* LIMA
”Aku
tahu kalian akan mencukupiku, tetapi aku membenci bila aku dilebihkan di antara
kalian. Sesungguhnya Allah membenci hamba-Nya yang menginginkan diperlakukan
istimewa di antara sahabat-sahabatnya.”
Nasehat
Nabi Muhammad saw dalam satu
perjalanan bersama sahabat.
TANJUNG
SELOR, Juni 2014. Malam belum terlalu larut. Lantaran
malam hari pertama kami di Tanjung Selor, ibukota Kabupaten Bulungan, Provinsi
Kalimantan Utara, kami memang belum memiliki agenda apa pun, kami santai-santai
saja menikmati siaran televisi lokal di sebuah penginapan sederhana. Maklum,
perjalanan penerbangan dari Jakarta, Balikpapan, Tanjung Redeb, lalu disambung
perjalanan darat Tanjung Redeb – Tanjung Selor, cukup menguras energi.
Tiba-tiba pintu kamar tempat kami menginap diketuk resepsionis penginapan.
“Pak, ada tamunya, Pak
Bupati Bulungan,” ujar resepsionis setelah kami membuka pintu kamar penginapan.
Kami sedikit terkejut.
Benar, lelaki berperawakan tidak terlalu tinggi dan sedikit gemuk bernama
Budiman Arifin sudah menunggu di lobi penginapan. “Eh, sudah tidur. Maaf saya
hanya mampir sebentar dari acara tidak jauh dari sini,” sapa Bupati Bulungan
Budiman Arifin demikian hangat sembari mengajak berjabat tangan erat-erat.
Kami pun langsung
berbincang akrab dengan sosok yang telah dua periode (2005-2010 dan 2010-2015)
memimpin Kabupaten Bulungan ini. Saling bertanya kabar laiknya sahabat lawas. Tak
berselang lama, Bupati Budiman Arifin lalu bermohon diri dan berpesan agar
keesokan harinya kami ikut kunjungan kerja ke Desa Gunung Putih, Kecamatan
Tanjung Palas. Mengunjungi sebuah desa yang menjadi lokasi transmigran asal
Jawa sejak tahun 1974.
Belum sirna keterkejutan
kami disambangi Bupati Budiman Arifin, pemilik penginapan bertutur, “Beliau
sudah biasa begitu dekat dengan siapa saja. Beliau cukup dekat dengan suami
saya.” Dan suami si ibu pemilik penginapan ini adalah seorang pendeta Kristen
yang lumayan berpengaruh di wilayah Kabupateb Bulungan.
Dari perbincangan
sepintas dengan warga Tanjung Selor, Bupati Budiman Arifin memang sangat dekat
dengan rakyat. Tidak hanya dengan kalangan umat Islam namun juga dengan umat
beragama lain. “Beliau senantiasa hadir bilamana kami undang. Bahkan, tidak
segan-segan memberikan bantuan,” ujar Allen Tedy Purnawan, Ketua Yayasan Graha
Paramita Kabupaten Bulungan.
Hal senada disampaikan
oleh Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Bulungan Drg. Ida
Bagus Sidharaharja. “Peran beliau dalam menciptakan kerukunan antar-umat
beragama sangat besar. Semua pemeluk agama di sini merasakan kehadiran dan
bantuannya,” ucap Ida Bagus.
A.
Turun
Sampai di Ujung Desa
Keesokan hari, 12 Juni
2014, kami memenuhi undangan Bupati Budiman Arifin yang mengajak berkunjung ke Desa
Gunung Putih, Kecamatan Tanjung Palas. Sebuah desa yang kini telah berkembang
pesat lengkap dengan infrastruktur jalan, Puskesmas, jaringan listrik dan
sekolah (bahkan pendidikan anak usia dini yang biasa disebut PAUD). Warganya
pun tampak guyub rukun sebagaimana sebuah kehidupan pedesaan di Tanah Jawa.
