise menugaskannya ke Surabaya, Jawa Timur. Karena bertepatan dengan Hari
Raya Idul Adha, dia langsung menolak. Namun bos PT JJ tidak mau mengerti dan
tetap berkukuh Ardju harus berangkat. Sampai kemudian Ardju mengundurkan diri
dari Nike.
Beberapa
saat berselang, ternyata bos PT JJ menyadari kesalahannya. Dia kembali
memanggil Ardju lantaran kompetensinya memang benar-benar dibutuhkan. Ketika
itu Nike mengalami penurunan penjualan dan manajemen menilai kompetensi Ardju
akan mampu menyelesaikan persoalan krisis ini.
Begitulah
sosok Ardju Fahadaina yang sedari kecil menjunjung tinggi etos disiplin, kerja
keras, amanah, rajin dan jujur. Dari situlah integritasnya terbentuk dan senantiasa
memberi manfaat dan maslahat pada setiap tempat yang dimasukinya. Dari bekerja
penuh integritas itu pula, Ardju meyakininya sebagai wujud rasa syukur kepada
Allah Yang Maha Pemberi Rezeqi.
Sebagaimana
firman Allah, “Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari
geung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang seperti kolam
serta periuk yang tetap. Bekerjalah, hai keluarga Daud, untuk bersyukur. Dan
sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS Saba’ [34]: 13)
Dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3
(2000: 920), Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Tsabit al-Banani, dia berkata,
“Sesungguhnya Daud as telah menugaskan shalat kepada keluarga, anak dan
istrinya.” Maka tidaklah siang dan malam datang melainkan anggota keluarga Daud
itu mendirikan shalat. Karena itu, Allah berfirman, “Bekerjalah, hai keluarga
Daud, untuk bersyukur. Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang
bersyukur.”
Para ulama
tafsir menafsirkan firman Allah (Bekerjalah, hai keluarga Daud, untuk bersyukur
[kepada Allah]) dengan pengertian kerjakanlah pekerjaan kalian sebagai wujud
syukur kepada Allah SWT.
Dalam ayat
ini Allah menjelaskan kata “bekerjalah” dan tidak menyatakan “syukurlah” untuk
menerangkan hubungan erat antara tiga macam syukur, yaitu syukur dengan hati,
syukur dengan lisan dan syukur dengan seluruh anggota badan.
Ardju
Fahadaina bersyukur lisan dengan senantiasa melafadzkan asma Allah,
pujian-pujian, dzikir dan istighfar mohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun.
Lalu, dia pun bersyukur hati dengan selalu mengingat Allah, baik pagi, siang,
maupun malam. Dan, dia tidak lupa pula bersyukur dengan seluruh anggota badan
melalui kerja keras dan membelanjakan hartanya di jalan Allah SWT.
Allah tidak
hanya menyuruh umatnya bekerja sebagai wujud rasa syukur. Di balik perintah
yang seolah hanya dikhususnya kepada keluarga Daud itu, Allah mencintai orang
mukmin yang bekerja. Rasulullah Muhammad saw bersabda, “Allah mencintai orang
mukmin yang bekerja.” (HR Thabrani dan Baihaqi)
Membelanjakan Harta di
Jalan Allah
Sekitar
tiga tahun bekerja di pabrik sepatu Bata,
tahun 1977, Ardju memperoleh Tunjangan Hari Raya (THR). Dia lantas terpikir untuk
memberikan THR yang diperolehnya tersebut buat ‘pesangon’ pengosongan lahan
PJKA yang di atasnya segera didirikan sebuah masjid. Tanpa berpikir panjang
lagi, seluruh uang THR itu dia berikan buat uang kerohiman warga yang menempati
lahan PJKA yang kini telah berdiri Masjid Nurhidayah. Dia menyadari sepenuhnya
gaji yang diperoleh dari Bata (saat
itu) sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia tidak bersedih hati
atau menyesali dana THR buat dibelanjakan di jalan Allah SWT –ketika itu untuk
merealisasikan pembangunan masjid di kampung halamannya, Kampung Serangan, Kemantren
Pamong Praja Ngampilan, Yogyakarta.
