Asosiasi Dana Pensiun
Lembaga Keuangan (ADPLK) usul, iuran jaminan pensiun nasional seperti
yang tertuang dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) cuma berkisar
2%-3% per peserta. Bukan 8% seperti yang direncanakan akan dipungut oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Angka itu dinilai tidak akan memberatkan pemberi kerja untuk
menyisihkan pensiun pekerjanya, jika dibayarkan seluruhnya oleh
perusahaan. Tidak juga memberatkan anggaran negara saat membayarkan
manfaatnya kelak. “2%-3% dari penghasilan pekerja untuk manfaat pensiun
itu saja sudah memenuhi kebutuhan dasar,” ujar Daneth Fitrianto, Kepala
Bidang Investasi ADPLK ditemui KONTAN, Kamis (20/3).
Lagipula, International Labour Organization (ILO) mengisyaratkan, iuran lebih ringan. Replacement Rate
atawa tingkat penghasilan pensiun yang dirilis ILO hanya sekitar 30% -
40% dari penghasilan bulan terakhir masa kerja. Berdasarkan
hitung-hitungan ILO, itu berarti sekitar 2%-3%.
Nah, apabila manfaat pensiun dari jumlah iuran itu masih
dirasakan kurang, peserta bisa menambah manfaat mereka lewat DPLK
komersial. Saat ini, DPLK mematok iuran 6%-8% dari penghasilan peserta.
Apabila ditambah dengan kewajiban jaminan pensiun nasional, peserta akan
terbebani.
Daneth menambahkan, pihak asosiasi sendiri telah menyampaikan usulan
ini kepada pihak terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian
Keuangan dan BPJS. Asosiasi juga dilibatkan jelang pelaksanaan jaminan
pensiun nasional pada Juli 2015 mendatang. “Ngobrol sih sudah ya. Namun,
belum ada riilnya seperti apa nanti,” pungkasnya. (www.tribunnews.com)
No comments:
Post a Comment