Sunday, April 6, 2014

LIMA: Giat Menabung dan Berbelanja di Jalan Allah



“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”
QS At Taubah (9): 18

KAMPUNG RAMBUTAN, Jakarta Timur, 1984. Sembilan tahun berlalu Ardju Fahadaina menapaki kehidupan di Metropolitan Jakarta. Dia telah pula mengarungi bahtera rumah tangga dengan satu anak. Dan, kendati gaji dari pabrik sepatu Bata relatif kecil, dia tidak perlu lagi repot-repot memikirkan uang kontrak rumah yang terus naik saban tahun.
Tanpa terasa, gajinya yang dipotong Rp11.000 tiap pekan selama bekerja di Bata telah mewujud menjadi sebidang tanah seluas 174 meter persegi di Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Lalu, di atas tanah itu dia membangun rumah mungil buat tinggal keluarga kecil berbalut kehangatan dan keakraban setiap kali pulang dari bekerja.  
“Rumah kenangan itu hasil celengan saya sewaktu bekerja di Bata. Waktu itu personalia Bata, Pak Mulyanto, punya cara bagaimana agar karyawan Bata bisa mempunyai tanah dan rumah. Dia beli tanah murah kemudian dikreditkan ke teman-teman sesama karyawan, termasuk saya. Saya mendapat 174 meter persegi setelah dipotong Rp11 ribu tiap gajian. Itu yang bikin kaget istri saya, dikira saya ini punya uang banyak. Ternyata minus, uang gaji habis terus. Tapi, alhamdulillah jadi tanah dan rumah itu,” tutur Ardju Fahadaina mengenang rumah pertama yang dimilikinya.
Tahun 1985 Ardju pindah kerja ke perusahaan sepatu Nike. Berpindah ke multinasional asal Amerika Serikat itu dia sangat bersyukur karena ada peningkatan gaji dibandingkan di tempat yang sebelumnya. Dia pun mampu menyisihkan sebagian gajinya buat ditabung. Dari hasil tabungan di Nike itu, Ardju Fahadaina bisa memperluas tanah yang dimilikinya di Kampung Rambutan. Dari semula 174 meter persegi, dia mampu membeli lagi di bagian belakang rumah sampai luas tanah miliknya mencapai 550 meter persegi.
Kesejahteraan Ardju, istrinya Ulfa, dua anaknya Ivan dan Nofili (yang lahir tahun 1985) semakin bertambah. Di tahun 1985 itu pula, Ardju sudah mampu membeli satu kendaraan bermotor roda empat (mobil). Dia tak perlu lagi berpanas-panasan atau terpaksa hujan-hujanan menumpang sepeda motor berempat di saat menikmati pelesiran berkeliling Jakarta pada hari libur. Ardju telah mampu menciptakan satu keluarga kecil bahagia sejahtera dengan dua orang anak.

Rajin dan Disiplin Bekerja
Sebagai entitas usaha baru di Indonesia, Nike ketika itu belum terbangun dalam satu sistem kerja yang bagus sebagaimana manajemen di Bata. Sebagai orang yang cukup punya pengalaman kerja dengan sistem kerja yang apik di Bata, Ardju cukup rajin berbagi ilmu pada sesama karyawan Nike. Dia menularkan ilmu tentang manajemen purchasing yang benar serta pengelolaan distribusi dan pemasaran sepatu yang pas untuk Indonesia.
Pendek cerita, dia berusaha memberi manfaat dan maslahat bagi perusahaan yang baru dimasukinya. Dia tidak segan-segan bekerja keras sepenuh hati demi kemajuan Nike di Indonesia. Bahkan, dapat dikatakan dia menjadi karyawan Nike yang memiliki integritas yang baik dan amat dipercaya oleh atasan.
Selama bekerja, baik di Bata maupun di Nike, Ardju Fahadaina senantisa menjaga integritas. Ya, integritas. Melalui integritas, sosok seseorang terlihat secara utuh, menyeluruh dan komplit. Dalam arti keutuhan pada semua aspek kehidupan, khususnya antara perkataan dan perbuatan. Orang yang memiliki integritas adalah orang yang menyatu kata dan perbuatannya. Dia berkata jujur dan tentu saja tidak berbohong.