Dia ikhlas
membelanjakan hartanya di jalan Allah karena meyakini benar janji Allah. Bahwa
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak
mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan
dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi
Allah. Dan tidak ada kehawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. (QS Al Baqarah [2]: 262)
Allah Yang
Mahasuci lagi Mahatinggi memuji orang-orang yang meninfakkan hartanya pada
jalan Allah, lalu mereka tidak mengiringi kebaikan dan sedekah yang telah
mereka infakkan itu dengan menyebut-nyebut pemberian mereka, tidak
mengatakannya kepada siapapun, dan tidak mengungkit-ungkit baik dengan perkataan
maupun perbuatan. Firman Allah “tidak menyakiti”, yakni mereka tidak melakukan
hal-hal yang tidak disukai terhadap orang yang menerima kebaikan mereka; hal
yang dapat menghapus kebaikan yang telah berlalu. Kemudian Allah menjanjikan
kepada mereka balasan yang banyak atas perbuatan mereka itu. Allah berfirman:
“Bagi mereka pahala pada sisi Tuhan mereka.” Yakni, pahala mereka itu dijamin
oleh Allah, bukan oleh selain Dia. “Tiada kehawatiran atas mereka” dalam
menghadapi berbagai bencana yang akan mereka hadapi pada hari kiamat. “Dan
tidak pula mereka bersedih hati” atas kehidupan dunia dan kemilaunya yang
mereka tinggalkan di belakang.
Lalu Allah
berfirman, “Perkataan yang baik” seperti kalimat tayyibah dan doa kepada kaum Muslim, “dan ampunan” serta permintaan
maaf dari kezalimam, “adalah lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan
menyakiti si penerima, Allah Mahakaya” dari bantuan makhluk-Nya, “lagi Maha
Penyantun”, yakni Dia menyantuni, mengampuni dan memaafkan. Dalam Shahih Muslim dikatakan, dari Abu Dzar,
dia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ada tiga golongan orang yang tidak
akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan diperhatikan, dan
tidak akan disucikan, dan bagi mereka azab yang pedih: orang yang menyebut-nyebut
pemberiannya, orang yang memanjangkan kainnya (karena sombong), dan orang yang
melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR Muslim)
Sejak muda-belia,
bahkan ketika masih kanak-kanak, sosok Ardju Fahadaina memang sudah menerima
pengajaran tentang betapa pentingnya menunaikan kewajiban zakat, infak dan
sedekah (ZIS). Karena, zakat adalah bagian dari rukun Islam yang harus
ditunaikan oleh setiap insan Muslim, sebagai sarana untuk mensucikan harta dan
jiwanya. Dengan begitu dikenal adanya dua jenis zakat, yakni zakat harta (maal)
dan zakat fitrah.
Setiap kali
memperoleh rezeqi, Ardju selalu memotong langsung zakatnya yang 2,5%. Selebihnya,
dia berusaha mengalokasikan buat sedekah dan infak. Ilustrasi penghitungannya
sederhana: setiap rezeqi yang diperolehnya diibaratkan bernilai 40 perak, lalu
satu perak disisihkan buat zakat, 13 perak buat memenuhi kebutuhan keluarga, 13
perak untuk sedekah dan infak, serta 13 perak lainnya buat mengembangkan
bisnis/usaha.
Ardju
mengenang, perhitungan sederhana itu dia peroleh dari Ustadz Subki Abdulkadir dalam
satu kesempatan bersilaturrahim ke rumah Ustadz Subki di Bekasi, Jawa Barat. “Dalam
satu pengajian di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, saya terkesan
materi sedekah dan infak yang disampaikan Ustadz Subki. Untuk itu, usai
pengajian saya minta waktu agar diperkenankan silaturrahim ke rumah beliau. Beliau
tidak keberatan. Dan tiba di kediaman beliau, saya sampaikan apa yang ingin
saya pahami soal sedekah dan infak. Beliau memberikan rumusan sederhana bahwa
rezeqi yang kita peroleh ibarat memiliki nilai total 40 perak. Lantas dari situ
langsung saja dialokasikan: 1 perak buat zakat, 13 perak untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, 13 perak untuk mengembangkan usaha, dan 13 perak lagi
sebagai sedekah dan infak. Sejak pertemuan saya dengan beliau di pertengahan
1990-an itu saya selalu menerapkan konsep pemenuhan ZIS seperti itu,” papar
Ardju Fahadaina.
Sedekah
memang merupakan pengertian yang luas. Sedekah itu terbagi dua: yang bersifat tangible (materi/fisik) dan intangible (non-fisik). Sedekah yang tangible terdiri dari yang fardhu
(wajib) dan sunnah. Sedekah yang wajib adalah apa yang dikenal sebagai zakat.
Sedangkan sedekah yang sunnah adalah apa yang selama ini kita kenal sebagai
infak dan sedekah.
