* LIMA
Raja
Daud dikatakan bahwa “Ia menggembalakan umat Israel dengan ketulusan hatinya,
dan menuntun (memimpin) mereka dengan kecakapan tangannya.”
(Mazmur 78:72)
SORENDIWERI,
awal 2014. Masyarakat Supiori sudah sepatutnya berbangga, karena
memiliki seorang pemimpin bernama Fredrik Menufandu yang benar-benar peduli
pada nasib mereka. Ini terbukti dengan berbagai produk kebijakan dan program
pembangunan daerah yang pro-rakyat selama tiga tahun dia mengemban jabatan
Bupati Supiori. Selain prioritas pada pembangunan infrastruktur dasar untuk
kesejahteraan masyarakat, Pemkab Supiori yang dinakhodai Fredrik Menufandu juga
memberi prioritas pada peningkatan pendapatan perekonomian masyarakat.
Ya, mengawali tahun kerja
2014, sedikitnya 193 nelayan tradisional yang tersebar pada lima distrik di
Kabupaten Supiori mendapat penguatan ekonomi melalui bantuan perahu nelayan
lengkap dengan motor tempel serta alat tangkap berupa jaring.
Penyerahan bantuan bagi
193 warga masyarakat nelayan di Supiori ini dilakukan Bupati Supiori, Fredrik
Menufandu, S.H., M.H., M.M., bersama Wakil Bupati Drs. Yan Imbab, disaksikan
seluruh penerima bantuan dan PNS Pemerintah Kabupaten Supiori, di Aula Lantai I
Kantor Bupati Supiori, Sorendiweri, pertengahan Februari 2014.
Dalam arahannya, Bupati
Supiori Fredrik Menufandu mengharapkan bantuan perahu lengkap dengan motor
tempel serta alat tangkap tersebut dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk
semata-mata meningkatkan pendapatan perekonomian keluarga nelayan yang selama
ini mengalami berbagai kesulitan dan kekurangan.
“Program prioritas saya
dan wakil bupati adalah meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Supiori.
Sudah sekian puluh tahun, kita terbelenggu dengan keterbatasan, keterbatasan
yang sengaja diciptakan selama kita masih satu dengan Kabupaten Induk (Biak
Numfor) maupun keterbatasan yang memang tidak bisa kita lawan,” tutur Bupati
Fredrik Menufandu.
“Dari
pengalaman-pengalaman masa lalu tersebut, yang juga kami rasakan, maka saya dan
saudara wakil bupati, dalam visi misi kami, dalam setiap pembahasan APBD, dan
dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan, peningkatan kesejahteraan warga
masyarakat Supiori selalu menjadi isu utama dan pertama dalam lima tahun
kepemimpinan kami,” jelas Bupati.
Kabupaten Supiori, demikian
sebut Bupati Fredrik Menufandu, dalam persentase APBD TA 2014, masih menaruh
perhatian yang sangat besar bagi kepentingan rakyat yakni 70% belanja publik
dan 30% belanja aparatur.
Dikatakan Bupati, dalam
penentuan kebijakan APBD, Pemerintah Kabupaten Supiori menganut tiga sistem
yaitu APBD Berpihak pada rakyat, ABPD berpihak pada kepentingan umum dan ABPD
harus mampu meningkatkan pelayanan.
“Jika kami totalkan, APBD
Supiori di tahun 2014 ini berkisar pada Rp700 miliar. Anggaran yang besar ini,
sebagian besar untuk rakyat. Untuk aparatur (PNS), kami terus kurangi pada
setiap tahun, belanja setiap SKPD kami sama-sama ikuti dan yang tidak penting kami
pangkas. Kebijakan APBD ini kami ambil untuk menjamin bahwa pembangunan Kabupaten
Supiori dalam lima tahun kepemimpinan saya bersama wakil Bupati, minimal ada
sebagian kecil warga masyarakat Supiori yang sudah meningkat kesejahteraannya,”
Bupati berharap.
Di tempat yang sama,
Wakil Bupati Drs. Yan Imbab mengingatkan, penerima bantuan, agar bantuan yang
diterima tersebut tidak dipindah-tangankan kepada orang lain alias dijual lagi
ke nelayan di Biak atau daerah lain, namun sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk
menopang peningkatan pendapatan dan perekonomian keluarga.
