Hasil survei menunjukkan 81 persen peserta BPJS Kesehatan dan 75 persen fasilitas kesehatan menyatakan puas.
Di penghujung tahun 2014, dua lembaga riset melakukan survei tentang
pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sepanjang 2014. Dua
lembaga survei itu adalah Myriad Research Committed dan PT Sucofindo.
Myriad Research Committed melakukan survei kepuasan dan loyalitas
peserta dan fasilitas kesehatan, sedangkan PT Sucofindo mengelar survei
untuk mengukur tingkat pengetahuan (awareness) masyarakat terhadap
pelaksanaan JKN.
Menurut Direktur Riset Myriad Research Committed, Eva Yusuf, tingkat kepuasan peserta BPJS Kesehatan yang disurvei secara nasional mencapai 81 persen dan fasilitas kesehatan 75 persen. Dari hasil survei itu tingkat kepuasan peserta yang berobat ke Puskesmas 80 persen, klinik 80 persen, RS swasta 83 persen.
Untuk pelayanan divisi regional (Divre) BPJS Kesehatan terhadap peserta, tingkat kepuasannya sebagian besar di atas standar (65 persen). Tapi ada dua Divre yang tingkat kepuasan pesertanya di bawah standar yakni Divre 3 (Sumatera Selatan) dan XII (Papua).
Sementara tingkat kepuasan faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan diantaranya Puskesmas 73 persen, klinik 75 persen, RS pemerintah 73 persen dan RS swasta 77 persen. Tingkat kepuasan faskes terhadap pelayanan 12 Divre BPJS Kesehatan tidak ada yang di bawah standar.
Mengacu hasil survei tersebut, Eva mengatakan ada berbagai prioritas perbaikan yang perlu dilakukan BPJS Kesehatan. Untuk perbaikan pelayanan peserta, BPJS Kesehatan harus membenahi ketersediaan obat dan kelengkapan peralatan medis di faskes. Memperbaiki kualitas personil yang memberi pelayanan kepada peserta, terutama dalam menangani keluhan.
Peserta BPJS Kesehatan, Eva melanjutkan, berharap agar obat yang diberikan lebih berkualitas. Serta ada kepastian dan rasa aman untuk memperoleh pelayanan sebagai peserta BPJS Kesehatan. “Peserta jangan dioper-oper lalu dibilang tidak ada kamar (rawat inap di RS,-red). Itu mempengaruhi tingkat kepuasan peserta,” katanya dalam diskusi di kantor BPJS Kesehatan di Jakarta, Jumat (2/1).
Terhadap faskes, dibutuhkan perbaikan dalam hal besaran kapitasi (untuk faskes tingkat pertama) dan INA-CBGs (untuk faskes tingkat lanjut). Dari survei itu, Puskesmas dan klinik yang lokasinya berada di daerah terpencil mengaku kesulitan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan, karena kantor BPJS Kesehatan yang ada di wilayah tersebut jaraknya jauh dengan faskes. Faskes juga berharap BPJS Kesehatan memberi respon cepat terhadap permintaan informasi yang dibutuhkan.
Selain itu, Eva menyebut mantan peserta Askes tingkat kepuasannya lebih rendah ketimbang mantan peserta Jamkesmas. Sedangkan secara umum tingkat kepuasan faskes milik pemerintah terhadap BPJS Kesehatan lebih rendah daripada faskes swasta. “Belum meratanya pelayanan yang diberikan antar Divre BPJS Kesehatan terhadap peserta dan faskes juga menjadi persoalan yang harus dibenahi ke depan,” tukasnya.
Eva menjelaskan, pihaknya melakukan riset pada Oktober-November 2014. Riset itu dilakukan lewat FGD di 5 kota dan survei di 24 kabupaten/kota. Peserta BPJS Kesehatan yang disurvei sebanyak 17.280 orang usia 17-60 tahun, pendidikan minimal SMP dan sudah menggunakan layanan BPJS Kesehatan. Untuk faskes, survei dilakukan terhadap 1.170 faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan diantaranya Puskesmas, klinik, RS pemerintah dan swasta.
Direktur Komersial 1 Sucofindo, M Heru Riza Chakim, mengatakan pihaknya melakukan survei untuk mengukur awareness masyarakat terhadap pelaksanaan JKN. Termasuk efektivitas iklan dan program sosialisasi BPJS Kesehatan kepada masyarakat. Secara umum, hasil survei menunjukkan tingkat awareness masyarakat terhadap BPJS Kesehatan 2014 naik signifikan ketimbang 2013 -saat BPJS Kesehatan masih bernama PT Askes-.
“Tingkat awareness (brand awareness) masyarakat terhadap BPJS Kesehatan meningkat dari 58 persen (2013) menjadi 95 persen (2014),” kata Heru.
Melonjaknya awareness masyarakat terhadap BPJS Kesehatan menurut Heru disebabkan oleh beberapa hal diantaranya iklan tv (67,6 persen), informasi dari rekan kerja atau teman (51,1 persen) dan keluarga (21,9 persen). Hal yang paling diingat masyarakat terhadap program JKN yaitu berkaitan dengan “berobat gratis” dan “asuransi kesehatan rakyat.”
Namun, Heru mengingatkan tingginya tingkat awareness masyarakat belum bisa mendorong secara masif agar masyarakat mendaftar jadi peserta JKN BPJS kesehatan. Untuk itu, BPJS Kesehatan harus meningkatkan upaya pendekatan kepada masyarakat.
