Saturday, August 30, 2014

Melayani dengan Hati dan Merangkul Penuh Kasih

* LIMA


Raja Daud dikatakan bahwa “Ia menggembalakan umat Israel dengan ketulusan hatinya, dan menuntun (memimpin) mereka dengan kecakapan tangannya.”
(Mazmur 78:72)

SORENDIWERI, awal 2014. Masyarakat Supiori sudah sepatutnya berbangga, karena memiliki seorang pemimpin bernama Fredrik Menufandu yang benar-benar peduli pada nasib mereka. Ini terbukti dengan berbagai produk kebijakan dan program pembangunan daerah yang pro-rakyat selama tiga tahun dia mengemban jabatan Bupati Supiori. Selain prioritas pada pembangunan infrastruktur dasar untuk kesejahteraan masyarakat, Pemkab Supiori yang dinakhodai Fredrik Menufandu juga memberi prioritas pada peningkatan pendapatan perekonomian masyarakat.
Ya, mengawali tahun kerja 2014, sedikitnya 193 nelayan tradisional yang tersebar pada lima distrik di Kabupaten Supiori mendapat penguatan ekonomi melalui bantuan perahu nelayan lengkap dengan motor tempel serta alat tangkap berupa jaring.
Penyerahan bantuan bagi 193 warga masyarakat nelayan di Supiori ini dilakukan Bupati Supiori, Fredrik Menufandu, S.H., M.H., M.M., bersama Wakil Bupati Drs. Yan Imbab, disaksikan seluruh penerima bantuan dan PNS Pemerintah Kabupaten Supiori, di Aula Lantai I Kantor Bupati Supiori, Sorendiweri, pertengahan Februari 2014.
Dalam arahannya, Bupati Supiori Fredrik Menufandu mengharapkan bantuan perahu lengkap dengan motor tempel serta alat tangkap tersebut dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk semata-mata meningkatkan pendapatan perekonomian keluarga nelayan yang selama ini mengalami berbagai kesulitan dan kekurangan.
“Program prioritas saya dan wakil bupati adalah meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Supiori. Sudah sekian puluh tahun, kita terbelenggu dengan keterbatasan, keterbatasan yang sengaja diciptakan selama kita masih satu dengan Kabupaten Induk (Biak Numfor) maupun keterbatasan yang memang tidak bisa kita lawan,” tutur Bupati Fredrik Menufandu.
“Dari pengalaman-pengalaman masa lalu tersebut, yang juga kami rasakan, maka saya dan saudara wakil bupati, dalam visi misi kami, dalam setiap pembahasan APBD, dan dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan, peningkatan kesejahteraan warga masyarakat Supiori selalu menjadi isu utama dan pertama dalam lima tahun kepemimpinan kami,” jelas Bupati.
Kabupaten Supiori, demikian sebut Bupati Fredrik Menufandu, dalam persentase APBD TA 2014, masih menaruh perhatian yang sangat besar bagi kepentingan rakyat yakni 70% belanja publik dan 30% belanja aparatur.
Dikatakan Bupati, dalam penentuan kebijakan APBD, Pemerintah Kabupaten Supiori menganut tiga sistem yaitu APBD Berpihak pada rakyat, ABPD berpihak pada kepentingan umum dan ABPD harus mampu meningkatkan pelayanan.
“Jika kami totalkan, APBD Supiori di tahun 2014 ini berkisar pada Rp700 miliar. Anggaran yang besar ini, sebagian besar untuk rakyat. Untuk aparatur (PNS), kami terus kurangi pada setiap tahun, belanja setiap SKPD kami sama-sama ikuti dan yang tidak penting kami pangkas. Kebijakan APBD ini kami ambil untuk menjamin bahwa pembangunan Kabupaten Supiori dalam lima tahun kepemimpinan saya bersama wakil Bupati, minimal ada sebagian kecil warga masyarakat Supiori yang sudah meningkat kesejahteraannya,” Bupati berharap.
Di tempat yang sama, Wakil Bupati Drs. Yan Imbab mengingatkan, penerima bantuan, agar bantuan yang diterima tersebut tidak dipindah-tangankan kepada orang lain alias dijual lagi ke nelayan di Biak atau daerah lain, namun sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk menopang peningkatan pendapatan dan perekonomian keluarga.