Pagi sampai siang itu, bersama
segenap aparatur terkait di lingkungan Pemeirntah Kabupaten Bulungan, Bupati
Budiman Arifin hadir menandai acara puncak Pencanangan Bulan Bhakti Gotong
Royong Masyarakat ke-XI dan Hari Kesatuan Gerakan Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga yang ke-42 yang dipusatkan di Desan Gunung Putih. Acara dikemas dari,
untuk dan oleh masyarakat dengan menampilkan kesenian tradisional, pameran hasil
pertanian, peternakan dan kerajinan warga masyarakat setempat. Tidak terasa
ketika itu bahwa kami tengah berada di sebuah desa yang cukup pedalaman di
Kalimantan Utara. Yang terasa kami berada di sebuah desa yang mayoritas
penduduknya berbahasa Jawa. Terlebih lagi kami dihibur oleh kesenian
tradisional jatilan dari kelompok seni tradisional Turonggo Setyo Budoyo, Kelurahan
Tanjung Palas Tengah, Kecamatan Tanjung Palas.
Tidak hanya sebatas
seremoni memuncaki sebuah acara pencanangan perhelatan bulan bhakti sosial,
Bupati Budiman pun berakrab-akrab ria dengan warga masyarakat setempat, makan
bersama, dan melihat-lihat hasil usaha yang menjadi urat nadi perekonomian
pedesaan di salah satu wilayah kecamatan tersebut. Bersama aparaturnya dan
petani setempat, Bupati Budiman juga melihat secara langsung lahan pertanian
(tadah hujan) yang telah memberikan kontribusi cukup signifikan bagi
terpenuhinya kebutuhan beras bagi warga Kabupaten Bulungan.
Di sela-sela kunjungan
kerja ke desa tersebut, Bupati Budiman menyempatkan diri berkoordinasi dengan
aparatur jajaran Pemerintah Kabupaten Bulungan, menanyakan persoalan apa yang
tengah hangat dihadapi oleh warganya. Termasuk langsung memberikan jalan keluar
manakala warga masyarakat menyampaikan keluhan dan aspirasi yang perlu solusi. Tidak
harus menunggu rapat resmi yang biasa digelar di Kantor Bupati.
Sudah menjadi agenda
rutin atau kebiasaan Bupati Budiman turun langsung mendekati rakyatnya yang
berada nun jauh dari rentang kendali pusat pemerintahan di Tanjung Selor. Kalau
hanya Kecamatan Tanjung Palas, dapat dikatakan tidak terlalu jauh dan medan jalan
ke wilayah tersebut sudah relatif baik. Bupati Budiman tak segan-segan pula
menyambangi rakyatnya yang berada lebih jauh lagi, misalkan ke Desa Long Bang,
Kecamatan Peso Hilir, atau Desa Long Yin, Kecamatan Peso, yang hanya bisa
dituju dengan transportasi perahu ketinting (lewat jalur sungai).
“Kami naik ketinting
harus benar-benar konsentrasi agar tidak tercebur karena kaki terlipat
berjam-jam. Sudah begitu, kami tidur di rumah kepala desa dan beberapa aparatur
yang ikut terpaksa tidur berhimpit-himpitan di rumah warga. Itulah pengalaman mengunjungi
Desa Long Bang yang mana untuk bisa sampai di sana harus dengan ketinting,”
ujar Nyonya Hj. Chairiah, isteri Bupati Budiman Arifin, menceritakan pengalamannya
mendampingi sang suami kunjungan kerja ke desa-desa terpencil di Kabupaten
Bulungan.
Beberapa desa yang cuma
dapat dituju dengan perahu ketinting tersebut nyaris tidak pernah mendapat kesempatan
dikunjungi atau disapa oleh bupati-bupati sebelumnya. Baru Bupati Budiman yang
berusaha blusukan ke desa-desa yang punya banyak potensi sumber daya alam yang
bisa diberdayakan.