Menurut Direktur Riset Myriad Research Committed, Eva Yusuf, tingkat kepuasan peserta BPJS Kesehatan yang disurvei secara nasional mencapai 81 persen dan fasilitas kesehatan 75 persen. Dari hasil survei itu tingkat kepuasan peserta yang berobat ke Puskesmas 80 persen, klinik 80 persen, RS swasta 83 persen.
Untuk pelayanan divisi regional (Divre) BPJS Kesehatan terhadap peserta, tingkat kepuasannya sebagian besar di atas standar (65 persen). Tapi ada dua Divre yang tingkat kepuasan pesertanya di bawah standar yakni Divre 3 (Sumatera Selatan) dan XII (Papua).
Sementara tingkat kepuasan faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan diantaranya Puskesmas 73 persen, klinik 75 persen, RS pemerintah 73 persen dan RS swasta 77 persen. Tingkat kepuasan faskes terhadap pelayanan 12 Divre BPJS Kesehatan tidak ada yang di bawah standar.
Mengacu hasil survei tersebut, Eva mengatakan ada berbagai prioritas perbaikan yang perlu dilakukan BPJS Kesehatan. Untuk perbaikan pelayanan peserta, BPJS Kesehatan harus membenahi ketersediaan obat dan kelengkapan peralatan medis di faskes. Memperbaiki kualitas personil yang memberi pelayanan kepada peserta, terutama dalam menangani keluhan.
Peserta BPJS Kesehatan, Eva melanjutkan, berharap agar obat yang diberikan lebih berkualitas. Serta ada kepastian dan rasa aman untuk memperoleh pelayanan sebagai peserta BPJS Kesehatan. “Peserta jangan dioper-oper lalu dibilang tidak ada kamar (rawat inap di RS,-red). Itu mempengaruhi tingkat kepuasan peserta,” katanya dalam diskusi di kantor BPJS Kesehatan di Jakarta, Jumat (2/1).
Terhadap faskes, dibutuhkan perbaikan dalam hal besaran kapitasi (untuk faskes tingkat pertama) dan INA-CBGs (untuk faskes tingkat lanjut). Dari survei itu, Puskesmas dan klinik yang lokasinya berada di daerah terpencil mengaku kesulitan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan, karena kantor BPJS Kesehatan yang ada di wilayah tersebut jaraknya jauh dengan faskes. Faskes juga berharap BPJS Kesehatan memberi respon cepat terhadap permintaan informasi yang dibutuhkan.
Selain itu, Eva menyebut mantan peserta Askes tingkat kepuasannya lebih rendah ketimbang mantan peserta Jamkesmas. Sedangkan secara umum tingkat kepuasan faskes milik pemerintah terhadap BPJS Kesehatan lebih rendah daripada faskes swasta. “Belum meratanya pelayanan yang diberikan antar Divre BPJS Kesehatan terhadap peserta dan faskes juga menjadi persoalan yang harus dibenahi ke depan,” tukasnya.
Eva menjelaskan, pihaknya melakukan riset pada Oktober-November 2014. Riset itu dilakukan lewat FGD di 5 kota dan survei di 24 kabupaten/kota. Peserta BPJS Kesehatan yang disurvei sebanyak 17.280 orang usia 17-60 tahun, pendidikan minimal SMP dan sudah menggunakan layanan BPJS Kesehatan. Untuk faskes, survei dilakukan terhadap 1.170 faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan diantaranya Puskesmas, klinik, RS pemerintah dan swasta.
Direktur Komersial 1 Sucofindo, M Heru Riza Chakim, mengatakan pihaknya melakukan survei untuk mengukur awareness masyarakat terhadap pelaksanaan JKN. Termasuk efektivitas iklan dan program sosialisasi BPJS Kesehatan kepada masyarakat. Secara umum, hasil survei menunjukkan tingkat awareness masyarakat terhadap BPJS Kesehatan 2014 naik signifikan ketimbang 2013 -saat BPJS Kesehatan masih bernama PT Askes-.
“Tingkat awareness (brand awareness) masyarakat terhadap BPJS Kesehatan meningkat dari 58 persen (2013) menjadi 95 persen (2014),” kata Heru.
Melonjaknya awareness masyarakat terhadap BPJS Kesehatan menurut Heru disebabkan oleh beberapa hal diantaranya iklan tv (67,6 persen), informasi dari rekan kerja atau teman (51,1 persen) dan keluarga (21,9 persen). Hal yang paling diingat masyarakat terhadap program JKN yaitu berkaitan dengan “berobat gratis” dan “asuransi kesehatan rakyat.”
Namun, Heru mengingatkan tingginya tingkat awareness masyarakat belum bisa mendorong secara masif agar masyarakat mendaftar jadi peserta JKN BPJS kesehatan. Untuk itu, BPJS Kesehatan harus meningkatkan upaya pendekatan kepada masyarakat.
Heru menjelaskan survei itu dilakukan pada Oktober-November 2014 dengan koresponden sebanyak 10.202 orang usia 17-65 tahun.
Menanggapi hasil survei itu Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Ikhsan, menyebut BPJS Kesehatan menyambut baik karena lembaga survei itu melaksanakan tugasnya secara independen. Secara internal, BPJS Kesehatan akan mencermati hasil survei itu untuk bahan evaluasi.
“Dari hasil survei itu nanti ruang mana yang perlu ditingkatkan akan kita tingkatkan dan mana yang perlu dipertahankan ya kita pertahankan,” ujar Ikhsan.
Ikhsan mengingatkan perbaikan pelaksanaan program JKN harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan, bukan saja oleh BPJS Kesehatan. Misalnya, regulasi, kelengkapan peralatan medis dan SDM di faskes dibutuhkan peran pemerintah. Hasil survei itu akan disampaikan kepada Presiden Jokowi. (www.hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment