"Jadi, jika ada masalah dalam pembayaran atau tunggakan, kami jadi
terabaikan. Makanya, kami menolak BPJS hingga sistemnya diperbaiki,"
kata Ade Suryatna, Ketua Serikat Pekerja Nasional Kabupaten Bandung,
Minggu (3/5/2015).
Ade mengungkapkan, jaminan sosial dan kesehatan merupakan hak dasar yang seharusnya dimiliki setiap pekerja. Namun, sistem BPJS mewajibkan setiap pekerja membayar premi setiap bulannya layaknya asuransi.
Selain itu, kepesertaan BPJS ternyata tidak serta merta memudahkan pelayanan di rumah sakit. Sebab berdasarkan laporan yang diterimanya, menurut Ade, banyak peserta BPJS yang tidak mendapatkan pelayanan yang baik bahkan cenderung diabaikan.
Pihak perusahaan, lanjut dia, memang cukup berkomitmen untuk mengikutsertakan para karyawannya menjadi anggota BPJS. Namun, kerumitan prosedur dan ketidakjelasan sistem penyelenggaraan jaminan sosial dan kesehatan membuat banyak perusahaan hingga kini belum mendaftarkan para karyawannya ke BPJS.
"Perpindahan dari Jamsostek ke BPJS misalnya, itu sampai sekarang belum jelas. Soalnya, data peserta Jamsostek dulu dengan BPJS ketenagakerjaan sekarang tidak sinkron. Akibatnya, banyak pekerja yang telantar," ucapnya.
Meski tidak mengetahui data pastinya, Ade menuturkan, hingga kini masih banyak perusahaan yang belum mengikutsertakan karyawannya ke BPJS. Hal itu menunjukkan bahwa BPJS tidak siap dalam menyelenggarakan jaminan sosial ataupun kesehatan.
"Padahal, BPJS ini kan sudah diatur Undang-Undang. Tapi, penyelenggaraannya masih kacau. Seharusnya jika sudah ada Undang-Undangnya, segalanya harus siap," kata Ade.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bandung, Rukmana mengakui, hingga kini penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan belum menyeluruh karena masih dalam masa transisi.
Dari sekitar 1.900 perusahan di Kabupaten Bandung, hingga kini baru 700 di antaranya yang telah mendaftarkan para karyawannya ke BPJS.
"Namun, mulai 1 Juni nanti, semuanya sudah harus ikut BPJS. Jika tidak, perusahaan akan dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang BPJS," ujarnya.
Meski masih dalam masa transisi, Rukmana menegaskan, jaminan sosial dan kesehatan pekerja menjadi tanggung jawab perusahaan yang mempekerjakannya.
Dia mengaku terus menyosialisasikan hal itu baik secara langsung kepada perusahaan maupun melalui asosiasi pengusaha (Apindo).
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Bandung Lodaya, Mariansah sebelumnya juga mengungkapkan, hingga kini belum semua perusahaan mendaftarkan karyawannya ke BPJS.
Menurut catatannya, saat ini baru 1.374 perusahaan di Kabupaten Bandung yang telah mendaftar ke BPJS.
Selain itu, sekitar 100 perusahaan saat ini menunggak pembayaran BPJS dengan total tunggakan mencapai Rp 4 miliar. Pihaknya telah melayangkan Surat Peringatan I dan akan disusul peringatan II.
"Apabila dalam waktu yang telah ditentukan, SP itu tidak dihiraukan, kami tak segan untuk segera melimpahkan kasus tersebut ke aparat hukum dalam hal ini kejaksaan," tuturnya. (http://www.pikiran-rakyat.com)
Ade mengungkapkan, jaminan sosial dan kesehatan merupakan hak dasar yang seharusnya dimiliki setiap pekerja. Namun, sistem BPJS mewajibkan setiap pekerja membayar premi setiap bulannya layaknya asuransi.
Selain itu, kepesertaan BPJS ternyata tidak serta merta memudahkan pelayanan di rumah sakit. Sebab berdasarkan laporan yang diterimanya, menurut Ade, banyak peserta BPJS yang tidak mendapatkan pelayanan yang baik bahkan cenderung diabaikan.
Pihak perusahaan, lanjut dia, memang cukup berkomitmen untuk mengikutsertakan para karyawannya menjadi anggota BPJS. Namun, kerumitan prosedur dan ketidakjelasan sistem penyelenggaraan jaminan sosial dan kesehatan membuat banyak perusahaan hingga kini belum mendaftarkan para karyawannya ke BPJS.
"Perpindahan dari Jamsostek ke BPJS misalnya, itu sampai sekarang belum jelas. Soalnya, data peserta Jamsostek dulu dengan BPJS ketenagakerjaan sekarang tidak sinkron. Akibatnya, banyak pekerja yang telantar," ucapnya.
Meski tidak mengetahui data pastinya, Ade menuturkan, hingga kini masih banyak perusahaan yang belum mengikutsertakan karyawannya ke BPJS. Hal itu menunjukkan bahwa BPJS tidak siap dalam menyelenggarakan jaminan sosial ataupun kesehatan.
"Padahal, BPJS ini kan sudah diatur Undang-Undang. Tapi, penyelenggaraannya masih kacau. Seharusnya jika sudah ada Undang-Undangnya, segalanya harus siap," kata Ade.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bandung, Rukmana mengakui, hingga kini penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan belum menyeluruh karena masih dalam masa transisi.
Dari sekitar 1.900 perusahan di Kabupaten Bandung, hingga kini baru 700 di antaranya yang telah mendaftarkan para karyawannya ke BPJS.
"Namun, mulai 1 Juni nanti, semuanya sudah harus ikut BPJS. Jika tidak, perusahaan akan dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang BPJS," ujarnya.
Meski masih dalam masa transisi, Rukmana menegaskan, jaminan sosial dan kesehatan pekerja menjadi tanggung jawab perusahaan yang mempekerjakannya.
Dia mengaku terus menyosialisasikan hal itu baik secara langsung kepada perusahaan maupun melalui asosiasi pengusaha (Apindo).
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Bandung Lodaya, Mariansah sebelumnya juga mengungkapkan, hingga kini belum semua perusahaan mendaftarkan karyawannya ke BPJS.
Menurut catatannya, saat ini baru 1.374 perusahaan di Kabupaten Bandung yang telah mendaftar ke BPJS.
Selain itu, sekitar 100 perusahaan saat ini menunggak pembayaran BPJS dengan total tunggakan mencapai Rp 4 miliar. Pihaknya telah melayangkan Surat Peringatan I dan akan disusul peringatan II.
"Apabila dalam waktu yang telah ditentukan, SP itu tidak dihiraukan, kami tak segan untuk segera melimpahkan kasus tersebut ke aparat hukum dalam hal ini kejaksaan," tuturnya. (http://www.pikiran-rakyat.com)
No comments:
Post a Comment