Pakar kepemimpinan Stephen R. Covey membedakan antara kejujuran dan integritas. Menurut Covey, kejujuran berarti menyampaikan kebenaran, ucapannya sesuai dengan kenyataan. Sedangkan integritas membuktikan tindakannya sesuai dengan ucapannya. Lebih tegas lagi, orang yang berintegritas didefinisikan sebagai orang yang iman dan perbuatannya menyatu, bahkan dari perbuatannya, orang melihat imannya.
Berkat integritas dan konditenya yang terjaga baik, Ardju tetap dapat bekerja di Nike meski manajemen berganti dari PT JJ Enterprise ke PT Hardaya Aneka Shoes Industry milik pengusaha Siti Hartati Murdaya.   
Di perusahaan sepatu Nike, gaji Ardju Fahadaina relatif lebih tinggi dibandingkan sewaktu di Bata. Namun, mengingat kebutuhan sehari-hari yang juga terus membubung, Ardju berusaha mencari penghasilan tambahan –tanpa mengabaikan seluruh kewajiban kerja di Nike. Dia tetap terus menjaga integritas dan kondite kerja.
Dia lantas memanfaatkan waktu libur, Sabtu-Ahad, untuk bekerja paruh waktu (part time) di perusahaan sejenis. Waktu itu ada perusahaan sepatu asal Amerika, Tristar, yang juga ingin mengepakkan sayap bisnisnya ke Indonesia. Perusahaan ini merekrut mantan Direktur Marketing Bata, Mr. Seato. “Waktu saya keluar dari Bata, beliau nyusul keluar juga. Lalu beliau memperoleh kepercayaan dari Tristar untuk membuka pabrik dan kantor di Indonesia. Beliau langsung mencari saya. Mungkin di mata dia, saya ini cocok dan prestasi saya cukup baik. Dia mencari saya, begitu ketemu ya langsung disuruh bekerja. Saya jadi representative office. Bahkan, saya tidak hanya bekerja part time Sabtu-Ahad, tapi juga di hari-hari kerja. Pagi sebelum bekerja di Nike, saya ke wartel dulu, kirim atau terima faks, siang dibaca Mr. Seato. Sore saya lihat lagi adakah faks yang masuk buat saya. Pagi-siang-sore itu tidak istirahat, kerja terus. Shalat lalu makan buru-buru langsung kerja lagi,” terang Ardju Fahadaina mengenang pengalamannya merangkap kerja di Nike dan Tristar.
Kendati seluruh waktunya buat bekerja keras penuh disiplin di Nike dan Tristar, Ardju tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang Muslim. Secara tegas dan lantang, dia berani menolak tugas bila sampai mengganggu waktunya menjalankan kewajiban seorang penganut agama Islam. Ceritanya, suatu waktu, pemilik PT JJ Enterprise menugaskannya ke Surabaya, Jawa Timur. Karena bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha, dia langsung menolak. Namun bos PT JJ tidak mau mengerti dan tetap berkukuh Ardju harus berangkat. Sampai kemudian Ardju mengundurkan diri dari Nike.
Beberapa saat berselang, ternyata bos PT JJ menyadari kesalahannya. Dia kembali memanggil Ardju lantaran kompetensinya memang benar-benar dibutuhkan. Ketika itu Nike mengalami penurunan penjualan dan manajemen menilai kompetensi Ardju akan mampu menyelesaikan persoalan krisis ini.
Begitulah sosok Ardju Fahadaina yang sedari kecil menjunjung tinggi etos disiplin, kerja keras, amanah, rajin dan jujur. Dari situlah integritasnya terbentuk dan senantiasa memberi manfaat dan maslahat pada setiap tempat yang dimasukinya. Dari bekerja penuh integritas itu pula, Ardju meyakininya sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pemberi Rezeqi.