Warga masyarakat desa
yang dikunjungi pun merasa gembira. Dan mereka juga merasa terayomi berkat
kedatangan sang pemimpin. Tidak sedikit warga yang kedatangan Bupati Budiman
Arifin langsung menumpahkan aspirasinya: mulai dari meminta tambahan tenaga
bidan, perbaikan jalan desa, sampai perangkat kesenian. “Kami gembira dan
merasa begitu dekat dengan Pak Bupati Budiman, beliau selalu hadir setiap kali
kami undang untuk berbagai acara di desa. Dan beliau sangat memperhatikan apa
yang kami butuhkan di desa ini,” ujar Sumaji, warga Desa Gunung Putih,
Kecamatan Tanjung Palas.
B.
Menyatukan
Pola Pikir Birokrat
Satu hal menarik dari
sosok Budiman Arifin adalah kebiasaannya berkoordinasi dengan segenap aparatur
Kabupaten Bulungan tanpa memandang ruang dan waktu. Kapan pun ada waktu luang,
secara cepat, Bupati Budiman langsung mengkoordinasikan aparaturnya untuk satu
agenda pertemuan guna membahas persoalan hangat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Di mana saja ada tempat yang memungkinkan terselenggaranya suatu pertemuan,
Bupati Budiman langsung berkoordinasi dengan dinas-dinas dan biro yang terkait
permasalahan yang melilit warga masyarakat. Cara seperti yang dilakukan Budiman
Arifin ini menjadi media buat menyatukan pola pikir (mindset) segenap aparatur Pemerintah Kabupaten Bulungan.
Sejak awal memimpin
Kabupaten Bulungan, Budiman Arifin langsung menyisingkan lengan baju mengajak
aparaturnya untuk turun ke tengah-tengah masyarakat dan menyatukan langkah
memberdayakan
seluruh sumber daya manusia buat mengaktualisasikan seluruh potensinya. Langkah
ini terasa penting karena merupakan pondasi program-program pembangunan di
Kabupaten Bulungan. Dia menyadari benar dirinya telah menebar janji-janji yang
mesti ditepati.
Selama masa kampanye ke
desa-desa menjelang pemilihan kepala daerah (2005 dan 2010), ujar Budiman, di
tengah-tengah mensosialisasikan visi-misinya, dia menerima banyak keluhan, mulai
dari persoalan ketiadaan bidan desa, ketidak-lengkapan klinik desa (misalkan tidak
ada perawat), jumlah guru yang tidak memadai, dan infrastruktur desa yang jauh
dari kata layak. “Saya berpikir bagaimana mensinkronkan langkah memenuhi
aspirasi masyarakat desa tersebut dengan visi-misi yang telah kami canangkan,”
tutur Budiman suatu waktu.
Dalam memimpin Kabupaten
Bulungan, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Nunukan ini mengusung Visi
Pembangunan: Mewujudkan Wilayah Agroindustri utama yang berwawasan Lingkungan
menuju masyarakat Kabupaten Bulungan yang semakin berkualitas, adil dan
sejahtera.
Untuk mewujudkan Visi
tersebut, dia merentang Misi Pembangunan Kabupaten Bulungan, antara lain: (1)
Mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa; (2)
Mewujudkan percepatan Pembangunan wilayah terpencil dan daerah tertinggal; (3)
Mewujudkan Struktur ekonomi Pro Rakyat dengan konsep Pembangunan berkelanjutan;
(4) Mewujudkan Pemenuhan Infrastruktur dasar untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat; (5) Mewujudkan masyarakat yang berkualitas; dan (6)
Mewujudkan Peningkatan kualitas perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan.
Dengan fokus utama
pemberdayaan sumber daya manusia, Bupati Budiman Arifin menyusun program-program
pengembangan, antara lain:
·
Reformasi birokrasi dan penegakan hukum. Mengembangkan
infrastruktur dasar untuk meningkatkan daya saing dengan (a) Menghapuskan
isolasi wilayah secara bertahap dan pemerataan pembangunan; (b) Mewujudkan
kehidupan yang layak dan sehat bagi seluruh warga masyarakat; (c) Setiap
wilayah mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif; (d) Kebutuhan listrik masyarakat dipenuhi untuk mendukung
aktivitas rumah tangga dan sektor industri.
·
Pengembangan pertanian dalam mendukung
pembangunan food estate: (a)
Terwujudnya food estate sebagai
kekuatan ekonomi rakyat; (b) Peluang pasar produk unggulan terbuka; (c) Terbuka
lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi warga masyarakat.
·
Pengembangan manajemen pengelolaan
lingkungan hidup, di mana pembangunan
dilaksanakan secara berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
·
Pengembangan agroindustri kelapa sawit
dengan mendorong ekspor non-migas.
·
Pengembangan obyek wisata alam dengan
target Bulungan menjadi tujuan wisata alam dan seni budaya.
·
Peningkatan kualitas SDM yang
diindikasikan dengan peningkatan
kualitas SDM dari berbagai aspek pendidikan, peningkatan derajat
kesehatan masyarakat dan seluruh lapisan masyarakat mempunyai peluang untuk
berpartisipasi dalam pembangunan.
·
Pengembangan manajemen kependudukan yang
handal, tertib, terpadu dan berbasis informasi teknologi (IT), di mana
manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat, yaitu: (a) Secara bertahap
indeks pembangunan manusia (IPM) terus meningkat; (b) Jumlah penduduk miskin
setiap tahun terus berkurang.
Untuk mendorong
keberhasilan pelaksanaan program-program pembangunan berbasis pengembangan
sumber daya manusia tersebut, Bupati Budiman Arifin menerapkan tiga pendekatan
strategis yang sangat aplikatif:
Pendekatan
Sektoral: Hingga saat ini, juga untuk pembangunan beberapa
tahun ke depan, struktur ekonomi Kabupaten Bulungan secara dominan masih
berbasis pada sektor pertanian (renewable
resources), baik di tingkat produk hulu maupun di tingkat industri hilir. Kendati
begitu, Pemkab Bulungan tetap melakukan kajian guna dikembangkannya
sumber-sumber potensi tambang baru --khususnya migas dan batubara (non renewable resources). Sementara itu,
sektor pertanian yang tetap menjadi unggulan pembangunan daerah akan
direvitalisasi dengan pendekatan pro-growth,
pro-poor dan pro-employment.
Revitalisasi ini akan bertumpu pada peningkatan daya saing, berorientasi
kerakyatan, serta mengedepankan asas desentralisasi dan berkesinambungan.
Pendekatan
Spasial: Strategi berdimensi sosial ini dititik-beratkan pada
pengembangan perkotaan, pengembangan pedesaan dan pengembangan wilayah yang
bermuara pada pengembangan kawasan berbasis kluster. Dengan strategi kluster
yang didorong kebutuhan dunia usaha, pemerintah daerah dan dunia usaha yang
menaruh perhatian terhadap pembangunan ekonomi harus mengarahkan kebijakannya
untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi secara efektif.
Pendekatan
Manusia: Penekanan investasi pada manusia diyakini merupakan
basis dalam meningkatkan produktivitas secara total. Dalam konteks ini,
kualitas manusia yang terus meningkat merupakan prasyarat utama proses produksi
dan memenuhi tuntutan masyarakat industrial.
Visi, misi dan orientasi
pembangunan yang mengarah pada pemberdayaan sumber daya manusia lokal tersebut
harus benar-benar melekat di benak aparatur yang menjadi mesin jalannya birokrasi
Pemerintahan Kabupaten Bulungan. Mereka harus satu nada orientasi untuk menuju
satu titik tujuan tercapainya masyarakat Bulungan yang adil dan sejahtera.
Bupati Budiman mengakui
tidak mudah menyamakan orientasi dan langkah kaki dan pikiran dalam membangun
Kabupaten Bulungan. Ada saja aparatur yang merasa kurang setuju atau tidak sejalan
dengan apa yang telah menjadi visi-misi Bupati Budiman Arifin bersama Wakil
Bupati Liet Ingai. Dapat berupa reaksi-reaksi yang terkadang menganggu jalannya
sistem pemerintahan daerah. Untuk itu, Bupati Budiman tidak segan-segan
melakukan mutasi aparatur agar tujuan membangun Bulungan dapat tercapai.
Memang Bupati Budiman
tidak secara ekstrim menerapkan pola penyamaan pikiran visi dan misi dalam
sebuah organisasi versi pakar manajemen Jack Welch. Menurut Jack Welch,
terdapat empat tipe orang dalam kaitannya sebagai sumber daya manusia di sebuah
organisasi, yaitu:
Kompetensi
|
Visi
|
Rencana pemberdayaan
|
Tak
kompeten
|
Tak
sevisi
|
Dipersilakan
keluar
|
Tak
kompeten
|
Sevisi
|
Diberi
bekal pelatihan/pembelajaran
|
Kompeten
|
Tak
sevisi
|
Dipersilakan
keluar
|
Kompeten
|
Sevisi
|
Dipersiapkan
menjadi future leaders
|
Mesti diakui bahwa rumusan Jack Welch ini
terasa terlampau keras bila diterapkan secara konsisten di Indonesia, khususnya
di Kabupaten Bulungan. Namun, minimal bisa dijadikan sebagai reference point buat menunjukkan betapa
pentingnya bagi semua pegawai untuk terlebih dulu menyamakan visi. Itu
sebabnya, Bupati Budiman Arifin berusaha meluangkan waktu dan tempat untuk
berbicara langsung dengan aparatur Pemerintah Kabupaten Bulungan dalam rangka sharing vision and values.
Visi merupakan alat
paling ampuh untuk melakukan penyelarasan (alignment)
terhadap semua sumber daya yang dimiliki oleh sebuah organisasi, tak terkecuali
organisasi pemerintahan daerah. Bilamana sumber tidak dapat disatu-arahkan
untuk mencapai visi, maka sumber daya tersebut harus disingkirkan atau
disesuaikan.
Pada batas tertentu,
Budiman Arifin sependapat dengan Jack Welch yang tidak terlalu peduli pada action plan dan strategic plan. Namun dia tidak se-ekstrim Jack Welch. Prinsip yang
dikembangkan Budiman bersama segenap jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten
Bulungan adalah visi lebih penting daripada rencana. Visi yang besar membuat
semua orang tertantang bergerak untuk maju.
C. Memberdayakan SDM Lokal
Selama kepemimpinannya,
Budiman benar-benar memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia. Berpijak
pada pengalaman yang ada, Budiman lebih memilih memberdayakan sumber daya
manusia lokal. Dengan demikian, warga masyarakat lokal tidak terabaikan. Mereka
bisa berkontribusi pada desanya dan dapat bekerja tanpa harus merantau ke
perkotaan.
Kata Budiman Arifin lebih
lanjut:
“Ada rekruitmen
lokal, ada program menyekolahkan mereka yang ada di desa. Memang perlu waktu,
tapi ya harus dilakukan sekarang juga. Rekruitmen lokal itu terutama untuk
tenaga guru dan tenaga kesehatan.
Arti lokal ini
tidak harus asli, tapi siapapun yang ada di sana (desa). Jadi ada orang keturunan NTT yang sudah lahir dan besar di situ. Atau
sudah lama mereka menetap di situ. Pertimbangannya sederhana, selama ini kan
ada program PTT (Pegawai Tidak Tetap), mohon maaf, yang banyak didatangkan dari
Jawa, Sulawesi, dan Sumatera, yang tidak familiar dengan lokasi desa di
Kabupaten Bulungan. Baru setahun atau dua tahun bekerja langsung minta pindah
karena tidak kerasan. Karena selama ini mereka hanya melihat kota, ada bis, ada
kereta api, dan ada mal. Sementara yang dilihat di sini, sawah, perahu, dan air
(sungai). Bisa stres mereka. Memang ada yang stres. Ada dokter yang ditempatkan
di Desa Long Bang, baru bertugas setahun, saat pulang, dia nempeleng orang di
bandara. Stres begitu. Memang dia kaget dengan lokasi pedesaan di sini.
Itulah
pertimbangannya mengapa kemudian kami merekrut orang lokal untuk memperkuat
sumber daya yang dibutuhkan warga masyarakat pedesaan. Ada bidan, ada perawat.
Ada 160 orang dan perawat 40 orang yang kami sekolahkan pada awal-awal saya
memimpin Bulungan.