“Saya dapat info ada warga masyarakat yang menjual bantuan yang didapat dari pemerintah daerah kepada penadah di Biak. Saya ingatkan, jangan sampai kedapatan, bantuan yang sudah kalian terima dijual lagi. Saya akan bertindak tegas, Pemda akan ambil kembali dan kepada warga masyarakat yang menjual bantuan ini, tidak akan lagi diberikan bantuan. Saya harap ini menjadi peringatan untuk semua,” tegas Wabup Yan Imbab.
Bantuan kepada 193 nelayan Supiori ini berasal dari dua SKPD, masing-masing dari Bappeda Kabupaten Supiori sebanyak 132 motor tempel berkekuatan 15 PK lengkap dengan perahu, dan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) berjumlah 61 motor tempel 15 PK tanpa perahu dan 183 jaring.
Kepala DKP Supiori, Ir. Roberth Matulesi, melaporkan bahwa bantuan DKP, masing-masing 61 unit motor tempel bersumber dari Dana Otsus TA 2013, sedangkan untuk 183 jaring berbagai ukuran bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) TA 2013.
Untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat di Kabupaten Supiori, sudah sejak lama Pemkab Supiori memberikan bantuan alat tangkap kepada kelompok-kelompok nelayan yang ada. Tahun 2006 misalkan, sebanyak 29 kelompok nelayan yang ada di Supiori menerima bantuan alat tangkap.
Dana bantuan alat tangkap tersebut diperoleh dari dana Otonomi Khusus dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diterima Kabupaten Supiori pada anggaran 2005. Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Supiori (waktu itu)  Ir. Dance Rumainum mengatakan bantuan alat tangkap yang diberikan kepada kelompok nelayan tersebut bersumber dari dana Otsus sebesar Rp508 juta dan DAK non-DR sebesar Rp1,1 miliar.
"Selain alat tangkap, kami juga memberikan bantuan motor tempel sebanyak 8 unit yang bersumber dari dana Otsus sebesar Rp332 juta. Bantuan ini kami berikan kepada 8 kelompok nelayan yang mendapatkan perahu, motor tempel dan alat tangkap dan 21 kelompok yang mendapat bantuan alat tangkap saja," tandasnya.
Selain memberikan bantuan alat tangkap kepada kelompok nelayan, menurut Dance Rumainum, Pemkab Supiori pada tahun anggaran 2005 juga telah membangun sebuah pabrik es yang berkapasitas 1,5 ton di Distrik Supiori Selatan.

A.   Tulus Hati dan Cakap Melayani
Bupati Fred memahami betul bagaimana melayani rakyatnya dengan sepenuh hati. Sebab itu, dia memprioritaskan warganya yang benar-benar membutuhkan dan selama ini jauh dari fokus para pemimpin. Banyak pemimpin hanya memperhatikan rakyatnya yang berpunya karena tak perlu repot-repot menyapa dan memikirkan materi apa yang mesti diberikan. Kalangan berpunya biasanya (cenderung) akan datang melayani kemauan atau kehendak sang pemimpin. Sebaliknya, buat kalangan papa, sang pemimpin harus datang melayani, memberikan hatinya (tulus hati) dan mengulurkan tangannya.
Ketulusan hati berbicara tentang integritas seorang pemimpin. Raja Daud dikatakan bahwa “Ia menggembalakan umat Israel dengan ketulusan hatinya, dan menuntun (memimpin) mereka dengan kecakapan tangannya” (Mazmur 78:72). Itu sebabnya memiliki kompetensi dalam kepemimpinan saja tidak cukup, dibutuhkan pula ketulusan hati.
Ketulusan hati tercermin dalam integritas kehidupan seorang pemimpin. Rendahnya integritas telah menjadi masalah kepemimpinan Kristen. Pakar kepemimpinan John Maxwell mengatakan bahwa di dalam sebuah survei di Amerika yang ditujukan kepada kurang lebih 1300 para pimpinan perusahaan dan pejabat di pemerintahan, mereka ditanya kualitas apakah yang paling penting dimiliki untuk dapat sukses menjadi pemimpin. Jawabannya menarik karena secara mayoritas (71%) mereka memilih jawaban sebagai yang terpenting: integritas (173).
