Merosotnya geliat sektor tambang di Kaltim juga berimbas pada iuran jaminan sosial tenaga kerja. Penurunan itu terlihat dari iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di sektor yang dulu jadi primadona itu hingga 25 persen.
Kabid Pemasaran Formal BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Ady Hendratta menuturkan, meskipun pertambangan bukan termasuk jenis usaha yang padat karya yang memerlukan tenaga kerja yang banyak, namun bidang migas dan pertambangan non migas ini menyumbang persentase premi yang cukup besar.
“Penurunan itu terlihat sejak terbitnya Undang-Undang Minerba (mineral dan batu bara) yang mengharuskan setiap perusahaan memiliki pabrik pengolahan sebelum mengekspor,” tutur Ady.
Selain Undang-Undang Minerba, harga batu bara yang tidak kunjung membaik adalah sebab lain mengapa para pengusaha sektor batu bara mengurangi tenaga kerjanya. Hal ini menjadi alasan mengapa sektor pertambangan mengalami penurunan pembayaran iuran jaminan sosial tenaga kerja.
“Sebagai contoh, yang dulunya karyawan mereka (perusahaan pertambangan, Red) ada tiga shift sekarang tinggal dua shift,” ujar pria berkaca mata ini.
Pun demikian, sektor tambang masih tetap jadi penggerak roda perekonomian Kaltim hingga saat ini. Buktinya, pada triwulan II-2014,sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi penyumbang terbesar dalam pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Kaltim yakni 40,01 persen.
Sektor lain yang juga sebagai penyumbang iuran jaminan sosial tenaga kerja terbanyak ialah sektor perkebunan. Sektor ini didominasi dengan industri kelapa sawit dengan persentase iuran sebesar 20 persen. Sisanya, sektor jasa seperti konstruksi, perdagangan, dan industri pengolahan. “Hampir semua sektor sudah mendaftarkan karyawannya termasuk koperasi dan yayasan,” pungkas Ady. (http://www.kaltimpost.co.id/)
No comments:
Post a Comment