Ada keluhan kepala
desa yang kesulitan mencari bidan, sampai-sampai saat isterinya mengalami kesulitan
mau melahirkan harus dibawa ke kota namun sudah keburu meninggal di perjalanan.
Waktu itu mau dibawa ke Tarakan. Saya katakan, kami sudah usahakan namun masih
sekolah. Lulus sekolah, mereka kami kembalikan ke desa. Setelah itu
terpenuhilah kebutuhan perawat dan bidan di pedesaan.”
Tanpa mengesampingkan
program Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang telah berjalan lama, Budiman Arifin
ingin sebuah terobosan memberdayakan warga masyarakat lokal dengan
menggelontorkan dana APBD yang cukup besar. Melalui program bea siswa untuk
menyekolahkan mereka sesuai kebutuhan masyarakat desa, pada giliran berikutnya,
kualitas mereka meningkat. Kualitas sumber daya manusia yang meningkat akan
membawa konsekuensi kenaikan gaji atau upah manakala mereka telah diangkat
menjadi pegawai. Dengan demikian kesenjangan mereka dengan tenaga PTT tidak
lagi terlalu jauh.
Peningkatan kualitas
sumber daya manusia tersebut juga berdampak pada pencapaian target-target
peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan pendidikan di Kabupaten
Bulungan. Misalkan, sekarang telah tersedia tenaga pendidik di 10 kecamatan,
realisasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di 241 sekolah, terbangun 100 PAUD,
dan terlaksana sertifikasi bagi 100 orang tenaga pendidik.
D.
Membangun
dari Desa
Tokoh masyarakat Dayak
Kabupaten Bulungan, Apoy Laing, mengakui bahwa pembangunan yang dilakukan selama
dua periode kepemimpinan Bupati Budiman Arifin tidak terlalu tampak di Tanjung
Selor, ibukota kabupaten. Sepintas, katanya, seolah tidak ada perubahan yang
berarti selama hampir 10 tahun kepemimpinan Budiman Arifin.
Apoy Laing menilai bahwa
kinerja Budiman Arifin bersama segenap jajarannya di Pemerintah Kabupaten
Bulungan cukup baik dan banyak dirasakan oleh warga masyarakat. Menurutnya,
pembangunan fisik di wilayah pusat pemerintahan Tanjung Selor memang tidak
terlampau tampak lantaran Budiman Arifin lebih memprioritaskan memulai
pembangunan dari wilayah pedesaan. Denyut desa-desa di wilayah Kabupaten
Bulungan sejauh ini semakin terasa dan dapat dirasakan manfaatnya oleh warga
lokal pedesaan.
Bupati Budiman Arifin mengakui
bahwa pembangunan di tengah kota Tanjung Selor memang relatif tidak terlihat.
Karena, katanya, dia berkonsentrasi membangun wilayah pedesaan, terutama
infrastruktur. Jelasnya lebih lanjut:
“Selain sektor kesehatan dan
pendidikan, kami juga fokus pembangunan infrastruktur pedesaan. Saya mencontoh
pola yang sekarang dikenal PPMD, Proyek Pembangunan Masyarakat Desa. Apa yang
dibutuhkan masyarakat, silakan bikin perencanaan, kami sediakan dananya. Ada
satu desa yang sampai butuh Rp600 juta. Tergantung pula jumlah desa yang ada di
satu kecamatan itu. Satu kecamatan misalkan Rp2 miliar langsung dibagikan
sesuai dengan kebutuhan. Ada yang tiga desa, maka satu desa dapat sekitar Rp700
juta. Ada lagi yang lima desa sehingga per desa peroleh Rp400 juta. Lalu muncullah
jembatan PPMD, ada PAUD, semensisasi jalan, dan air bersih desa.”
Selama ini, dari berbagai
literatur yang berkembang, kebijakan pembangunan di Indonesia --terutama
pembangunan desa-- selalu bersifat top
down dan sektoral dalam perencanaan serta implementasinya tidak
terintegrasi. Hal ini dapat dilihat dari program pemerintah pusat (setiap
departemen) yang bersifat sektoral. Perencanaan disusun tanpa melibatkan sektor
yang lain dan pemerintah daerah. Dan tidak mencermati persoalan mendasar yang
terjadi di daerah, sehingga formulasi strategi dan program tidak tepat.