Arti kata integritas adalah keadaan yang sempurna, di mana perkataan dan perbuatan menyatu dalam diri seseorang. Seseorang yang memiliki integritas tidak meniru orang lain, tidak berpura-pura, tidak ada yang disembunyikan, dan tidak ada yang perlu ditakuti. Kehidupan seorang pemimpin adalah seperti surat Kristus yang terbuka (II Kor 3:2).
Integritas sebagai karakter bukan dilahirkan, tapi dikembangkan secara satu lepas satu di dalam kehidupan kita melalui kehidupan yang mau belajar, keberanian untuk dibentuk Roh Kudus. Itu sebabnya seorang pemimpin terkenal berani berkesimpulan, bahwa karakter yang baik akan jauh lebih berharga dan dipuji manusia dibandingkan dengan bakat atau karunia yang terhebat sekalipun. Kegagalan sebagai pemimpin bukan terletak kepada strategi dan kemampuannya dalam memimpin, tetapi kepada tidak adanya integritas pada diri pemimpin.
Itu sebabnya memimpin tidaklah mudah. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa , “Pemimpin laksana ikan dalam akuarium (fishbawl) di mana semua segi kehidupannya diamati dan diawasi orang lain. Menariknya, orang lebih mengingat kejelekan kita daripada kebaikannya.” Memang kepemimpinan selalu menjadi sorotan dan ketika seseorang menjadi pemimpin, orang mulai menyoroti kelemahannya, namun dengan mengembangkan integritas akan menolong kita menghadapi hal ini.
Selain ketulusan hati, Bupati Fred juga dikenal cakap dalam memimpin. Memimpin dengan kecakapan berarti memiliki kompetensi, kemampuan serta keahlian.
Menurut Dr. Yakob Tomatala, kompetensi meliputi banyak hal yang meliputi kompetensi karakter, pengetahuan, dan keahlian. Kita coba lihat dua hal dari kompetensi keahlian yang menolong menguatkan kepemimpinan, yaitu kecakapan hubungan antar-manusia (relationship) dan kecakapan keahlian teknis.
Sebagaimana diringkas oleh Dian Pradana, maka kompetensi yang dimaksud oleh Dr. Tomatala itu meliputi dua hal: pertama, kecakapan yang berkenaan dengan “hubungan antar-manusia” atau disebut juga “keterampilan atau kecakapan sosial”. Seorang pemimpin yang baik tidak hanya menyadari bahwa ia membutuhkan orang lain, tapi ia juga dengan penuh tanggung jawab dapat membina hubungan baik dengan orang lain yang menjamin kerja sama yang baik dan keberhasilan kerja. Hubungan baik dengan orang lain harus dimulai oleh pemimpin. Ia harus memiliki tekad untuk menyukainya, menghidupinya dengan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.
Prinsip kepemimpinan Yesus tetap berlaku di sini, yaitu: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Matius 7:12). Tekanan utama yang diberikan di sini adalah bahwa apa saja yang dilakukan oleh seorang pemimpin, mencerminkan apa saja yang telah, sedang dan akan diperbuat orang kepadanya. Apabila pemimpin menghendaki dan melaksanakan/membina hubungan baik dengan siapa saja, ia pun akan menerima kebaikan dari tindakannya.
Kedua, kecakapan yang berkaitan dengan “hubungan pelaksanaan tugas” di mana seseorang yang disebut ahli itu tahu dan dapat melakukan tugasnya secara baik dan benar. Keterampilan, keahlian atau kecakapan tugas berkaitan erat dengan hal-hal praktis yang bersifat teknis, sehingga dapat juga disebut keahlian teknis/praktis. Keahlian ini berkaitan erat dengan “bagaimana melaksanakan tugas”, yang harus dilaksanakan secara baik dan  pemimpin harus memiliki keahlian khas, khususnya yang berkenaan dengan kecakapan memimpin.
Itu sebabnya, dalam memimpin, seseorang tidak boleh pernah berhenti belajar baik dalam bentuk formal ataupun informal. Pembelajaran yang terus-menerus akan menghasilkan kecakapan yang lebih banyak lagi. Pembelajaran tidak berfokus kepada gelar, namun kepada pemenuhan salah satu kunci sukses pemimpin-gembala yaitu cakap, yang meliputi cakap mengajar, cakap berelasi, dan cakap memimpin.
Bupati Fred terus berusaha meningkatkan keterampilan/kecakapannya memimpin dan mengasah kepekaan hatinya agar kepemimpinnya benar-benar dirasakan oleh semua kalangan yang ada di wilayah Kabupaten Supiori.