Lalu
sedekah intangible meliputi (minimal
lima), yaitu: pertama tasbih, tahmid,
tahlil dan takbir. Kedua, yang
berasal dari badan berupa senyum, tenaga untuk bekerja dan membuang duri di
jalanan. Ketiga, menolong atau
membantu orang yang kesusahan dan memerlukan bantuan. Keempat, menyuruh kepada kebaikan atau yang ma’ruf. Dan kelima, menahan diri dari kejahatan atau
merusak.
Gambaran
sedekah tersebut dapat dikatakan ada di dalam diri pribadi Rasulullah Muhammad
saw. Rasulullah adalah pribadi yang murah senyum, suka menolong orang lain,
banyak berbuat kebajikan, sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan, dan tidak
berbuat merusak. Beliau juga selalu menunaikan sedekah dan berinfak setiap hari.
Bilamana memperoleh rezeqi (uang), maka setelah dibelanjakan untuk keperluan
pribadi dan keluarga, sisanya tidak pernah disimpan lewat malam sampai esok
harinya namun hari itu pula diinfakkan seluruhnya.
Infak model
demikian diprioritaskan oleh Rasulullah saw. Karena, meminjam ulasan Achmad
Subianto dalam bukunya Ringkasan Mengapa
& Bagaimana Membayar Zakat (2004: 11-14), infak memiliki banyak
manfaat. Di antaranya, pertama, sebagai
suatu demonstrasi keikhlasan, semakin banyak infak dikeluarkannya menunjukkan
semakin tinggi keikhlasan seseorang dan semakin mendekati ridha Allah. “...Dan
tidaklah kamu nafkahkan sesuatu melainkan karena mengharapkan ridha Allah...”
(QS Al Baqarah [2]: 272)
Kedua, mengeluarkan infak identik dengan
memberi pinjaman yang baik kepada Allah. “Siapa yang mau memberi pinjaman yang
baik (menginfakkan hartanya di jalan Allah), maka Alllah akan melipat-gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak...” (QS Al Baqarah [2]:
245)
Ketiga, infak yang dikeluarkan akan
diganti oleh Allah SWT. “...Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah
akan menggantinya. Dan Dia lah Pemberi Rezeqi yang sebaik-baiknya.” (QS Saba’
[34]: 39) Lalu keempat, infak akan
dibalas dengan kecukupan dan tidak dianiaya/dirugikan. “...Apa saja yang kamu
infakkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kami
tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS Al Anfaal [8]: 60)
Kelima, infak yang dikeluarkan akan
memperoleh balasan 700 kali dari Allah. “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah) adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir muncul 100
bijir, Allah melipat-gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas (karuni-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah [2]: 261) Dan keenam, mereka yang aktif berinfak
termasuk orang-orang yang bertaqwa. “...surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun pada waktu sempit ...” (QS
Ali ‘Imran [3]: 133-134)
Sosok Ardju
Fahadaina berusaha meneladani Rasulullah dalam membelanjakan hartanya di jalan
Allah SWT. Dia terus aktif menunaikan zakat sesuai porsi yang diwajibkan. Di
luar alokasi zakat (zakat jiwa ataupun zakat harta), dia pun terus mendorong
diri dan keluarganya untuk memperbanyak infak dan sedekah yang memang tidak
terikat oleh porsi dan atau nishab.
Sebagai
sosok yang ingin meniti di jalan ketaqwaan dengan menafkahkan hartanya di waktu
lapang ataupun sempit, selain terinspirasi oleh nasehat sederhana Ustadz Subki
Abdulkadir, Ardju juga tergelitik oleh sebuah ulasan bahwa terdapat tiga
golongan yang diwajibkan mengeluarkan infak. Yakni: mereka yang sedang dalam
kesempitan diwajibkan mengeluarkan infak sekitar 10% dari penghasilan, mereka
yang dalam keadaan mampu atau lapang berlaku rumus sekitar 20-35%, dan mereka
yang berlebih terkena infak di atas 50% (Achmad Subianto, 2000: 8-9). Ardju
ingin minimal berada dalam golongan mereka yang dalam keadaan lapang dan
berlaku rumus 20-35%. Terutama karena di tahun 1990-an itu dia memperoleh ujian
kelimpahan harta.