Di sisi lain, kondisi di
desa tidak tersentuh pembangunan secara utuh, infrastruktur dasar tidak
terpenuhi, aktivitas ekonomi sangat rendah, peluang usaha rendah, sarana
pendidikan terbatas, dan sebagian besar baru terpenuhi untuk sekolah dasar saja.
Kondisi ini menyebabkan tidak ada pilihan lain bagi warga masyarakat desa untuk
mengubah nasibnya, yaitu merantau ke kota.
Lalu, sebuah kenyataan
cukup menyedihkan, eksploitasi sumber daya alam di desa dilakukan secara besar
besaran, dengan tidak mencermati daya dukung lingkungan dan tidak melibatkan
masyarakat setempat (lokal). Alasannya, kemampuan mereka dinilai rendah.
Sampai-sampai kemampuan yang rendah tersebut dituding menjadi penyebab
kerusakan lingkungan, baik fisik maupun sosial. Kondisi lingkungan menjadi
rusak, demikian juga terjadi transformasi kultur secara negatif, sebagai akibat
masuknya para pendatang baru yang menyebabkan strategi pembangunan dalam
mengatasi kemiskinan tidak berhasil apabila tidak diintegrasikan dalam
kebijakan pembangunan berkelanjutan yang secara sadar mengubah pola konsumsi
masyarakat dan cara-cara produksi yang tidak menunjang keberlanjutan sumber
daya alam dan lingkungan hidup.
Dapat dikatakan kita
masih berkutat pada persoalan-persoalan:
·
Bahwa sampai saat ini belum ada
konsep/model pembangunan desa yang dapat menjadi solusi secara optimal dalam
upaya pengentasan kemiskinan dan pengembangan desa.
·
Pembangunan desa dilaksanakan bersifat
sektoral yang hanya akan memberikan solusi secara parsial juga dan dengan waktu
yang bersifat temporer, sehingga tidak ada jaminan kelangsungan dan
keberlanjutan program tersebut.
·
Sumber daya manusia di desa, baik aparat
maupun masyarakatnya, memberikan kontribusi besar terhadap melambatnya berbagai
upaya pelaksanaan pembangunan desa itu sendiri.
·
Keterbatasan sumber pendanaan, baik dari
desa maupun dari Kabupaten, Provinsi dan Nasional, merupakan faktor utama lain
yang menyebabkan lambatnya proses pembangunan desa. Di sisi lain Anggaran yang
disediakan/dialokasikan ke desa, baik dari Kabupaten, Provinsi maupun dari
Nasional, cenderung bersifat proyek, bahkan charity,
bersifat sesaat dan berdampak pada golongan tertentu saja di desa.
·
Perencanaan yang disusun, walaupun telah
melalui suatu proses yang panjang, yaitu dari Musrenbang, Musrenbangda,
(Kabupaten dan Provinsi) serta Musrenbangnas, tetap tidak menujukan suatu streamline yang jelas serta tidak memperlihatkan
keterpaduan program (commited programme).
Bahkan, pada kebanyakan kasus perencanaan, usulan dari desa sejak di awal
diskusi pada Musrenbangcam telah tereleminasi.
·
Sudut pandang dari semua pihak terhadap upaya
pembangunan desa masih seperti dulu, yaitu menempatkan desa sebagai suatu obyek
dengan klasifikasi rendah, sehingga tidak menjadi prioritas dan bersifat
seperlunya saja, sehingga dengan memformulasikan suatu program yang bersifat charity, dianggap telah memberikan
sesuatu manfaat yang sangat besar.
·
Belum terlihat adanya suatu pemahaman yang
menunjukkan bahwa desa sebagai sumber utama pembangunan Nasional, sehingga desa
patut menjadi sasaran utama pembangunan dan harus ditempatkan sebagai partner
utama dalam sistem pembangunan Nasional.