B.    Pengorbanan Total Bagai Lilin yang Menerangi
Kendati tampak sekadar melanjutkan program pembangunan dari waktu-waktu yang telah berlalu, Bupati Fred ingin benar-benar total mengangkat derajat dan kesejahteraan warga masyarakat Kabupaten Supiori. Tidak hanya sebatas membantu kaum nelayan, kepada warga masyarakat Supiori umumnya, Bupati Fred pun telah menggelontorkan program pengobatan gratis lewat Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Sejak Bupati Fred memimpin Kabupaten Supiori, Pemerintah Kabupaten Supiori memberlakukan gratis biaya kesehatan untuk warga masyarakat setempat baik melalui layanan di Puskesmas maupun melalui RSUD.
Kepala Dinas Kesehatan Supiori dr Jenggo Suwarko mengatakan bahwa setiap warga yang berobat ke Puskesmas atau rumah sakit tidak dipungut biaya karena Pemkab telah menyediakan anggaran pelayanan kesehatan. "Pelayanan gratis kesehatan sudah berjalan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu hingga rumah sakit umum daerah Supiori," katanya.
Dia menjelaskan bahwa fasilitas kesehatan yang ada di RSUD Supiori antara lain ruang rawat inap, Unit Gawat Darurat (UGD), alat USG empat dimensi, dan rekam medik. Khusus peralatan USG empat dimensi terbaru dimiliki RSUD Supiori, kata Jenggo, sudah difungsikan untuk memeriksa dan mengetahui perkembangan janin saat ibu hamil.
"Jika dokter atau rumah sakit lain pemeriksaan USG bisa dikenakan biaya berkisar Rp450 ribu, maka di Supiori kami gratiskan sesuai kebijakan pemerintah daerah," tandasnya.
Pelayanan bidang kesehatan, kata Jenggo, akan diberikan kepada semua warga masyarakat Kabupaten Supiori yang berdomisili di berbagai kampung, distrik, dan pulau terluar Mapia.
"Dinas Kesehatan berwajiban menyelenggarakan layanan kesehatan yang baik sesuai standar," kata Jenggo Suwarko.
Jelas bahwa Bupati Fred demikian total dalam langkah-langkahnya mensejahterakan rakyat Supiori. Bahkan, sampai-sampai dirinya seolah tidak memikirkan dirinya sendiri. Dia seakan membiarkan dirinya meleleh bagai lilin asal rakyat yang dipimpinnya bertambah sejahtera dari waktu ke waktu. Tampilannya amat sederhana nan bersahaja, kerapkali dia mengenakan celana pantalon yang telah dipakainya sejak mengikuti Diklat Pim di Makassar tahun 1990-an. Di puncak singgasanya kini pun dia belum memiliki rumah pribadi. Baru akhir tahun 2014 rencananya dia membeli rumah di Biak dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Ya, Bupati Fred hidup bersandar pada filosofi lilin. Lilin berarti sebuah pengorbanan. Berkorban demi orang lain secara total, sampai batas akhir kemampuan. Jika kita mampu, saat menolong, membantu, melayani orang lain harus dengan sepenuh hati, tanpa mengharap imbalan apapun, dan rela berkorban. Memang susah, tapi kita bisa belajar sedikit demi sedikit.
Lilin sepertinya mengajarkan kita untuk memposisikan diri kita supaya bermanfaat bagi orang lain tapi dengan cara merusak diri sendiri. Ingat juga, kisah dari Inggris bagaimana Robinhood merampok orang-orang kaya untuk dibagikan hasilnya kepada orang-orang miskin. Tujuannya memang baik, namun caranya yang salah, dengan merusak, melanggar hukum, dan tentu berakibat buruk secara sistem.
Menjadi lilin seakan bukanlah pilihan yang menyenangkan. Tapi minimal, menjadi lilin adalah pilihan yang gagah, menerangi dan mencoba memberikan seberkas cahaya, meskipun cahaya itu akan menghancurkan dirinya sendiri. Tapi bukankah untuk itu lilin ada dan dengan begitu lilin memberi arti. Awal tujuan dari dibuatnya lilin adalah untuk menerangi kegelapan.
Apalah artinya lilin kalau nantinya hanya akan disimpan dan tubuhnya hancur menjadi serpihan lantaran patah atau terinjak atau bahkan hancur dimakan zaman!