“Saya dapat info ada warga
masyarakat yang menjual bantuan yang didapat dari pemerintah daerah kepada
penadah di Biak. Saya ingatkan, jangan sampai kedapatan, bantuan yang sudah
kalian terima dijual lagi. Saya akan bertindak tegas, Pemda akan ambil kembali
dan kepada warga masyarakat yang menjual bantuan ini, tidak akan lagi diberikan
bantuan. Saya harap ini menjadi peringatan untuk semua,” tegas Wabup Yan Imbab.
Bantuan kepada 193
nelayan Supiori ini berasal dari dua SKPD, masing-masing dari Bappeda Kabupaten
Supiori sebanyak 132 motor tempel berkekuatan 15 PK lengkap dengan perahu, dan
dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) berjumlah 61 motor tempel 15 PK tanpa
perahu dan 183 jaring.
Kepala DKP Supiori, Ir.
Roberth Matulesi, melaporkan bahwa bantuan DKP, masing-masing 61 unit motor
tempel bersumber dari Dana Otsus TA 2013, sedangkan untuk 183 jaring berbagai
ukuran bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) TA 2013.
Untuk menggerakkan roda
perekonomian masyarakat di Kabupaten Supiori, sudah sejak lama Pemkab Supiori
memberikan bantuan alat tangkap kepada kelompok-kelompok nelayan yang ada.
Tahun 2006 misalkan, sebanyak 29 kelompok nelayan yang ada di Supiori menerima
bantuan alat tangkap.
Dana bantuan alat tangkap
tersebut diperoleh dari dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang
diterima Kabupaten Supiori pada anggaran 2005. Kepala Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Supiori (waktu itu) Ir. Dance Rumainum mengatakan bantuan alat
tangkap yang diberikan kepada kelompok nelayan tersebut bersumber dari dana
Otsus sebesar Rp508 juta dan DAK non-DR sebesar Rp1,1 miliar.
"Selain alat
tangkap, kami juga memberikan bantuan motor tempel sebanyak 8 unit yang
bersumber dari dana Otsus sebesar Rp332 juta. Bantuan ini kami berikan kepada 8
kelompok nelayan yang mendapatkan perahu, motor tempel dan alat tangkap dan 21
kelompok yang mendapat bantuan alat tangkap saja," tandasnya.
Selain memberikan bantuan
alat tangkap kepada kelompok nelayan, menurut Dance Rumainum, Pemkab Supiori
pada tahun anggaran 2005 juga telah membangun sebuah pabrik es yang
berkapasitas 1,5 ton di Distrik Supiori Selatan.
A. Tulus Hati dan Cakap Melayani
Bupati Fred memahami
betul bagaimana melayani rakyatnya dengan sepenuh hati. Sebab itu, dia
memprioritaskan warganya yang benar-benar membutuhkan dan selama ini jauh dari
fokus para pemimpin. Banyak pemimpin hanya memperhatikan rakyatnya yang
berpunya karena tak perlu repot-repot menyapa dan memikirkan materi apa yang
mesti diberikan. Kalangan berpunya biasanya (cenderung) akan datang melayani
kemauan atau kehendak sang pemimpin. Sebaliknya, buat kalangan papa, sang
pemimpin harus datang melayani, memberikan hatinya (tulus hati) dan mengulurkan
tangannya.
Ketulusan hati berbicara
tentang integritas seorang pemimpin. Raja Daud dikatakan bahwa “Ia
menggembalakan umat Israel dengan ketulusan hatinya, dan menuntun (memimpin)
mereka dengan kecakapan tangannya” (Mazmur
78:72). Itu sebabnya memiliki kompetensi dalam kepemimpinan saja tidak
cukup, dibutuhkan pula ketulusan hati.
Ketulusan hati tercermin
dalam integritas kehidupan seorang pemimpin. Rendahnya integritas telah menjadi
masalah kepemimpinan Kristen. Pakar kepemimpinan John Maxwell mengatakan bahwa
di dalam sebuah survei di Amerika yang ditujukan kepada kurang lebih 1300 para
pimpinan perusahaan dan pejabat di pemerintahan, mereka ditanya kualitas apakah
yang paling penting dimiliki untuk dapat sukses menjadi pemimpin. Jawabannya
menarik karena secara mayoritas (71%) mereka memilih jawaban sebagai yang
terpenting: integritas (173).
Arti kata integritas
adalah keadaan yang sempurna, di mana perkataan dan perbuatan menyatu dalam
diri seseorang. Seseorang yang memiliki integritas tidak meniru orang lain,
tidak berpura-pura, tidak ada yang disembunyikan, dan tidak ada yang perlu
ditakuti. Kehidupan seorang pemimpin adalah seperti surat Kristus yang terbuka
(II Kor 3:2).