Sebagaimana firman Allah, “Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari geung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang seperti kolam serta periuk yang tetap. Bekerjalah, hai keluarga Daud, untuk bersyukur. Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS Saba’ [34]: 13)
Dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3 (2000: 920), Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Tsabit al-Banani, dia berkata, “Sesungguhnya Daud as telah menugaskan shalat kepada keluarga, anak dan istrinya.” Maka tidaklah siang dan malam datang melainkan anggota keluarga Daud itu mendirikan shalat. Karena itu, Allah berfirman, “Bekerjalah, hai keluarga Daud, untuk bersyukur. Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur.”
Para ulama tafsir menafsirkan firman Allah (Bekerjalah, hai keluarga Daud, untuk bersyukur [kepada Allah]) dengan pengertian kerjakanlah pekerjaan kalian sebagai wujud syukur kepada Allah SWT.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan kata “bekerjalah” dan tidak menyatakan “syukurlah” untuk menerangkan hubungan erat antara tiga macam syukur, yaitu syukur dengan hati, syukur dengan lisan dan syukur dengan seluruh anggota badan.
Ardju Fahadaina bersyukur lisan dengan senantiasa melafadzkan asma Allah, pujian-pujian, dzikir dan istighfar mohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun. Lalu, dia pun bersyukur hati dengan selalu mengingat Allah, baik pagi, siang, maupun malam. Dan, dia tidak lupa pula bersyukur dengan seluruh anggota badan melalui kerja keras dan membelanjakan hartanya di jalan Allah SWT.
Allah tidak hanya menyuruh umatnya bekerja sebagai wujud rasa syukur. Di balik perintah yang seolah hanya dikhususnya kepada keluarga Daud itu, Allah mencintai orang mukmin yang bekerja. Rasulullah Muhammad saw bersabda, “Allah mencintai orang mukmin yang bekerja.” (HR Thabrani dan Baihaqi)

Membelanjakan Harta di Jalan Allah
Sekitar tiga tahun bekerja di pabrik sepatu Bata, tahun 1977, Ardju memperoleh Tunjangan Hari Raya (THR). Dia lantas terpikir untuk memberikan THR yang diperolehnya tersebut buat ‘pesangon’ pengosongan lahan PJKA yang di atasnya segera didirikan sebuah masjid. Tanpa berpikir panjang lagi, seluruh uang THR itu dia berikan buat uang kerohiman warga yang menempati lahan PJKA yang kini telah berdiri Masjid Nurhidayah. Dia menyadari sepenuhnya gaji yang diperoleh dari Bata (saat itu) sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia tidak bersedih hati atau menyesali dana THR buat dibelanjakan di jalan Allah SWT –ketika itu untuk merealisasikan pembangunan masjid di kampung halamannya, Kampung Serangan, Kemantren Pamong Praja Ngampilan, Yogyakarta.
Dia ikhlas membelanjakan hartanya di jalan Allah karena meyakini benar janji Allah. Bahwa orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Allah. Dan tidak ada kehawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al Baqarah [2]: 262)
Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi memuji orang-orang yang meninfakkan hartanya pada jalan Allah, lalu mereka tidak mengiringi kebaikan dan sedekah yang telah mereka infakkan itu dengan menyebut-nyebut pemberian mereka, tidak mengatakannya kepada siapapun, dan tidak mengungkit-ungkit baik dengan perkataan maupun perbuatan. Firman Allah “tidak menyakiti”, yakni mereka tidak melakukan hal-hal yang tidak disukai terhadap orang yang menerima kebaikan mereka; hal yang dapat menghapus kebaikan yang telah berlalu. Kemudian Allah menjanjikan kepada mereka balasan yang banyak atas perbuatan mereka itu. Allah berfirman: “Bagi mereka pahala pada sisi Tuhan mereka.” Yakni, pahala mereka itu dijamin oleh Allah, bukan oleh selain Dia. “Tiada kehawatiran atas mereka” dalam menghadapi berbagai bencana yang akan mereka hadapi pada hari kiamat. “Dan tidak pula mereka bersedih hati” atas kehidupan dunia dan kemilaunya yang mereka tinggalkan di belakang.