Mari kita simak kisah fiksi sarat petuah berikut. Alkisah ada empat buah lilin yang menyala, sedikit demi sedikit habis meleleh, suasana begitu sunyi sehingga terdengar percakapan di antara mereka.
Lilin pertama berkata: “AKU ADALAH DAMAI, namun manusia tidak bisa menjagaku, maka lebih baik aku mematikan diriku sendiri saja!!”
Demikianlah hingga sedikit demi sedikit sang lilin padam …
Lilin kedua berujar: “AKU ADALAH IMAN, sayang, aku tidak berguna lagi. Manusia tidak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.”
Begitu selesai bicara tiupan angin memadamkannya.
Dengan sedih giliran lilin ketiga berucap: “AKU ADALAH CINTA. Tak mampu lagi aku ‘tuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berguna. Mereka saling membenci, bahkan membenci orang yang mencintainya, membenci keluarganya.”
Tanpa menunggu waktu lama si lilin lantas padam.
Tanpa terduga, tiba-tiba seorang anak masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan si anak kemudian berkata:  “Eh, apa yang terjadi? Kalian harus tetap menyala, aku takut akan kegelapan.”
Lalu sedu-sedan si anak itu menangis.
Lantas dengan terharu lilin keempat bertutur: “Jangan takut, jangan menangis, selama aku ada dan menyala, kita dapat menyalakan ketiga lilin lainnya. AKULAH HARAPAN.”
Dengan mata berbinar, si anak mengambil lilin harapan, selanjutnya mulai menyalakan ketiga lilin yang lain.
Pelajaran atau moral berharga dari cerita fiksi ini: apa yang tidak akan pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam hati kita. Dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti si anak kecil tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali iman, damai dan cinta ...dengan HARAPAN-nya.
Sisi positif itulah yang kemudian diambil pelajaran oleh Bupati Fred dalam memimpin rakyat Supiori. Dalam situasi masyarakat Supiori yang kadang kehilangan asa lantaran dirundung kemiskinan, dia menyalakan ‘api’ harapan lewat cinta, kasih dan iman. Kendati berbau material semata, program-program membantu motor tempel dan alat jaring kepada nelayan, pengobatan gratis warga miskin yang sakit, dan memberikan beras miskin (Raskin), semua itu dilandasi upaya untuk menghidupkan harapan, asa hidup yang lebih baik dan sejahtera.
Pemerintah Kabupaten Supiori, Papua, mengalokasikan dana otonomi khusus (Otsus) sebesar Rp4 miliar untuk menebus jatah Raskin buat warga masyarakat penerima manfaat di wilayah pemekaran itu. Penebusan Raskin kepada Perum Bulog Subdivre Biak melalui dukungan dana Otsus Papua untuk warga Supiori sudah diprogramkan sejak 2011-2012.
"Penebusan Raskin gratis yang diterima warga masyarakat Supiori sebagai wujud nyata kepedulian Pemkab membantu ketersediaan kebutuhan beras bagi setiap keluarga penerima manfaat," ungkap Bupati Fred.
Dia mengatakan, dengan alokasi pembelian dana Raskin diharapkan masyarakat Supiori tidak lagi kesulitan mendapatkan bahan pokok beras untuk kebutuhan makan bersama keluarga.
Pemkab Supiori, lanjut Bupati Fred, terus berupaya setiap tahun anggaran lewat dana Otsus Papua meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat lewat berbagai program pembangunan di Kabupaten Supiori.

C.   Persembahan kepada Tuhan
Selain bertumpu pada filosofi lilin yang sarat nilai dan moral religius, Bupati Fred juga mendasarkan langkah-langkah kepemimpinannya di Kabupaten Supiori dengan pondasi persembahan kepada Tuhan. Dia memberikan persembahan hati, tenaga, pikiran dan cinta kasih kepada umat penuh suka cita, tanpa ada rasa keterpaksaan. Sedari kecil, dia memang dididik untuk itu.