Integritas sebagai
karakter bukan dilahirkan, tapi dikembangkan secara satu lepas satu di dalam
kehidupan kita melalui kehidupan yang mau belajar, keberanian untuk dibentuk
Roh Kudus. Itu sebabnya seorang pemimpin terkenal berani berkesimpulan, bahwa
karakter yang baik akan jauh lebih berharga dan dipuji manusia dibandingkan
dengan bakat atau karunia yang terhebat sekalipun. Kegagalan sebagai pemimpin
bukan terletak kepada strategi dan kemampuannya dalam memimpin, tetapi kepada
tidak adanya integritas pada diri pemimpin.
Itu sebabnya memimpin tidaklah
mudah. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa , “Pemimpin laksana ikan dalam
akuarium (fishbawl) di mana semua
segi kehidupannya diamati dan diawasi orang lain. Menariknya, orang lebih
mengingat kejelekan kita daripada kebaikannya.” Memang kepemimpinan selalu
menjadi sorotan dan ketika seseorang menjadi pemimpin, orang mulai menyoroti
kelemahannya, namun dengan mengembangkan integritas akan menolong kita
menghadapi hal ini.
Selain ketulusan hati,
Bupati Fred juga dikenal cakap dalam memimpin. Memimpin dengan kecakapan
berarti memiliki kompetensi, kemampuan serta keahlian.
Menurut Dr. Yakob
Tomatala, kompetensi meliputi banyak hal yang meliputi kompetensi karakter,
pengetahuan, dan keahlian. Kita coba lihat dua hal dari kompetensi keahlian
yang menolong menguatkan kepemimpinan, yaitu kecakapan hubungan antar-manusia (relationship) dan kecakapan keahlian
teknis.
Sebagaimana diringkas
oleh Dian Pradana, maka kompetensi yang dimaksud oleh Dr. Tomatala itu meliputi
dua hal: pertama, kecakapan yang
berkenaan dengan “hubungan antar-manusia” atau disebut juga “keterampilan atau
kecakapan sosial”. Seorang pemimpin yang baik tidak hanya menyadari bahwa ia
membutuhkan orang lain, tapi ia juga dengan penuh tanggung jawab dapat membina
hubungan baik dengan orang lain yang menjamin kerja sama yang baik dan
keberhasilan kerja. Hubungan baik dengan orang lain harus dimulai oleh
pemimpin. Ia harus memiliki tekad untuk menyukainya, menghidupinya dengan
melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.
Prinsip kepemimpinan Yesus
tetap berlaku di sini, yaitu: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang
perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Matius 7:12). Tekanan utama yang diberikan di sini adalah bahwa apa
saja yang dilakukan oleh seorang pemimpin, mencerminkan apa saja yang telah,
sedang dan akan diperbuat orang kepadanya. Apabila pemimpin menghendaki dan
melaksanakan/membina hubungan baik dengan siapa saja, ia pun akan menerima
kebaikan dari tindakannya.
Kedua,
kecakapan yang berkaitan dengan “hubungan pelaksanaan tugas” di mana seseorang
yang disebut ahli itu tahu dan dapat melakukan tugasnya secara baik dan benar.
Keterampilan, keahlian atau kecakapan tugas berkaitan erat dengan hal-hal
praktis yang bersifat teknis, sehingga dapat juga disebut keahlian
teknis/praktis. Keahlian ini berkaitan erat dengan “bagaimana melaksanakan
tugas”, yang harus dilaksanakan secara baik dan
pemimpin harus memiliki keahlian khas, khususnya yang berkenaan dengan
kecakapan memimpin.
Itu sebabnya, dalam
memimpin, seseorang tidak boleh pernah berhenti belajar baik dalam bentuk
formal ataupun informal. Pembelajaran yang terus-menerus akan menghasilkan
kecakapan yang lebih banyak lagi. Pembelajaran tidak berfokus kepada gelar,
namun kepada pemenuhan salah satu kunci sukses pemimpin-gembala yaitu cakap,
yang meliputi cakap mengajar, cakap berelasi, dan cakap memimpin.
Bupati Fred terus
berusaha meningkatkan keterampilan/kecakapannya memimpin dan mengasah kepekaan
hatinya agar kepemimpinnya benar-benar dirasakan oleh semua kalangan yang ada
di wilayah Kabupaten Supiori.
B.
