PERDEBATAN panjang mengenai Rancangan Undang-ndang Badan Pengelola Jaminan Sosial
(RUU BPJS) segera berakhir. Segera akan ada kepastian apakah dapat dilaksanakan
atau harus tertunda sampai 2014 saat keanggotaan lembaga legislatif akan
berubah lagi.
Pertanyaan mendasar, apakah begitu penting RUU ini sehingga harus segera
terwujud? Apa bukan hanya karena kepentingan suatu golongan? Semacam upaya
menutup penyesalan karena terburu-buru mengesahkan suatu peraturan perundangan
menjelang akhir masa jabatan? RUU BPJS yang
merupakan amanat dari UU No.40/2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memang patut menjadi pusat perhatian.
Setelah
lebih dari enam tahun diterbitkan, amanat UU SJSN ini dianggap tidak
dilaksanakan, pihak legislatif melakukan inisiatif
menggulirkan RUU BPJS tersebut. Sementara UU No 40/2004 itu sendiri diterbitkan
pada saat-saat “injury time”, menjelang berakhirnya
pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Orang
bijak pernah berkata: ”Keputusan yang ditetapkan pada saat-saat yang mendesak,
sering kali menjadi kurang bijaksana.” Jadi, mungkin saja amanat
UU No.40/2004 itu yang
perlu dikoreksi dulu, ketimbang membuat RUU baru yang bisa jadi makin tidak
bijaksana. Bahwasanya pemerintah harus melindungi masyarakat miskin dan mereka
yang terlantar,
sudah merupakan amanat Undang-Undang Dasar (UUD).
Tetapi, sifat bantuan sosial
sangat berbeda dengan pengertian asuransi sosial.Tidak ada premi yang perlu
dibayar sebagai
tabungan bila saatnya nanti diperlukan pembayaran. Sehingga, sebenarnya jaminan
sosial itu sendiri terdiri dari dua sisi, yaitu asuransi sosial yang
tunduk pada peraturan dan tata cara asuransi biasa dan bantuan sosial yang memang merupakan
kewajiban negara.
Pemahaman
seperti ini agaknya perlu disepakati secara bersama sebelum sekadar berdebat dengan
alasan menolong masyarakat
miskin. Asuransi sosial
memerlukan dana yang berasal dari para pembayar premi asuransi. Bisa datang
dari peserta itu sendiri namun juga menjadi kewajiban lembaga
atau organisasi tempat peserta asuransi bekerja.
Taspen,
Jamsostek, Asabri,
dan Askes; agaknya memenuhi syarat-syarat sebagai perusahaan asuransi tersebut.
Oleh karenanya
perlu dilanjutkan kegiatan mereka tanpa perlu mengubah bentuk organisasi yang ada.Hanya
pembayar premi yang
perlu dituntut agar melaksanakan kewajibannya.
Taspen mendapat dana dari iuran Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pemerintah.
Memang disayangkan kalau sampai saat ini, sejak berdiri PT Taspen, pemerintah
“lupa” untuk membayar premi asuransi yang menjadi kewajibannya.
PT Jamsostek (Persero) memperoleh dana dari pekerja swasta dan
perusahaan tempat peserta bekerja.
Permasalahan
utama menyangkut dana yang betul-betul harus digunakan bagi kesejahteraan
pekerja. Selain itu, kepatuhan
pembayaran premi dan sekaligus menjaga kelangsungan keanggotaan merupakan
persoalan serius yang perlu mendapat perhatian. Askes dan
Asabri memiliki aturan tidak berbeda dengan kedua perusahaan asuransi yang disebut sebelumnya.
Jadi, adalah sangat bijaksana membiarkan keempat perusahaan jasa asuransi ini menjalankan tugas sebagaimana biasa.Tentunya perlu diikuti dengan pengawasan yang sistematis dari semua kalangan masyarakat luas, bukan semata-mata hanya tugas pemerintah saja. Bantuan sosial memang merupakan kewajiban negara.
Sudah
banyak jenis bantuan sosial yang digelontorkan semenjak terjadinya krisis
keuangan pada pertengahan tahun 1997. Tetapi, semua kebijakan itu
tanpa penanganan sistematis. Bantuan tunai langsung, beras untuk masyarakat miskin, bantuan biaya
sekolah, biaya kesehatan dan masih banyak lagi.
Semua
dijalankan masing-masing
instansi tanpa ada koordinasi. Justru untuk pengelolaan bantuan sosial ini
secara lebih baik diperlukan badan
yang mempunyai kewenangan cukup besar. Bila dipandang perlu langsung di bawah
Presiden.
Apabila
sudah terdapat badan yang menangani bencana alam, saat ini dikoordinasi
oleh BNPB atau kepanjangannya Badan Nasional Penanggulangan Bencana,
belum ada suatu badan yang menangani bencana sosial tersebut. BNPB hanya
sebatas bencana alam. Kementerian Sosial sulit diharapkan bekerja secara
efektif karena terlalu banyak yang ingin ditangani dan diselesaikan.
Bahkan,
dalam menangani bantuan sosial sering rawan korupsi. Badan Nasional Bencana
Sosial atau BNBS merupakan alternatif terbaik bilamana memang RUU
BPJS ingin segera diterbitkan dan sekaligus membentuk Badan baru.
Badan
yang bertugas menangani penanggulangan kemiskinan ini akan dapat melakukan
koordinasi penanganan bantuan tunai langsung, bantuan operasional
sekolah, bantuan kesehatan dan berbagai program pemerintah lain yang tidak bersifat
asuransi.
Tugas
pembayaran premi dari pemerintah hanya bagi pegawai negeri sipil (PNS) kepada
PT Taspen karena PNS memang
bekerja untuk negara. Kalau saja semua pihak berlapang dada dan tidak sekadar waton suloyo (asal menang), perdebatan RUU BPJS
akan menemukan muara yang bermanfaat bagi seluruh rakyat. Semoga hati para
penguasa dan wakil
rakyat bisa terbuka.
No comments:
Post a Comment