Pada umumnya, ketika memberi berbagai macam persembahan (kolekte, ucapan syukur, perpuluhan dan sebagainya), banyak motivasi muncul dalam pikiran tiap orang Kristen. Barangkali, persembahan dilakukan secara terpaksa lantaran perasaan sungkan atau takut dianggap sebagai jemaat yang buruk. Padahal, Alkitab mengajarkan bahwa pemberian hendaknya dilakukan dengan suka cita dan kerelaan. Kemungkinan kedua, persembahan dilakukan untuk buang sial. Kadang, motivasi seperti ini justru dimanfaatkan oleh Gereja tertentu supaya jemaat merasa takut bila tidak memberikan persembahan. Dengan begitu, persembahan menjadi ‘amplop’ buat Tuhan agar tidak marah dan selalu bersikap baik. Padahal, Tuhan tidaklah miskin hingga membutuhkan sumbangan jemaat-Nya. Kemungkinan ketiga, persembahan dimotivasi oleh sistem pancing. Jikalau Minggu ini memberi persembahan sebesar Rp1.000 maka sebagai balasannya akan diperoleh berkat sebesar Rp10.000. Motivasi ini dapat digambarkan dengan ilustrasi ‘Umpan teri dipakai untuk memancing ikan kakap’. Semakin besar umpannya maka hasilnya juga makin banyak. Alkitab memang mengajarkan bahwa memberi persembahan merupakan suatu kesempatan. Ironisnya, kesempatan itu seringkali disalah-gunakan menjadi format bisnis. Konsep materialisme dunia semacam ini dapat mempengaruhi Gereja dan agama lainnya hingga mewarnai hampir semua orang dalam beribadah dan memberi persembahan. Tiga motivasi tersebut adalah yang terbanyak dilakukan oleh orang beragama dan harus dikoreksi. Sedangkan kaum ateis tidak mengenal persembahan karena tidak mempercayai adanya Tuhan.
Rm 12:1 mengatakan, “Demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Penyebabnya ialah “Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dia-lah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Rm 11:36).
Lalu apa yang menjadi motivasi persembahan, terutama yang terbesar yaitu seluruh tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah?
Pertama, persembahan diberikan dengan kesadaran bahwa segala sesuatu diperoleh dari, oleh dan kepada Dia. Motivasi persembahan terpenting yang membedakan semua konsep agama dengan iman Kristen yaitu kesadaran bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan yang dipercayakan kepada manusia. Maka tak seorang pun berhak mengambil walau hanya sebagian kecil dari seluruh hakekat hidup dan keberadaan dirinya. Sesungguhnya, konsep Rm 11:36 telah dimengerti dan dipegang oleh Ayub yang jauh lebih tua daripada penulis Kitab Kejadian yaitu Musa. Walaupun manusia memiliki keahlian, ilmu, kepandaian, keterampilan, tenaga dan kesempatan hingga mampu bekerja, semua itu bukanlah hasil usaha serta kehebatannya sendiri melainkan anugerah Tuhan.
Konsep mandat budaya Kristen mengajarkan tidak hanya preserve the world seperti konsep New Age melainkan preserve and develop the world (memelihara dan mengusahakan dunia). Sedangkan dunia mengajarkan untuk menghancurkan dan mengatur segala sesuatu sesuka hati. Namun mereka tidak mampu melakukannya karena sejak pertama kali dunia diciptakan, Tuhan telah menatanya secara sangat indah. Dengan bijaksana-Nya, Ia tidak berkenan menciptakan manusia pada hari pertama karena keadaan dunia masih chaos dan kemungkinan belum ada oksigen. Tiga hari pertama, Ia menata seluruh alam semesta dengan sangat rapi. Setelah itu, Ia menciptakan binatang dan tumbuhan. Lalu yang terakhir barulah manusia.
Konsep perpuluhan Kristen mengajarkan bahwa manusia menerima berkat Tuhan terlebih dulu kemudian harus mengembalikan sebagian dari berkat itu kepada-Nya. Tanpa berkat Tuhan sedikitpun, tak ada yang dapat dipersembahkan. Selain itu, Perjanjian Baru tidak pernah mengatakan berapa persen persembahan karena yang terpenting adalah jiwa, semangat dan kesadaran akan anugerah Tuhan hingga rela mempersembahkan seluruh tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada-Nya.