Pengorbanan
Total Bagai Lilin yang Menerangi
Kendati tampak sekadar
melanjutkan program pembangunan dari waktu-waktu yang telah berlalu, Bupati
Fred ingin benar-benar total mengangkat derajat dan kesejahteraan warga
masyarakat Kabupaten Supiori. Tidak hanya sebatas membantu kaum nelayan, kepada
warga masyarakat Supiori umumnya, Bupati Fred pun telah menggelontorkan program
pengobatan gratis lewat Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Sejak Bupati Fred
memimpin Kabupaten Supiori, Pemerintah Kabupaten Supiori memberlakukan gratis
biaya kesehatan untuk warga masyarakat setempat baik melalui layanan di Puskesmas
maupun melalui RSUD.
Kepala Dinas Kesehatan
Supiori dr Jenggo Suwarko mengatakan bahwa setiap warga yang berobat ke Puskesmas
atau rumah sakit tidak dipungut biaya karena Pemkab telah menyediakan anggaran
pelayanan kesehatan. "Pelayanan gratis kesehatan sudah berjalan di Puskesmas,
Puskesmas Pembantu hingga rumah sakit umum daerah Supiori," katanya.
Dia menjelaskan bahwa
fasilitas kesehatan yang ada di RSUD Supiori antara lain ruang rawat inap, Unit
Gawat Darurat (UGD), alat USG empat dimensi, dan rekam medik. Khusus peralatan
USG empat dimensi terbaru dimiliki RSUD Supiori, kata Jenggo, sudah difungsikan
untuk memeriksa dan mengetahui perkembangan janin saat ibu hamil.
"Jika dokter atau
rumah sakit lain pemeriksaan USG bisa dikenakan biaya berkisar Rp450 ribu, maka
di Supiori kami gratiskan sesuai kebijakan pemerintah daerah," tandasnya.
Pelayanan bidang
kesehatan, kata Jenggo, akan diberikan kepada semua warga masyarakat Kabupaten
Supiori yang berdomisili di berbagai kampung, distrik, dan pulau terluar Mapia.
"Dinas Kesehatan
berwajiban menyelenggarakan layanan kesehatan yang baik sesuai standar,"
kata Jenggo Suwarko.
Jelas bahwa Bupati Fred
demikian total dalam langkah-langkahnya mensejahterakan rakyat Supiori. Bahkan,
sampai-sampai dirinya seolah tidak memikirkan dirinya sendiri. Dia seakan
membiarkan dirinya meleleh bagai lilin asal rakyat yang dipimpinnya bertambah
sejahtera dari waktu ke waktu. Tampilannya amat sederhana nan bersahaja,
kerapkali dia mengenakan celana pantalon yang telah dipakainya sejak mengikuti
Diklat Pim di Makassar tahun 1990-an. Di puncak singgasanya kini pun dia belum
memiliki rumah pribadi. Baru akhir tahun 2014 rencananya dia membeli rumah di
Biak dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Ya, Bupati Fred hidup
bersandar pada filosofi lilin. Lilin berarti sebuah pengorbanan. Berkorban demi
orang lain secara total, sampai batas akhir kemampuan. Jika kita mampu, saat
menolong, membantu, melayani orang lain harus dengan sepenuh hati, tanpa
mengharap imbalan apapun, dan rela berkorban. Memang susah, tapi kita bisa
belajar sedikit demi sedikit.
Lilin sepertinya
mengajarkan kita untuk memposisikan diri kita supaya bermanfaat bagi orang lain
tapi dengan cara merusak diri sendiri. Ingat juga, kisah dari Inggris bagaimana
Robinhood merampok orang-orang kaya untuk dibagikan hasilnya kepada orang-orang
miskin. Tujuannya memang baik, namun caranya yang salah, dengan merusak,
melanggar hukum, dan tentu berakibat buruk secara sistem.
Menjadi lilin seakan bukanlah
pilihan yang menyenangkan. Tapi minimal, menjadi lilin adalah pilihan yang
gagah, menerangi dan mencoba memberikan seberkas cahaya, meskipun cahaya itu
akan menghancurkan dirinya sendiri. Tapi bukankah untuk itu lilin ada dan
dengan begitu lilin memberi arti. Awal tujuan dari dibuatnya lilin adalah untuk
menerangi kegelapan.
Apalah artinya lilin
kalau nantinya hanya akan disimpan dan tubuhnya hancur menjadi serpihan lantaran
patah atau terinjak atau bahkan hancur dimakan zaman!
Mari kita simak kisah
fiksi sarat petuah berikut. Alkisah ada empat buah lilin yang menyala, sedikit
demi sedikit habis meleleh, suasana begitu sunyi sehingga terdengar percakapan di
antara mereka.
Lilin pertama berkata: “AKU
ADALAH DAMAI, namun manusia tidak bisa menjagaku, maka lebih baik aku mematikan
diriku sendiri saja!!”
Demikianlah hingga
sedikit demi sedikit sang lilin padam …
Lilin kedua berujar: “AKU
ADALAH IMAN, sayang, aku tidak berguna lagi. Manusia tidak mau mengenalku,
untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.”
Begitu selesai bicara
tiupan angin memadamkannya.
Dengan sedih giliran
lilin ketiga berucap: “AKU ADALAH CINTA. Tak mampu lagi aku ‘tuk tetap menyala.
Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berguna. Mereka saling membenci,
bahkan membenci orang yang mencintainya, membenci keluarganya.”
Tanpa menunggu waktu lama
si lilin lantas padam.
Tanpa terduga, tiba-tiba
seorang anak masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena
takut akan kegelapan si anak kemudian berkata:
“Eh, apa yang terjadi? Kalian harus tetap menyala, aku takut akan
kegelapan.”
Lalu sedu-sedan si anak
itu menangis.
Lantas dengan terharu
lilin keempat bertutur: “Jangan takut, jangan menangis, selama aku ada dan
menyala, kita dapat menyalakan ketiga lilin lainnya. AKULAH HARAPAN.”
Dengan mata berbinar, si
anak mengambil lilin harapan, selanjutnya mulai menyalakan ketiga lilin yang lain.
Pelajaran atau moral berharga
dari cerita fiksi ini: apa yang tidak akan pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada
dalam hati kita. Dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti si
anak kecil tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali iman,
damai dan cinta ...dengan HARAPAN-nya.
Sisi positif itulah yang kemudian
diambil pelajaran oleh Bupati Fred dalam memimpin rakyat Supiori. Dalam situasi
masyarakat Supiori yang kadang kehilangan asa lantaran dirundung kemiskinan,
dia menyalakan ‘api’ harapan lewat cinta, kasih dan iman. Kendati berbau
material semata, program-program membantu motor tempel dan alat jaring kepada
nelayan, pengobatan gratis warga miskin yang sakit, dan memberikan beras miskin
(Raskin), semua itu dilandasi upaya untuk menghidupkan harapan, asa hidup yang
lebih baik dan sejahtera.
Pemerintah Kabupaten
Supiori, Papua, mengalokasikan dana otonomi khusus (Otsus) sebesar Rp4 miliar
untuk menebus jatah Raskin buat warga masyarakat penerima manfaat di wilayah
pemekaran itu. Penebusan Raskin kepada Perum Bulog Subdivre Biak melalui
dukungan dana Otsus Papua untuk warga Supiori sudah diprogramkan sejak
2011-2012.
"Penebusan Raskin
gratis yang diterima warga masyarakat Supiori sebagai wujud nyata kepedulian
Pemkab membantu ketersediaan kebutuhan beras bagi setiap keluarga penerima
manfaat," ungkap Bupati Fred.
Dia mengatakan, dengan
alokasi pembelian dana Raskin diharapkan masyarakat Supiori tidak lagi
kesulitan mendapatkan bahan pokok beras untuk kebutuhan makan bersama keluarga.
Pemkab Supiori, lanjut Bupati
Fred, terus berupaya setiap tahun anggaran lewat dana Otsus Papua meningkatkan
kesejahteraan warga masyarakat lewat berbagai program pembangunan di Kabupaten
Supiori.
C.
Persembahan
kepada Tuhan
Selain bertumpu pada filosofi
lilin yang sarat nilai dan moral religius, Bupati Fred juga mendasarkan
langkah-langkah kepemimpinannya di Kabupaten Supiori dengan pondasi persembahan
kepada Tuhan. Dia memberikan persembahan hati, tenaga, pikiran dan cinta kasih kepada
umat penuh suka cita, tanpa ada rasa keterpaksaan. Sedari kecil, dia memang
dididik untuk itu.
Pada umumnya, ketika
memberi berbagai macam persembahan (kolekte, ucapan syukur, perpuluhan dan
sebagainya), banyak motivasi muncul dalam pikiran tiap orang Kristen. Barangkali,
persembahan dilakukan secara terpaksa lantaran perasaan sungkan atau takut
dianggap sebagai jemaat yang buruk. Padahal, Alkitab mengajarkan bahwa
pemberian hendaknya dilakukan dengan suka cita dan kerelaan. Kemungkinan kedua,
persembahan dilakukan untuk buang sial. Kadang, motivasi seperti ini justru
dimanfaatkan oleh Gereja tertentu supaya jemaat merasa takut bila tidak
memberikan persembahan. Dengan begitu, persembahan menjadi ‘amplop’ buat Tuhan
agar tidak marah dan selalu bersikap baik. Padahal, Tuhan tidaklah miskin
hingga membutuhkan sumbangan jemaat-Nya. Kemungkinan ketiga, persembahan
dimotivasi oleh sistem pancing. Jikalau Minggu ini memberi persembahan sebesar
Rp1.000 maka sebagai balasannya akan diperoleh berkat sebesar Rp10.000.
Motivasi ini dapat digambarkan dengan ilustrasi ‘Umpan teri dipakai untuk
memancing ikan kakap’. Semakin besar umpannya maka hasilnya juga makin banyak.
Alkitab memang mengajarkan bahwa memberi persembahan merupakan suatu
kesempatan. Ironisnya, kesempatan itu seringkali disalah-gunakan menjadi format
bisnis. Konsep materialisme dunia semacam ini dapat mempengaruhi Gereja dan
agama lainnya hingga mewarnai hampir semua orang dalam beribadah dan memberi
persembahan. Tiga motivasi tersebut adalah yang terbanyak dilakukan oleh orang
beragama dan harus dikoreksi. Sedangkan kaum ateis tidak mengenal persembahan
karena tidak mempercayai adanya Tuhan.
Rm
12:1
mengatakan, “Demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang
berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Penyebabnya ialah
“Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dia-lah
kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Rm
11:36).
Lalu apa yang menjadi
motivasi persembahan, terutama yang terbesar yaitu seluruh tubuh sebagai
persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah?
Pertama,
persembahan diberikan dengan kesadaran bahwa segala sesuatu diperoleh dari,
oleh dan kepada Dia. Motivasi persembahan terpenting yang membedakan semua
konsep agama dengan iman Kristen yaitu kesadaran bahwa semua yang ada di dunia
ini adalah milik Tuhan yang dipercayakan kepada manusia. Maka tak seorang pun
berhak mengambil walau hanya sebagian kecil dari seluruh hakekat hidup dan
keberadaan dirinya. Sesungguhnya, konsep Rm
11:36 telah dimengerti dan dipegang oleh Ayub yang jauh lebih tua daripada
penulis Kitab Kejadian yaitu Musa. Walaupun manusia memiliki keahlian, ilmu,
kepandaian, keterampilan, tenaga dan kesempatan hingga mampu bekerja, semua itu
bukanlah hasil usaha serta kehebatannya sendiri melainkan anugerah Tuhan.
Konsep mandat budaya
Kristen mengajarkan tidak hanya preserve
the world seperti konsep New Age
melainkan preserve and develop the world
(memelihara dan mengusahakan dunia). Sedangkan dunia mengajarkan untuk
menghancurkan dan mengatur segala sesuatu sesuka hati. Namun mereka tidak mampu
melakukannya karena sejak pertama kali dunia diciptakan, Tuhan telah menatanya secara
sangat indah. Dengan bijaksana-Nya, Ia tidak berkenan menciptakan manusia pada
hari pertama karena keadaan dunia masih chaos
dan kemungkinan belum ada oksigen. Tiga hari pertama, Ia menata seluruh alam
semesta dengan sangat rapi. Setelah itu, Ia menciptakan binatang dan tumbuhan.
Lalu yang terakhir barulah manusia.
Konsep perpuluhan Kristen
mengajarkan bahwa manusia menerima berkat Tuhan terlebih dulu kemudian harus
mengembalikan sebagian dari berkat itu kepada-Nya. Tanpa berkat Tuhan
sedikitpun, tak ada yang dapat dipersembahkan. Selain itu, Perjanjian Baru tidak pernah mengatakan berapa persen persembahan
karena yang terpenting adalah jiwa, semangat dan kesadaran akan anugerah Tuhan
hingga rela mempersembahkan seluruh tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus
dan berkenan kepada-Nya.
Kedua,
Rm 11:36-12:1 merupakan salah satu aspek yang
membedakan antara Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. Menurut Perjanjian Lama, persembahan diwujudkan
dalam bentuk binatang yang dikorbankan. Namun sebenarnya itu bukanlah
persembahan yang asli karena hanya mengacu pada pengorbanan Kristus. Ketika
berada dalam dosa, manusia harus mati dan tidak mampu berbuat sesuatu karena
telah menjadi budak dosa. Setelah korban dosa ditebus oleh Kristus dengan
kematian-Nya di kayu salib maka orang Kristen dapat melakukan persembahan
sejati yaitu tubuhnya sendiri yang telah diperbaharui sebagai persembahan yang
hidup dan lambang pengabdian hidup kepada-Nya. Itulah alasan mengapa Tuhan
menghendaki hanya orang-orang ‘hidup’ (secara spiritual) yang memberikan
persembahan.
Kalau setiap umat beriman
mengabdi dan melayani secara baik, maka jiwanya akan penuh dengan pengertian
persembahan karena sudah belajar menyerahkan hidupnya. Itulah alasan mengapa kita
tidak menyukai persembahan dari orang tak percaya karena mereka mengira telah
mendukung pekerjaan Tuhan dan tanpa dukungan itu, Gereja tidak akan dapat
berkembang. Di desa, setiap jemaat merasa ikut bertanggung-jawab atas rumah
Tuhan. Karena itu, mereka bekerja sama membangunnya dengan pengabdian seluruh
hidup. Motivasi, sikap, sifat dan jiwa mereka sangat baik. Kalau di kota,
biasanya jemaat mengumpulkan dana bagi pekerjaan Tuhan. Namun motivasinya harus
tetap dipertahankan dan tidak boleh bergeser dari yang seharusnya.
Konsep persembahan Reformed start dari kedaulatan Allah (Rm 11:36) dan bukan kebutuhan manusia.
Maka konsep persembahan telah diproporsikan secara tepat, baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Jiwa ini telah
ditunjukkan oleh Abraham ketika pertama kali memberikan kata ‘perpuluhan’
kepada Melkisedek sebagai figurasi Kristus. Dengan demikian, Abraham telah
memandang ibadah sejati dalam Kristus.
Ketiga,
Alkitab mengajarkan bahwa persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada
Tuhan merupakan ibadah sejati (the true
worship). Sedangkan kebaktian adalah salah satu format ibadah di mana semua
orang Kristen datang menyembah dan mendengarkan Firman Tuhan lalu bersekutu,
berkomitmen serta ‘membungkukkan diri’ (ibadah = abodah = to bow down) yang menggambarkan ketaatan hati, penyerahan
dan penaklukan diri pada kehendak Tuhan secara mutlak dengan kerelaan.
Sedangkan ibadah sejati mencakup seluruh totalitas hidup dan keberadaan
manusia. Maka persembahan menjadi tanda penundukan diri orang Kristen kepada
Tuhan. Dengan begitu, hidupnya akan penuh ketaatan melalui persembahan.
Bupati Fred telah
memahami benar prinsip-prinsip persembahan yang berangkat dari iman Kristen. Dia
betul-betul melangkah dengan landasan pengorbanan dan persembahan yang hidup,
kudus dan berkenan di mata Tuhan. Setiap langkahnya pun menjadi langkah sepenuh
hati dan sarat kasih. Langkah-langkahnya membantu nelayan mengoptimalkan
potensi, membantu warga miskin gratis berobat, dan mengentaskan kehidupan tak
layak menjadi layak tidak lain untuk berbagi kasih dalam persembahan kepada
Tuhan.
D.
Mengubah
Tradisi Dilayani Menjadi Melayani
Melengkapi kerja keras
sepenuh hati, menerangi dan mensejahterakan warga masyarakat, Bupati Fred juga
ingin menyempurnakan mindset
aparaturnya dari tradisi dilayani menjadi kultur melayani dan dari menerima
baru kemudian memberi menjadi memberi terlebih dulu untuk menggapai apa yang
diinginkan. Pengalaman ruhaniah Bupati Fred mengajarkan betapa dahsyatnya
prinsip “memberi dulu baru menerima, melayani dulu baru kemudian dilayani.”
Dalam kehidupan ini,
kerapkali sebagian besar orang cenderung berpikir untuk “menerima dulu baru
memberi”. Namun, banyak pula sebenarnya orang yang telah meyakini pola pikir
sebaliknya “memberi dulu baru kemudian menerima”. Misalkan orang-orang yang
menjalankan bisnis online. Bayangkan
saja, ketika kita melihat sebuah blog
atau sebuah website yang berisi
banyak sekali informasi ‘gratis’ di sana. Si pemilik blog tersebut rajin sekali
meng-update blog-nya. Nah, bila kita
pikir-pikir, dari mana ia memperoleh keuntungan karena ia cuma memberi dan
belum menerima?
Pun demikian tatkala kita
melihat sebuah website yang
memberikan “Tips atau Newsletter
gratis” yang kemudian seseorang mengirimkan tips-tips secara berkala,
seakan-akan si pemilik website tidak
akan memperoleh apa-apa saat ia tengah memberi. Mereka sedang mempraktikkan
prinsip “beri dulu baru kemudian terima”.
Ilustrasinya relatif
sederhana. Si pemilik blog atau website tadi memberi dulu informasi
secara gratis. Mulailah datang banyak pengunjung ke blog atau website mereka.
Apalagi, mereka memberi dengan “tulus” sehingga mereka memberikan “isi” yang
berkualitas. Maka pengunjung akan senang hati dan percaya atas ketulusan
mereka.
Selanjutnya, bila mereka
menyarankan pengunjung tentang sebuah program bisnis atau produk yang bagus
berkaitan dengan blog/website mereka,
maka banyak pengunjung yang sudah “percaya kepada mereka” dan dengan senang
hati membeli apa yang mereka tawarkan atau sarankan.
Alasan yang sama
menerangkan mengapa banyak seminar bisnis diberikan secara gratis alias preview sebelum kemudian kita datang, “merasa
tidak enak” datang lantaran sang pembicara menjelaskan dengan begitu semangat
dan tulus. Rasanya, kok kita
mendapatkan sesuatu yang demikian berharga secara “gratis” lalu dengan senang
hati biasanya kita akan memutuskan untuk ikut “acara yang sesungguhnya”.
Banyak hal yang semua
gratis di internet, tapi sekarang “berbayar”. Yahoo Classified contohnya. Bila dulu kita pasang iklan di Yahoo gratis, maka sekarang sudah harus
berbayar. Banyak blogger atau
pebisnis online yang semula, ketika
belum sepopuler sekarang, memberikan informasi gratisan saja. Setelah mereka
belajar sangat banyak, dan menjadi sangat tahu, mereka sudah memiliki pembaca
yang loyal, maka waktunya mereka mulai menerima dengan menjual sesuatu atau menawarkan
sesuatu yang “berbayar”.
Bupati Fred meyakini
benar prinsip memberi dulu baru kemudian menerima yang berangkat dari upaya
melayani. Jika kita cermati, bahwa melayani adalah sebuah unsur yang sangat
nyata dalam kepemimpinan Yesus. Yesus datang untuk melayani dan memberi. Sebab
itu, tidaklah berlebihan bila kita katakan bahwa Tuhan juga menghendaki hal
yang sama dengan diri kita. Setelah kita ditebus menjadi anak-Nya melalui iman
Kristus, meminjam pendapat Pendeta Midian KH Sirait MTh, Tuhan ingin membentuk
kita agar memiliki karakter yang telah menjadikan Kristus berbeda dari
orang-orang lain pada zamannya. Tuhan berkehendak untuk mengembangkan sikap
melayani dan memberi dalam setiap umat-Nya, sama seperti yang dimiliki oleh
Kristus.
Konsep Yesus tentang
kepemimpinan yang melayani terlihat dalam kalimat berikut ini: “Kamu tahu,
pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan
pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.” (Matius 20: 25)
Di saat mulai memimpin
Kabupaten Supiori, Bupati Fred tidak segan-segan merogoh kocek pribadi untuk memenuhi
permintaan warganya yang merasa kekurangan atau terlilit persoalan sulit. Hasilnya,
segala langkahnya menjadi terasa mudah. Minimal, dana Otonomi Khusus mengalir lancar
ke Kabupaten Supiori. Bahkan, langkahnya membangun atau memperbaiki sekitar
5.000 rumah warga sampai layak huni nyaris sempurna, berjalan hampir-hampir
tanpa hambatan, warga masyarakat secara sukarela membantu agar program ini
berjalan sesuai dengan perencanaan.
Bersama segenap aparatur
di jajarannya, Bupati Fred terus-menerus turun langsung ke ujung lapisan
masyarakat untuk memberi dan melayani. Ketulusan hati, kecakapan memimpin dan
landasan persembahan kepada Tuhan telah menjadikan Bupati Fred sebagai seorang
pemimpin yang benar-benar melayani, mumpuni, lengkap dan dicintai rakyatnya. Rakyat
merasakan betul nada-nada peningkatan kesejahteraan yang selama ini seolah terasa
sekadar mimpi. (*)
No comments:
Post a Comment