Ardju
memahami bahwa dalam setiap harta yang diperolehnya harus dibelanjakan atau
dinafkahkan karena di dalamnya terdapat hak orang lain –orang-orang yang
meminta-minta ataupun orang-orang yang tidak meminta-minta (QS Adz Dzaariyaat
[51]: 19; Al Ma’aarij [70]: 24-25). Bahwa dalam setiap penghasilan ataupun
harta yang berhasil diperoleh di dalamnya ada hak orang lain dan kewajiban bagi
setiap manusia yang menguasainya untuk mengeluarkan sedekah, infak dan zakat.
Apabila tidak dikeluarkan, berarti berlaku dzalim dengan menguasai atau memakan
harta yang merupakan hak orang lain, khususnya kaum dhuafa.
Karena
itulah, sebagai muzaki, Ardju Fahadaina menjalin kerjasama dengan Badan Amil
Zakat Nasional (Baznas) untuk memberdayakan penyaluran dan distribusi ZIS yang
dikeluarkannya. Sebagai muzaki potensial, Baznas memberi hak mukoyat kepada
Ardju yang kini terus bekerja keras membesarkan bisnis air minum dalam kemasan
berkonsep syariah ini. Artinya, dia diberi keleluasaan untuk merekomendasikan
hendak ke mana ZIS disalurkan.
Langkah
nyatanya, infak konsumen perusahaan yang dimilikinya sebesar Rp120 juta pada
tahun 2011 yang telah disetor ke Baznas bisa ditarik kembali untuk membiayai
proyek peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar pabriknya. Ardju menyadari benar
bahwa banyak warga di sekitar pabrik perusahaannya yang mengalami kesulitan air
bersih. Lalu, dana tarikan dari Baznas itu digunakan untuk membangun pipanisasi
air bersih buat 44 Kepala Keluarga (KK) warga Desa Cinagara, Kecamatan
Caringin, Kabupaten Bogor. Kini warga yang tinggal di dataran yang lebih tinggi
dibandingkan lokasi pabrik air minum doa milik Ardju itu berlega hati karena
dapat menikmati air bersih.
Selaku
pribadi yang kini berbisnis di air minum dalam kemasan yang diperoleh dari mata
air dalam bumi, Ardju tidak lupa menafkahkan dari apa yang dikeluarkan oleh
bumi. Dia menafkahkan sebagian dari hasil usaha yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Allah keluarkan dari bumi untuk manusia (QS Al Baqarah [2]: 267)
serta sebagian rezeqi yang diperolehnya (QS Ibrahim [14]: 31).
Dalam
kerangka menafkahkan sebagian rezeqi yang diperolehnya, Ardju tidak hanya
memikirkan warga sekitar tempat usahanya yang kesusahan. Dia pun menyalurkan ke
Panti Asuhan Yatim Putri Nur-Ufia di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dia
pun ingin mengurus anak-anak yatim secara patut dan bergaul secara baik dengan mereka
(QS Al Baqarah [2]: 220). Bahkan, Ardju
membuat bangunan panti yang cukup kokoh dan indah dengan biaya sekitar Rp1,5
miliar.
Memang,
ujar Ardju Fahadaina, langkah ini bisa saja berdampak negatif, karena orang menganggapnya
riya. Tapi, dia berkeyakinan bahwa langkah seperti ini perlu ditempuh (dengan
menyebut-nyebutnya) untuk mensyukuri nikmat Allah (QS Adh Dhuhaa [93]: 11).
Dengan menyebut-menyebut atau syiar, lanjutnya, orang lalu meniru. “Sekarang
masjid di sekitar panti asuhan itu, dengan swadaya masyarakat setempat, jadi
bagus dan makmur,” ujarnya.
Halalan Thoyyiban dan
Penuh Berkah
Berkat
langkah yang enteng membelanjakan hartanya di jalan Allah, Ardju merasakan
benar adanya berkah dan rahmat dalam kehidupannya. Di tahun 1997 misalkan, dia
memperoleh rahmat dalam petaka (blessing
in disguise) di tengah krisis moneter yang nyaris tak berkesudahan.
Ketika itu Ardju
seperti ditunjukkan jalan untuk menabung dalam bentuk mata uang dolar AS dan
dolar Singapura. Katanya lebih lanjut,
“Pas
waktu itu rezeqi dalam rupiah juga melimpah. Sampai puncaknya tahun 1997, saya
bisa beli tanah dan membangun rumah di Bintaro. Kemudian beli perusahaan SPPBE
dengan harga awal Rp5 miliar lalu berkembang sampai aset Rp350 miliar saat saya
tinggalkan tahun 2008. Nah, itu semua dapat dari tahun 1990-an. Kalau dihitung dari angka kelihatan sekali di
situ. Hal demikian lebih meyakinkan saya untuk bikin perusahaan air minum dalam
kemasan ini dengan komitmen 35% dari keuntungan untuk ZIS. Tujuannya, bila
suatu waktu perusahaan air minum ini berkembang menjadi besar, orang kan bisa browsing, berdiri tahun 2009, kenapa
begitu kan, wah ternyata mengalokasikan ZIS 35% itu.