Kedua, Rm 11:36-12:1 merupakan salah satu aspek yang membedakan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Menurut Perjanjian Lama, persembahan diwujudkan dalam bentuk binatang yang dikorbankan. Namun sebenarnya itu bukanlah persembahan yang asli karena hanya mengacu pada pengorbanan Kristus. Ketika berada dalam dosa, manusia harus mati dan tidak mampu berbuat sesuatu karena telah menjadi budak dosa. Setelah korban dosa ditebus oleh Kristus dengan kematian-Nya di kayu salib maka orang Kristen dapat melakukan persembahan sejati yaitu tubuhnya sendiri yang telah diperbaharui sebagai persembahan yang hidup dan lambang pengabdian hidup kepada-Nya. Itulah alasan mengapa Tuhan menghendaki hanya orang-orang ‘hidup’ (secara spiritual) yang memberikan persembahan.
Kalau setiap umat beriman mengabdi dan melayani secara baik, maka jiwanya akan penuh dengan pengertian persembahan karena sudah belajar menyerahkan hidupnya. Itulah alasan mengapa kita tidak menyukai persembahan dari orang tak percaya karena mereka mengira telah mendukung pekerjaan Tuhan dan tanpa dukungan itu, Gereja tidak akan dapat berkembang. Di desa, setiap jemaat merasa ikut bertanggung-jawab atas rumah Tuhan. Karena itu, mereka bekerja sama membangunnya dengan pengabdian seluruh hidup. Motivasi, sikap, sifat dan jiwa mereka sangat baik. Kalau di kota, biasanya jemaat mengumpulkan dana bagi pekerjaan Tuhan. Namun motivasinya harus tetap dipertahankan dan tidak boleh bergeser dari yang seharusnya.
Konsep persembahan Reformed start dari kedaulatan Allah (Rm 11:36) dan bukan kebutuhan manusia. Maka konsep persembahan telah diproporsikan secara tepat, baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Jiwa ini telah ditunjukkan oleh Abraham ketika pertama kali memberikan kata ‘perpuluhan’ kepada Melkisedek sebagai figurasi Kristus. Dengan demikian, Abraham telah memandang ibadah sejati dalam Kristus.
Ketiga, Alkitab mengajarkan bahwa persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Tuhan merupakan ibadah sejati (the true worship). Sedangkan kebaktian adalah salah satu format ibadah di mana semua orang Kristen datang menyembah dan mendengarkan Firman Tuhan lalu bersekutu, berkomitmen serta ‘membungkukkan diri’ (ibadah = abodah = to bow down) yang menggambarkan ketaatan hati, penyerahan dan penaklukan diri pada kehendak Tuhan secara mutlak dengan kerelaan. Sedangkan ibadah sejati mencakup seluruh totalitas hidup dan keberadaan manusia. Maka persembahan menjadi tanda penundukan diri orang Kristen kepada Tuhan. Dengan begitu, hidupnya akan penuh ketaatan melalui persembahan.
Bupati Fred telah memahami benar prinsip-prinsip persembahan yang berangkat dari iman Kristen. Dia betul-betul melangkah dengan landasan pengorbanan dan persembahan yang hidup, kudus dan berkenan di mata Tuhan. Setiap langkahnya pun menjadi langkah sepenuh hati dan sarat kasih. Langkah-langkahnya membantu nelayan mengoptimalkan potensi, membantu warga miskin gratis berobat, dan mengentaskan kehidupan tak layak menjadi layak tidak lain untuk berbagi kasih dalam persembahan kepada Tuhan.

D.   Mengubah Tradisi Dilayani Menjadi Melayani
Melengkapi kerja keras sepenuh hati, menerangi dan mensejahterakan warga masyarakat, Bupati Fred juga ingin menyempurnakan mindset aparaturnya dari tradisi dilayani menjadi kultur melayani dan dari menerima baru kemudian memberi menjadi memberi terlebih dulu untuk menggapai apa yang diinginkan. Pengalaman ruhaniah Bupati Fred mengajarkan betapa dahsyatnya prinsip “memberi dulu baru menerima, melayani dulu baru kemudian dilayani.”
Dalam kehidupan ini, kerapkali sebagian besar orang cenderung berpikir untuk “menerima dulu baru memberi”. Namun, banyak pula sebenarnya orang yang telah meyakini pola pikir sebaliknya “memberi dulu baru kemudian menerima”. Misalkan orang-orang yang menjalankan bisnis online. Bayangkan saja, ketika kita melihat sebuah blog atau sebuah website yang berisi banyak sekali informasi ‘gratis’ di sana. Si pemilik blog tersebut rajin sekali meng-update blog-nya. Nah, bila kita pikir-pikir, dari mana ia memperoleh keuntungan karena ia cuma memberi dan belum menerima?
