Saturday, January 5, 2013

Optimalkan Jejaring yang Belum Tergali


Lembaga Zakat Infak dan Shadaqoh Nahdlatul Ulama (LAZISNU) harus bekerja keras menggali jejaring potensi yang ada bila ingin penghimpunan zakat, infak dan shadaqoh (ZIS) lebih dari Rp3-4 miliar sebagaimana pencapaian saat ini. Perlu kerja lebih keras lagi jika LAZISNU mematok target penghimpunan Rp3-4 miliar per bulan.

Sebagai ormas terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) kini tengah bangkit untuk membangun LAZISNU sebagai lembaga zakat yang memiliki kredibilitas tinggi dan dipercaya umat. Sesuai dengan visi dan misi NU tentang pengembangan zakat sebagai salah satu solusi untuk mengatasi persoalan ekonomi umat.

NU memandang masalah zakat sangat penting karena merupakan bagian dari misi Islam dan kemanusiaan. Risalah Islam adalah risalah kesejahteraan. Maka, masalah yang sangat mendasar, mau tidak mau, suka tidak suka, sukarela atau dipaksa, harus berzakat. NU sebagai ormas besar yang sebagian besar anggotanya fuqara dan masakin, ingin membangun lembaga zakat yang besar dan terpercaya.

Memang, NU memiliki jamaah terbesar di Indonesia. Repotnya, sekali lagi, sebagian besar warga NU adalah mustahik, sehingga berat kalau berharap semua warga NU berzakat dan berinfak. Kendati sebagai sebuah kekurangan, sebetulnya, hal ini menjadi potensi yang cukup besar. LAZISNU pun membuat manajemen yang mampu menjangkau mereka semua warga nahdliyin, dengan nilai zakat dan infak yang relatif sangat kecil. Sesungguhnya kesederhanaan warga NU bukan halangan absolut untuk berzakat dan berinfak.

LAZISNU memulai dari yang kecil-kecil. Hal ini telah dimulai oleh Agus Triyono, Ketua NU Ranting Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Agus menyisihkan sebagian rezeqinya untuk membayar zakat, infak dan shadaqoh (ZIS). Mulai dari dirinya sendiri lalu Agus mengajak pengurus yang lain dan warga nahdliyin di sekitar lingkungan Kelurahan Sukoharjo dan meluas sampai tingkat Kecamatan Ngaglik bahkan sampai ke Kabupaten Sleman tempat dia bekerja.

Untuk menghimpun dana dari masyarakat, seperti ZIS, tidak boleh atas nama pribadi. Sebab itu, tercetuslah di benak Agus buat mendirikan LAZISNU di tingkat ranting. Mulanya sederhana saja. “Setiap ada pengajian atau pertemuan pengurus, kami mengajak jamaah untuk mengumpulkan dana zakat, infak dan shadaqohnya. Setiap pekan Ahad kedua setelah shalat dhuhur, pengurus LAZISNU Ranting Sukoharjo menyelenggarakan semaan Al Qur’an dan pengambilan donasi dari para muzakki. Kemudian dana itu dimasukkan ke dalam LAZISNU ranting,” jelas Agus beberapa waktu lalu. Dengan cara yang relatif sederhana itu, LAZISNU Ranting Sukoharjo mampu menghimpun ZIS sampai Rp12 juta pada bulan Juni-Juli 2011.

Berkaca pada pengalaman LAZISNU Ranting Sukoharjo, tentu kita bisa menghitung-hitung berapa besar potensi ZIS yang dapat dihimpun dari warga nahdliyin. NU tentu memiliki ribuan ranting kepengurusan yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.

Memang pencapaian LAZISNU Ranting Sukoharjo tidak dapat serta merta diterapkan pada tingkat cabang dan wilayah. Karena, sampai saat ini masih banyak LAZISNU tingkat cabang (kabupaten/kota) dan wilayah (provinsi) yang belum memperlihatkan aktivitas yang nyata. Idealnya LAZISNU mampu menghimpun dana ZIS hingga ratusan miliar rupiah per tahun, karena NU memiliki ribuan ranting, 400-an cabang dan 30-an wilayah. Persoalannya, manajemen belum profesional dan jaringan belum termanfaatkan.

Bercermin pada pengalaman LAZISNU Ranting Sukoharjo, LAZISNU harus lebih mendekatkan diri ke muzakki melalui jejaring yang dimilikinya. Ada banyak cara untuk mendekatkan LAZISNU kepada para muzakki, antara lain mendesain network dengan memanfaatkan teknologi informasi, membuat logo baru, menyebarkan pamflet, dan menawarkan kerjasama penyeleggaraan even-even tertentu kepada korporasi besar.

Network yang terintegrasi akan lebih memudahkan kita untuk memantau perkembangan penghimpunan dan penyaluran ZIS. Sementara itu penciptaan logo baru diharapkan akan menarik lebih banyak umat datang ke LAZISNU untuk membayarkan ZIS dan umat lebih mudah mengenali LAZISNU. Di awal-awal penggunaan logo baru, ada orang tiba-tiba transfer ZIS karena melihat logo baru yang dinilai menarik dan memberi rasa kepercayaan.

Saat ini LAZISNU tengah berupaya menggali potensi jejaring yang dimilikinya untuk memaksimalkan penghimpunan ZIS, baik dari warga nahdiliyin maupun umat Islam yang menaruh kepercayaan (trust) kepada lembaga yang baru dibentuk tahun 2005 ini. Minimal, LAZISNU akan memanfaatkan jaringan sekitar 400 cabang (kota/kabupaten), 30-an wilayah (provinsi) dan ribuan ranting yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.  

Dengan jejaring yang kuat dan luas, sekarang LAZISNU sudah dipercaya oleh korporasi besar seperti Kalbe Farma, Bintang Toedjoeh, dan Bank BTPN untuk menyalurkan zakat korporasi. Ini sekadar sasaran antara, ke depan diharapkan umat yang berkecukupan juga mempercayakan penyaluran zakatnya melalui LAZISNU.

Selain itu, LAZISNU juga membuka pintu kerjasama penyaluran dengan lembaga-lembaga amil zakat yang merasa kesulitan menyalurkan ZIS yang berhasi dihimpunnya. Misalkan, bermodal jaringan NU yang kuat dan luas, LAZISNU siap menampung penyaluran ZIS dari BAZNAS dan Dompet Dhuafa. Kelebihan kekuatan jaringan NU harus dimaksimalkan untuk menghimpun dan menyalurkan ZIS dari umat, baik warga nahdliyin khususnya maupun umat Islam umumnya.***     

No comments:

Post a Comment