Nah,
dari situ saya berdakwah juga. Membuktikan syariat Islam bahwa dengan ZIS,
perusahaan tidak akan bangkrut tapi terus berkembang, berkah dan meningkat.
Sehingga bisa menjadi contoh bahwa syariat Islam itu rahmatan lil alamin. Selain perusahaan berkembang, karyawan
bertambah banyak, zakat ke sana ke mari. Itu tujuan saya ke situ.”
Selain berkah,
langkahnya mewujudkan ZIS sampai pada kisaran 35% menjadi ujian tersendiri bagi
Ardju dan keluarganya. Itu terasa sekali. Dia meyakini betul langkah ini
sungguh-sungguh sebagai ujian akan harta dan diri (QS Ali ‘Imran [3]: 186). Terlebih
lagi Ardju sudah menyatakan diri berhijrah dari bisnis konvensional ke bisnis syariah.
Dia tinggalkan segala gemerlap dan kelimpahan harta di perusahaan SPPBE yang
telah dibesarkan dan mencapai aset Rp350 miliar. Dia memilih berhijrah ke
bisnis air yang syariah.
Kita
teringat pada kisah Abdurrahman bin Auf, seorang saudagar kaya di masa
Rasulullah saw, yang memilih meninggalkan seluruh harta bendanya di Makkah
untuk kemudian berhijrah ke Madinah demi mencari ridha Allah. Tiba di Madinah,
banyak kaum Anshor yang ingin membantu permodalan pada Abdurrahman. Namun,
secara halus dia menolak. Dia hanya ingin ditunjukkan di masa pusat denyut
ekonomi di sekitar Madinah. Sebagai seorang saudagar sejati, dia pun memulai
usaha baru dan menuai sukses di sekitar Madinah.
Langkah
yang dilakukan Abdurrahman bin Auf membuktikan janji Allah bahwa orang-orang
yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan
diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah
orang-orang yang memperoleh kemenangan (QS At Taubah [9]: 20). Dan Ardju Fahadaina
pun berusaha meneladani sahabat Rasulullah saw tersebut. Dalam hal ini dia melangkah
membangun dan membesarkan bisnis air minum dalam kemasan.
Ardju
memulai bisnis air minum dalam kemasan dengan modal sendiri. Modal dari pelepasan
20% saham di PT Inti Alasindo Holding Company pada tahun 2008. Dia ingin
membelanjakan dana hasil pelepasan saham terebut buat memulai bisnis air secara
syariah. Ibarat kata, dia mau jual-beli dengan Allah karena janji Allah itu
pasti. Allah akan menggembirakan mereka dengan menurunkan rahmat-Nya, keridhaan
dan surga, mereka memperoleh dalamnya kesenangan yang kekal (QS At Taubah [9]:
21).
Ibnu Abbas
menafsirkan ayat 20-21 tersebut dengan ”Sesungguhnya kaum musyrikin berkata, ‘Orang-orang
yang memakmurkan Baitullah dan memberi minum kepada orang-orang yang berhaji
adalah lebih baik daripada orang yang beriman dan berjihad.’ Mereka berpaling
dari al-Quran dan al-Hadits. Sebab itu Allah mengunggulkan keimanan dan jihad
bersama Nabi saw atas pengurusan Baitullah dan pemberian air minum yang
dilakukan oleh kaum musyrikin. Perbuatan mereka ini tidak bermanfaat pada sisi
Allah bila disertai kemusyrikan kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman, ‘Mereka
tidaklah sama pada sisi Allah. Allah tidak menunjuk orang-orang yang dzalim’,
yakni orang-orang yang menduga dirinya sebagai pengurus, bahkan Allah menamai
mereka dengan “orang-orang dzalim lantaran kemusyrikannya. Maka tidak berguna
sedikit pun pengurusan mereka itu.”
Intinya,
demikian kata Ardju Fahadaina, jual-beli dengan Allah harus dilandasi keimanan
dan jihad. “Istilah jual-beli dengan Allah itu kita menjual badan kita, harta
kita, kepada Allah. Itu akan untung, pasti akan diberi surga. Badan kita jual
sehingga kita mencari harta saja, sampai kemudian badan kita diambil Allah. Itu
jual-beli yang benar karena pasti surga balasannya. Termasuk orang yang
jual-beli di sini adalahorang mengembara cari ilmu pengetahuan ke sana ke mari
dan berhijrah dari bisnis konvensional ke syariah,” tuturnya.
Kepatuhan Memenuhi
Perintah Allah
Pengalaman
di perusahaan sebelumnya membuat Ardju semakin rendah hati dan istiqamah
memenuhi perintah Allah SWT. Dia tidak ingin mengulang pengelolaan usaha yang
mengabaikan apa yang telah digariskan oleh Islam, salah satunya mengabaikan penunaian
ZIS secara benar. Di sekitar kita sekarang, betapa banyak pengusaha kaya yang
sombong tidak mau bersujud dan membayar zakat. Seingat Ardju, perusahaannya
yang lama hanya sekali membayar ZIS secara institusional. Itu pun setelah
berkali-kali dia mengingatkan manajemen.
Ardju
Fahadaina berusaha istiqamah, menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan
tidak berpaling ke kiri ataupun ke kanan. Istiqamah ini mencakup pelaksanaan
semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua
bentuk larangan-Nya. “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami
ialah Allah’ kemudian mereka istiqamah pada pendirian mereka, maka malaikat
akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga
yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’” (QS Fushshilat [41]: 30)
Ada
beberapa langkah agar seseorang tetap teguh atau istiqamah dalam keimanan. Pertama, memahami dan mengamalkan dua
kalimat syahadat secara baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman, “Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim
dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS Ibrahim [14]: 27)
Kedua, mengkaji al-Quran dengan
menghayati dan merenungkannya. Allah menceritakan bahwa al-Quran dapat
meneguhkan hati orang-orang beriman dan al-Quran adalah petunjuk kepada jalan
yang lurus. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah, ‘Ruhul Qudus (Jibril)
menurunkan al-Quran itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati)
orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’” (QS An Nahl [16]: 102). Dan al-Quran
adalah jalan utama agar seseorang dapat terus kokoh dalam agamanya. Karena, al-Quran
merupakan petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu.
Ketiga, iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syariat Allah. Maksudnya di
sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syariat
atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Sebab, konsekuen dan
kontinyu dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali
saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Aisyah r.a. yang
mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh
Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu walaupun itu sedikit.” Ketika melakukan
suatu amalan, Aisyah pun selalu
berkeinginan keras untuk merutinkannya.
Keempat, membaca kisah-kisah orang saleh
sehingga bisa dijadikan teladan dalam istiqamah. Al-Quran banyak menceritakan
kisah-kisah para nabi, rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu.
Kisah-kisah ini Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah saw dengan
mengambil suri teladan dari kisah-kisah tersebut tatkala menghadapi permusuhan
orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul
Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu;
dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan
peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS Huud [11]: 120). Misalkan kisah bagaimana
keteguhan Nabi Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian. Dia menyandarkan semua
urusannya pada Allah, sehingga ia pun selamat. Begitu pula kita ketika hendak
istiqamah, sudah seharusnya melakukan sebagaimana yang Nabi Ibrahim contohkan.
Ini satu pelajaran penting dari kisah seorang Nabi.
Kelima, memperbanyak doa pada Allah agar
diberi keistiqamahan. Di antara sifat orang beriman adalah selalu memohon dan
berdoa kepada Allah agar diberi keteguhan di atas kebenaran. Dalam al-Quran,
Allah Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdoa kepada-Nya
untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah Ta’ala berfirman,
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian
kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS Al Baqarah [2]: 250)
Dan keenam, bergaul dengan orang-orang
saleh. Allah menyatakan dalam al- Quran bahwa salah satu faktor utama yang membantu
menguatkan iman para sahabat Nabi adalah keberadaan Rasulullah saw di
tengah-tengah mereka. Allah memerintahkan pula agar selalu bersama dengan
orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)”
(QS At Taubah [9]: 119).
Ardju
Fahadaina senantiasa berperilaku dengan mengacu pada enam langkah agar seorang
beriman senantiasa mampu istiqamah di jalan ketaatan kepada Allah SWT. Dia
berusaha, misalkan, bergaul dengan orang-orang saleh dan terus merajut ukhuwah
Islamiyah. Juga memperbanyak doa melalui tirakat puasa sunnah Senin-Kamis dan
shalat tahajud saban ujung dinihari. ***
No comments:
Post a Comment