·
Persoalan ketidak-jelasan kewenangan yang
ada di Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Nasional menyebabkan terdapatnya
berbagai kesulitan dalam menyusun dan mengimplementasi kebijakan Pemerintah
Provinsi terhadap upaya Pembangunan desa.
Bupati Budiman Arifin
memahami benar persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan
pembangunan pedesaan tersebut. Dia berusaha betul-betul keluar dari persoalan
yang membelit masyarakat desa dan memberikan kepercayaan kepada warga
masyarakat membangun desa dari, oleh dan untuk mereka. Dengan demikian mereka
akan semakin mudah meraih kue pembangunan dan kesejahteraannya meningkat.
Secara tradisional, pembangunan
desa (rural development), menurut Mosher
(1969: 91), mempunyai tujuan untuk pertumbuhan sektor pertanian dan integrasi
Nasional, yaitu membawa seluruh penduduk suatu negara ke dalam pola utama
kehidupan yang sesuai, serta menciptakan keadilan ekonomi berupa bagaimana
pendapatan itu didistribusikan kepada seluruh penduduk.
Senada, demikian pendapat
Fellman & Getis (2003:357), pembangunan desa diarahkan kepada bagaimana
mengubah sumber daya alam dan sumber daya manusia suatu wilayah atau Negara,
sehingga berguna dalam produksi barang dan melaksanakan pertumbuhan ekonomi,
modernisasi dan perbaikan dalam tingkat produksi barang (materi) dan konsumsi.
Dengan begitu,
pembangunan desa diarahkan untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai
hambatan dalam kehidupan sosial ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan
keterampilan, kurang kesempatan kerja, dan sebagainya. Akibat berbagai hambatan
tersebut, penduduk wilayah pedesaan umumnya miskin (Jayadinata &
Pramandika, 2006: 1). Sasaran dari program pembangunan pedesaan adalah
meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat desa, sehingga
mereka memperoleh tingkat kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan material dan
spiritual.
Pembangunan desa, secara
konkret, harus memperhatikan berbagai faktor, antara lain adalah terkait dengan
pembangunan ekonomi, pembangunan atau pelayanan pendidikan, pengembangan
kapasitas pemerintahan dan penyediaan berbagai infrastruktur desa. Semua faktor
tersebut diperlukan guna mengimplementasikan dan mengintegrasikan pembangunan
desa ke dalam suatu rencana yang terstruktur dalam desain tata ruang.
Memperhatikan berbagai
persoalan dan kecenderungan pembangunan pedesaan yang top down, setelah berdialog dengan berbagai kalangan di pedesaan,
Bupati Budiman Arifin memprioritaskan pembangunan pedesaan, antara lain:
·
Meningkatkan akselerasi pembangunan
infrastruktur jalan dan jembatan. Seperti jalan antar-desa dan jalan
antar-kecamatan.
·
Meningkatkan kualitas pemenuhan kebutuhan
infrastruktur dasar, seperti sarana air minum dan prasarana air bersih
pedesaan.
·
Melanjutkan revitalisasi pertanian dalam
arti luas dengan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, seperti
terwujudnya pengembangan kawasan sentra hortikultura, terbinanya penangkar
benih padi, dan terpeliharanya kebun rakyat yang produktif.
·
Melestarikan dan mengembangkan khazanah
kebudayaan daerah sebagai ujung tombak pembangunan kepariwisataan, di antaranya
sosialisasi pembentukan kelompok sadar wisata di 10 kecamatan dan pembenahan
obyek wisata unggulan.
Implementasi dari
prioritas-prioritas pembangunan tersebut kini telah dirasakan hasilnya oleh
warga masyarakat pedesaan yang tersebar di 10 kecamatan dalam wilayah Kabupaten
Bulungan. Misalkan peternak sapi di Kecamatan Tanjung Palas Utara telah bisa
menikmati hasil ternaknya secara memadai. Kehidupan mereka kini cukup sejahtera
dengan mengandalkan penghasilan dari beternak sapi. (*)
No comments:
Post a Comment