Sunday, May 3, 2015

May Day, Yogya Angkat Isu Darurat Jaminan Sosial

May Day, Yogya Angkat Isu Darurat Jaminan Sosial
Pekerja mengadakan aksi demo Hari buruh Internasional di sekitar istana kepresidenan di Manila, Filipina (1/5). Sebagian besar serikat buruh di Filipina meminta kenaikan gaji, kondisi tempat kerja yang lebih baik, dan pemberantasan korupsi di pemerintahan. (AP Photo/Bullit Marquez)
Peringatan hari buruh sedunia atau dikenal dengan May Day pada 1 Mei 2015 akan menjadi momentum bagi para buruh di wilayah Kota Yogyakarta untuk menyerukan status darurat jaminan sosial.

“Pemberlakuan jaminan sosial berbentuk kesehatan maupun ketenagakerjaan menjadi agenda utama perjuangan kami karena statusnya saat ini sangat mendesak segera direalisasikan,” ujar Sekretaris Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Yogyakarta Kirnadi kepada Tempo Rabu 29 April 2015.

Berdasarkan catatan SPSI Kota Yogyakarta, kata Kirnadi, sejak program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang kesehatan maupun ketenagakerjaan diberlakukan, sampai saat ini jumlah buruh di sektor formal masih sangat sedikit.

“Baru sembilan persen dari total 700 ribu buruh sektor formal di Kota Yogyakarta yang mendapatkan jaminan itu dari perusahaan tempat mereka bekerja. Ini sangat memprihatinkan,” ujar Kirnadi yang juga Sekretaris Alinasi Buruh Yogyakarta itu.

Kirnadi menduga, rendahnya pemberian layanan jaminan sosial itu semata-mata karena dua faktor. Pertama, perusahaan tempat bekerja tak mau merugi karena harus menanggung beban iuran. Dan kedua, pemerintah tak mau tahu perusahaan mana saja yang sudah memberi perlindungan sosial bagi buruhnya.

“Pemerintah punya kewenangan untuk mengontrol namun tak juga digunakan, perusahaan yang tak memberi jaminan pada pekerjanya masih dibiarkan tanpa sanksi,” ujar Kirnadi.

Isu jaminan sosial bagi para buruh ini berkorelasi dengan makin maraknya perusahaan out sourcing yang tumbuh di daerah. Tenaga outsourcing digunakan jasanya oleh perusahaan agar mereka terhindar dari tanggung jawab.

“Semakin menjadi tren, perusahaan-perusahaan seperti perbankan dan perhotelan, makin memilih menggunakan jasa outsourcing untuk merekrut tenaga kerja namun perusahaan outsourcing ini kebanyakan berkantor di luar DIY, jadi susah dimonitor dan dituntut jika terjadi sengketa,” kata Kirnadi.

Jumlah pekerja outsourcing di wilayah Kota Yogyakarta dari total 700 ribu pekerja itu sendiri mencapai 30 persen. Dengan status outsourcing itu, para pekerja semakin rentan dan tak punya daya untuk mendapatkan hak perlindungan jaminan sosial mereka.

Pada aksi May Day akhir pekan ini, sekitar seribu buruh di wilayah Kota Yogyakarta bersama keluarganya akan menggelar aksi damai menyuarakan tuntutan mereka pada pemerintah untuk perlindungan jaminan sosial. Dalam aksi yang akan di pusatkan di DPRD DIY Jalan Malioboro itu, akan diundang pula perwakilan pejabat dari BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan untuk menjelaskan kondisi terkini jaminan bagi para buruh.

Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, Rihari Wulandari menuturkan pemerintah terus menekan sekitar 1.200 perusahaan di Kota Yogyakarta agar segera memenuhi kewajiban pemberian jaminan sosial bagi pekerjanya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013. (www.tempo.co)

No comments:

Post a Comment