Lalu Allah berfirman, “Perkataan yang baik” seperti kalimat tayyibah dan doa kepada kaum Muslim, “dan ampunan” serta permintaan maaf dari kezalimam, “adalah lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan menyakiti si penerima, Allah Mahakaya” dari bantuan makhluk-Nya, “lagi Maha Penyantun”, yakni Dia menyantuni, mengampuni dan memaafkan. Dalam Shahih Muslim dikatakan, dari Abu Dzar, dia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ada tiga golongan orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan diperhatikan, dan tidak akan disucikan, dan bagi mereka azab yang pedih: orang yang menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang memanjangkan kainnya (karena sombong), dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR Muslim)
Sejak muda-belia, bahkan ketika masih kanak-kanak, sosok Ardju Fahadaina memang sudah menerima pengajaran tentang betapa pentingnya menunaikan kewajiban zakat, infak dan sedekah (ZIS). Karena, zakat adalah bagian dari rukun Islam yang harus ditunaikan oleh setiap insan Muslim, sebagai sarana untuk mensucikan harta dan jiwanya. Dengan begitu dikenal adanya dua jenis zakat, yakni zakat harta (maal) dan zakat fitrah.
Setiap kali memperoleh rezeqi, Ardju selalu memotong langsung zakatnya yang 2,5%. Selebihnya, dia berusaha mengalokasikan buat sedekah dan infak. Ilustrasi penghitungannya sederhana: setiap rezeqi yang diperolehnya diibaratkan bernilai 40 perak, lalu satu perak disisihkan buat zakat, 13 perak buat memenuhi kebutuhan keluarga, 13 perak untuk sedekah dan infak, serta 13 perak lainnya buat mengembangkan bisnis/usaha.
Ardju mengenang, perhitungan sederhana itu dia peroleh dari Ustadz Subki Abdulkadir dalam satu kesempatan bersilaturrahim ke rumah Ustadz Subki di Bekasi, Jawa Barat. “Dalam satu pengajian di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, saya terkesan materi sedekah dan infak yang disampaikan Ustadz Subki. Untuk itu, usai pengajian saya minta waktu agar diperkenankan silaturrahim ke rumah beliau. Beliau tidak keberatan. Dan tiba di kediaman beliau, saya sampaikan apa yang ingin saya pahami soal sedekah dan infak. Beliau memberikan rumusan sederhana bahwa rezeqi yang kita peroleh ibarat memiliki nilai total 40 perak. Lantas dari situ langsung saja dialokasikan: 1 perak buat zakat, 13 perak untuk memenuhi kebutuhan keluarga, 13 perak untuk mengembangkan usaha, dan 13 perak lagi sebagai sedekah dan infak. Sejak pertemuan saya dengan beliau di pertengahan 1990-an itu saya selalu menerapkan konsep pemenuhan ZIS seperti itu,” papar Ardju Fahadaina.
Sedekah memang merupakan pengertian yang luas. Sedekah itu terbagi dua: yang bersifat tangible (materi/fisik) dan intangible (non-fisik). Sedekah yang tangible terdiri dari yang fardhu (wajib) dan sunnah. Sedekah yang wajib adalah apa yang dikenal sebagai zakat. Sedangkan sedekah yang sunnah adalah apa yang selama ini kita kenal sebagai infak dan sedekah.
Lalu sedekah intangible meliputi (minimal lima), yaitu: pertama tasbih, tahmid, tahlil dan takbir. Kedua, yang berasal dari badan berupa senyum, tenaga untuk bekerja dan membuang duri di jalanan. Ketiga, menolong atau membantu orang yang kesusahan dan memerlukan bantuan. Keempat, menyuruh kepada kebaikan atau yang ma’ruf. Dan kelima, menahan diri dari kejahatan atau merusak.
Gambaran sedekah tersebut dapat dikatakan ada di dalam diri pribadi Rasulullah Muhammad saw. Rasulullah adalah pribadi yang murah senyum, suka menolong orang lain, banyak berbuat kebajikan, sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan, dan tidak berbuat merusak. Beliau juga selalu menunaikan sedekah dan berinfak setiap hari. Bilamana memperoleh rezeqi (uang), maka setelah dibelanjakan untuk keperluan pribadi dan keluarga, sisanya tidak pernah disimpan lewat malam sampai esok harinya namun hari itu pula diinfakkan seluruhnya.
Infak model demikian diprioritaskan oleh Rasulullah saw. Karena, meminjam ulasan Achmad Subianto dalam bukunya Ringkasan Mengapa & Bagaimana Membayar Zakat (2004: 11-14), infak memiliki banyak manfaat. Di antaranya, pertama, sebagai suatu demonstrasi keikhlasan, semakin banyak infak dikeluarkannya menunjukkan semakin tinggi keikhlasan seseorang dan semakin mendekati ridha Allah. “...Dan tidaklah kamu nafkahkan sesuatu melainkan karena mengharapkan ridha Allah...” (QS Al Baqarah [2]: 272)
Kedua, mengeluarkan infak identik dengan memberi pinjaman yang baik kepada Allah. “Siapa yang mau memberi pinjaman yang baik (menginfakkan hartanya di jalan Allah), maka Alllah akan melipat-gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak...” (QS Al Baqarah [2]: 245)
Ketiga, infak yang dikeluarkan akan diganti oleh Allah SWT. “...Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya. Dan Dia lah Pemberi Rezeqi yang sebaik-baiknya.” (QS Saba’ [34]: 39) Lalu keempat, infak akan dibalas dengan kecukupan dan tidak dianiaya/dirugikan. “...Apa saja yang kamu infakkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kami tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS Al Anfaal [8]: 60)
Kelima, infak yang dikeluarkan akan memperoleh balasan 700 kali dari Allah. “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah) adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir muncul 100 bijir, Allah melipat-gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuni-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah [2]: 261) Dan keenam, mereka yang aktif berinfak termasuk orang-orang yang bertaqwa. “...surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun pada waktu sempit ...” (QS Ali ‘Imran [3]: 133-134)
Sosok Ardju Fahadaina berusaha meneladani Rasulullah dalam membelanjakan hartanya di jalan Allah SWT. Dia terus aktif menunaikan zakat sesuai porsi yang diwajibkan. Di luar alokasi zakat (zakat jiwa ataupun zakat harta), dia pun terus mendorong diri dan keluarganya untuk memperbanyak infak dan sedekah yang memang tidak terikat oleh porsi dan atau nishab.
Sebagai sosok yang ingin meniti di jalan ketaqwaan dengan menafkahkan hartanya di waktu lapang ataupun sempit, selain terinspirasi oleh nasehat sederhana Ustadz Subki Abdulkadir, Ardju juga tergelitik oleh sebuah ulasan bahwa terdapat tiga golongan yang diwajibkan mengeluarkan infak. Yakni: mereka yang sedang dalam kesempitan diwajibkan mengeluarkan infak sekitar 10% dari penghasilan, mereka yang dalam keadaan mampu atau lapang berlaku rumus sekitar 20-35%, dan mereka yang berlebih terkena infak di atas 50% (Achmad Subianto, 2000: 8-9). Ardju ingin minimal berada dalam golongan mereka yang dalam keadaan lapang dan berlaku rumus 20-35%. Terutama karena di tahun 1990-an itu dia memperoleh ujian kelimpahan harta.
Ardju memahami bahwa dalam setiap harta yang diperolehnya harus dibelanjakan atau dinafkahkan karena di dalamnya terdapat hak orang lain –orang-orang yang meminta-minta ataupun orang-orang yang tidak meminta-minta (QS Adz Dzaariyaat [51]: 19; Al Ma’aarij [70]: 24-25). Bahwa dalam setiap penghasilan ataupun harta yang berhasil diperoleh di dalamnya ada hak orang lain dan kewajiban bagi setiap manusia yang menguasainya untuk mengeluarkan sedekah, infak dan zakat. Apabila tidak dikeluarkan, berarti berlaku dzalim dengan menguasai atau memakan harta yang merupakan hak orang lain, khususnya kaum dhuafa.
Karena itulah, sebagai muzaki, Ardju Fahadaina menjalin kerjasama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk memberdayakan penyaluran dan distribusi ZIS yang dikeluarkannya. Sebagai muzaki potensial, Baznas memberi hak mukoyat kepada Ardju yang kini terus bekerja keras membesarkan bisnis air minum dalam kemasan berkonsep syariah ini. Artinya, dia diberi keleluasaan untuk merekomendasikan hendak ke mana ZIS disalurkan.
Langkah nyatanya, infak konsumen perusahaan yang dimilikinya sebesar Rp120 juta pada tahun 2011 yang telah disetor ke Baznas bisa ditarik kembali untuk membiayai proyek peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar pabriknya. Ardju menyadari benar bahwa banyak warga di sekitar pabrik perusahaannya yang mengalami kesulitan air bersih. Lalu, dana tarikan dari Baznas itu digunakan untuk membangun pipanisasi air bersih buat 44 Kepala Keluarga (KK) warga Desa Cinagara, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Kini warga yang tinggal di dataran yang lebih tinggi dibandingkan lokasi pabrik air minum doa milik Ardju itu berlega hati karena dapat menikmati air bersih.
Selaku pribadi yang kini berbisnis di air minum dalam kemasan yang diperoleh dari mata air dalam bumi, Ardju tidak lupa menafkahkan dari apa yang dikeluarkan oleh bumi. Dia menafkahkan sebagian dari hasil usaha yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Allah keluarkan dari bumi untuk manusia (QS Al Baqarah [2]: 267) serta sebagian rezeqi yang diperolehnya (QS Ibrahim [14]: 31).  
Dalam kerangka menafkahkan sebagian rezeqi yang diperolehnya, Ardju tidak hanya memikirkan warga sekitar tempat usahanya yang kesusahan. Dia pun menyalurkan ke Panti Asuhan Yatim Putri Nur-Ufia di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dia pun ingin mengurus anak-anak yatim secara patut dan bergaul secara baik dengan mereka (QS Al Baqarah [2]: 220).  Bahkan, Ardju membuat bangunan panti yang cukup kokoh dan indah dengan biaya sekitar Rp1,5 miliar.
Memang, ujar Ardju Fahadaina, langkah ini bisa saja berdampak negatif, karena orang menganggapnya riya. Tapi, dia berkeyakinan bahwa langkah seperti ini perlu ditempuh (dengan menyebut-nyebutnya) untuk mensyukuri nikmat Allah (QS Adh Dhuhaa [93]: 11). Dengan menyebut-menyebut atau syiar, lanjutnya, orang lalu meniru. “Sekarang masjid di sekitar panti asuhan itu, dengan swadaya masyarakat setempat, jadi bagus dan makmur,” ujarnya.


Halalan Thoyyiban dan Penuh Berkah
Berkat langkah yang enteng membelanjakan hartanya di jalan Allah, Ardju merasakan benar adanya berkah dan rahmat dalam kehidupannya. Di tahun 1997 misalkan, dia memperoleh rahmat dalam petaka (blessing in disguise) di tengah krisis moneter yang nyaris tak berkesudahan.
Ketika itu Ardju seperti ditunjukkan jalan untuk menabung dalam bentuk mata uang dolar AS dan dolar Singapura. Katanya lebih lanjut,
“Pas waktu itu rezeqi dalam rupiah juga melimpah. Sampai puncaknya tahun 1997, saya bisa beli tanah dan membangun rumah di Bintaro. Kemudian beli perusahaan SPPBE dengan harga awal Rp5 miliar lalu berkembang sampai aset Rp350 miliar saat saya tinggalkan tahun 2008. Nah, itu semua dapat dari tahun 1990-an.  Kalau dihitung dari angka kelihatan sekali di situ. Hal demikian lebih meyakinkan saya untuk bikin perusahaan air minum dalam kemasan ini dengan komitmen 35% dari keuntungan untuk ZIS. Tujuannya, bila suatu waktu perusahaan air minum ini berkembang menjadi besar, orang kan bisa browsing, berdiri tahun 2009, kenapa begitu kan, wah ternyata mengalokasikan ZIS 35% itu.