Pun demikian tatkala kita melihat sebuah website yang memberikan “Tips atau Newsletter gratis” yang kemudian seseorang mengirimkan tips-tips secara berkala, seakan-akan si pemilik website tidak akan memperoleh apa-apa saat ia tengah memberi. Mereka sedang mempraktikkan prinsip “beri dulu baru kemudian terima”.
Ilustrasinya relatif sederhana. Si pemilik blog atau website tadi memberi dulu informasi secara gratis. Mulailah datang banyak pengunjung ke blog atau website mereka. Apalagi, mereka memberi dengan “tulus” sehingga mereka memberikan “isi” yang berkualitas. Maka pengunjung akan senang hati dan percaya atas ketulusan mereka.
Selanjutnya, bila mereka menyarankan pengunjung tentang sebuah program bisnis atau produk yang bagus berkaitan dengan blog/website mereka, maka banyak pengunjung yang sudah “percaya kepada mereka” dan dengan senang hati membeli apa yang mereka tawarkan atau sarankan.
Alasan yang sama menerangkan mengapa banyak seminar bisnis diberikan secara gratis alias preview sebelum kemudian kita datang, “merasa tidak enak” datang lantaran sang pembicara menjelaskan dengan begitu semangat dan tulus. Rasanya, kok kita mendapatkan sesuatu yang demikian berharga secara “gratis” lalu dengan senang hati biasanya kita akan memutuskan untuk ikut “acara yang sesungguhnya”.
Banyak hal yang semua gratis di internet, tapi sekarang “berbayar”. Yahoo Classified contohnya. Bila dulu kita pasang iklan di Yahoo gratis, maka sekarang sudah harus berbayar. Banyak blogger atau pebisnis online yang semula, ketika belum sepopuler sekarang, memberikan informasi gratisan saja. Setelah mereka belajar sangat banyak, dan menjadi sangat tahu, mereka sudah memiliki pembaca yang loyal, maka waktunya mereka mulai menerima dengan menjual sesuatu atau menawarkan sesuatu yang “berbayar”.
Bupati Fred meyakini benar prinsip memberi dulu baru kemudian menerima yang berangkat dari upaya melayani. Jika kita cermati, bahwa melayani adalah sebuah unsur yang sangat nyata dalam kepemimpinan Yesus. Yesus datang untuk melayani dan memberi. Sebab itu, tidaklah berlebihan bila kita katakan bahwa Tuhan juga menghendaki hal yang sama dengan diri kita. Setelah kita ditebus menjadi anak-Nya melalui iman Kristus, meminjam pendapat Pendeta Midian KH Sirait MTh, Tuhan ingin membentuk kita agar memiliki karakter yang telah menjadikan Kristus berbeda dari orang-orang lain pada zamannya. Tuhan berkehendak untuk mengembangkan sikap melayani dan memberi dalam setiap umat-Nya, sama seperti yang dimiliki oleh Kristus.
Konsep Yesus tentang kepemimpinan yang melayani terlihat dalam kalimat berikut ini: “Kamu tahu, pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.” (Matius 20: 25)
Di saat mulai memimpin Kabupaten Supiori, Bupati Fred tidak segan-segan merogoh kocek pribadi untuk memenuhi permintaan warganya yang merasa kekurangan atau terlilit persoalan sulit. Hasilnya, segala langkahnya menjadi terasa mudah. Minimal, dana Otonomi Khusus mengalir lancar ke Kabupaten Supiori. Bahkan, langkahnya membangun atau memperbaiki sekitar 5.000 rumah warga sampai layak huni nyaris sempurna, berjalan hampir-hampir tanpa hambatan, warga masyarakat secara sukarela membantu agar program ini berjalan sesuai dengan perencanaan.  

Bersama segenap aparatur di jajarannya, Bupati Fred terus-menerus turun langsung ke ujung lapisan masyarakat untuk memberi dan melayani. Ketulusan hati, kecakapan memimpin dan landasan persembahan kepada Tuhan telah menjadikan Bupati Fred sebagai seorang pemimpin yang benar-benar melayani, mumpuni, lengkap dan dicintai rakyatnya. Rakyat merasakan betul nada-nada peningkatan kesejahteraan yang selama ini seolah terasa sekadar mimpi. (*)   

No comments:

Post a Comment