Nah, dari situ saya berdakwah juga. Membuktikan syariat Islam bahwa dengan ZIS, perusahaan tidak akan bangkrut tapi terus berkembang, berkah dan meningkat. Sehingga bisa menjadi contoh bahwa syariat Islam itu rahmatan lil alamin. Selain perusahaan berkembang, karyawan bertambah banyak, zakat ke sana ke mari. Itu tujuan saya ke situ.”

Selain berkah, langkahnya mewujudkan ZIS sampai pada kisaran 35% menjadi ujian tersendiri bagi Ardju dan keluarganya. Itu terasa sekali. Dia meyakini betul langkah ini sungguh-sungguh sebagai ujian akan harta dan diri (QS Ali ‘Imran [3]: 186). Terlebih lagi Ardju sudah menyatakan diri berhijrah dari bisnis konvensional ke bisnis syariah. Dia tinggalkan segala gemerlap dan kelimpahan harta di perusahaan SPPBE yang telah dibesarkan dan mencapai aset Rp350 miliar. Dia memilih berhijrah ke bisnis air yang syariah.
Kita teringat pada kisah Abdurrahman bin Auf, seorang saudagar kaya di masa Rasulullah saw, yang memilih meninggalkan seluruh harta bendanya di Makkah untuk kemudian berhijrah ke Madinah demi mencari ridha Allah. Tiba di Madinah, banyak kaum Anshor yang ingin membantu permodalan pada Abdurrahman. Namun, secara halus dia menolak. Dia hanya ingin ditunjukkan di masa pusat denyut ekonomi di sekitar Madinah. Sebagai seorang saudagar sejati, dia pun memulai usaha baru dan menuai sukses di sekitar Madinah.
Langkah yang dilakukan Abdurrahman bin Auf membuktikan janji Allah bahwa orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan (QS At Taubah [9]: 20). Dan Ardju Fahadaina pun berusaha meneladani sahabat Rasulullah saw tersebut. Dalam hal ini dia melangkah membangun dan membesarkan bisnis air minum dalam kemasan.
Ardju memulai bisnis air minum dalam kemasan dengan modal sendiri. Modal dari pelepasan 20% saham di PT Inti Alasindo Holding Company pada tahun 2008. Dia ingin membelanjakan dana hasil pelepasan saham terebut buat memulai bisnis air secara syariah. Ibarat kata, dia mau jual-beli dengan Allah karena janji Allah itu pasti. Allah akan menggembirakan mereka dengan menurunkan rahmat-Nya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh dalamnya kesenangan yang kekal (QS At Taubah [9]: 21).
Ibnu Abbas menafsirkan ayat 20-21 tersebut dengan ”Sesungguhnya kaum musyrikin berkata, ‘Orang-orang yang memakmurkan Baitullah dan memberi minum kepada orang-orang yang berhaji adalah lebih baik daripada orang yang beriman dan berjihad.’ Mereka berpaling dari al-Quran dan al-Hadits. Sebab itu Allah mengunggulkan keimanan dan jihad bersama Nabi saw atas pengurusan Baitullah dan pemberian air minum yang dilakukan oleh kaum musyrikin. Perbuatan mereka ini tidak bermanfaat pada sisi Allah bila disertai kemusyrikan kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman, ‘Mereka tidaklah sama pada sisi Allah. Allah tidak menunjuk orang-orang yang dzalim’, yakni orang-orang yang menduga dirinya sebagai pengurus, bahkan Allah menamai mereka dengan “orang-orang dzalim lantaran kemusyrikannya. Maka tidak berguna sedikit pun pengurusan mereka itu.”
Intinya, demikian kata Ardju Fahadaina, jual-beli dengan Allah harus dilandasi keimanan dan jihad. “Istilah jual-beli dengan Allah itu kita menjual badan kita, harta kita, kepada Allah. Itu akan untung, pasti akan diberi surga. Badan kita jual sehingga kita mencari harta saja, sampai kemudian badan kita diambil Allah. Itu jual-beli yang benar karena pasti surga balasannya. Termasuk orang yang jual-beli di sini adalahorang mengembara cari ilmu pengetahuan ke sana ke mari dan berhijrah dari bisnis konvensional ke syariah,” tuturnya.


Kepatuhan Memenuhi Perintah Allah
Pengalaman di perusahaan sebelumnya membuat Ardju semakin rendah hati dan istiqamah memenuhi perintah Allah SWT. Dia tidak ingin mengulang pengelolaan usaha yang mengabaikan apa yang telah digariskan oleh Islam, salah satunya mengabaikan penunaian ZIS secara benar. Di sekitar kita sekarang, betapa banyak pengusaha kaya yang sombong tidak mau bersujud dan membayar zakat. Seingat Ardju, perusahaannya yang lama hanya sekali membayar ZIS secara institusional. Itu pun setelah berkali-kali dia mengingatkan manajemen.
Ardju Fahadaina berusaha istiqamah, menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri ataupun ke kanan. Istiqamah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami ialah Allah’ kemudian mereka istiqamah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’” (QS Fushshilat [41]: 30)
Ada beberapa langkah agar seseorang tetap teguh atau istiqamah dalam keimanan. Pertama, memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat secara baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS Ibrahim [14]: 27)
Kedua, mengkaji al-Quran dengan menghayati dan merenungkannya. Allah menceritakan bahwa al-Quran dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan al-Quran adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah, ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Quran itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’” (QS An Nahl [16]: 102). Dan al-Quran adalah jalan utama agar seseorang dapat terus kokoh dalam agamanya. Karena, al-Quran merupakan petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu.
Ketiga, iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syariat Allah. Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syariat atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Sebab, konsekuen dan kontinyu dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu walaupun itu sedikit.” Ketika melakukan suatu amalan,  Aisyah pun selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.
Keempat, membaca kisah-kisah orang saleh sehingga bisa dijadikan teladan dalam istiqamah. Al-Quran banyak menceritakan kisah-kisah para nabi, rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu. Kisah-kisah ini Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah saw dengan mengambil suri teladan dari kisah-kisah tersebut tatkala menghadapi permusuhan orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS Huud [11]: 120). Misalkan kisah bagaimana keteguhan Nabi Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian. Dia menyandarkan semua urusannya pada Allah, sehingga ia pun selamat. Begitu pula kita ketika hendak istiqamah, sudah seharusnya melakukan sebagaimana yang Nabi Ibrahim contohkan. Ini satu pelajaran penting dari kisah seorang Nabi.
Kelima, memperbanyak doa pada Allah agar diberi keistiqamahan. Di antara sifat orang beriman adalah selalu memohon dan berdoa kepada Allah agar diberi keteguhan di atas kebenaran. Dalam al-Quran, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdoa kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah Ta’ala berfirman, “Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS Al Baqarah [2]: 250)
Dan keenam, bergaul dengan orang-orang saleh. Allah menyatakan dalam al- Quran bahwa salah satu faktor utama yang membantu menguatkan iman para sahabat Nabi adalah keberadaan Rasulullah saw di tengah-tengah mereka. Allah memerintahkan pula agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)” (QS At Taubah [9]: 119).
Ardju Fahadaina senantiasa berperilaku dengan mengacu pada enam langkah agar seorang beriman senantiasa mampu istiqamah di jalan ketaatan kepada Allah SWT. Dia berusaha, misalkan, bergaul dengan orang-orang saleh dan terus merajut ukhuwah Islamiyah. Juga memperbanyak doa melalui tirakat puasa sunnah Senin-Kamis dan shalat tahajud saban ujung dinihari. ***


No comments:

Post a Comment