Lembaga Zakat Infak dan Shadaqoh Nahdlatul Ulama
(LAZISNU) harus bekerja keras menggali jejaring potensi yang ada bila ingin penghimpunan
zakat, infak dan shadaqoh (ZIS) lebih dari Rp3-4 miliar sebagaimana pencapaian
saat ini. Perlu kerja lebih keras lagi jika LAZISNU mematok target penghimpunan
Rp3-4 miliar per bulan.
Sebagai ormas terbesar di Indonesia, Nahdlatul
Ulama (NU) kini tengah bangkit untuk membangun LAZISNU sebagai lembaga zakat
yang memiliki kredibilitas tinggi dan dipercaya umat. Sesuai dengan visi dan
misi NU tentang pengembangan zakat sebagai salah satu solusi untuk mengatasi
persoalan ekonomi umat.
NU memandang masalah zakat sangat penting karena
merupakan bagian dari misi Islam dan kemanusiaan. Risalah Islam adalah risalah
kesejahteraan. Maka, masalah yang sangat mendasar, mau tidak mau, suka tidak
suka, sukarela atau dipaksa, harus berzakat. NU sebagai ormas besar yang
sebagian besar anggotanya fuqara dan masakin, ingin membangun lembaga zakat
yang besar dan terpercaya.
Memang, NU memiliki jamaah terbesar di Indonesia. Repotnya,
sekali lagi, sebagian besar warga NU adalah mustahik, sehingga berat kalau
berharap semua warga NU berzakat dan berinfak. Kendati sebagai sebuah
kekurangan, sebetulnya, hal ini menjadi potensi yang cukup besar. LAZISNU pun
membuat manajemen yang mampu menjangkau mereka semua warga nahdliyin, dengan
nilai zakat dan infak yang relatif sangat kecil. Sesungguhnya kesederhanaan
warga NU bukan halangan absolut untuk berzakat dan berinfak.
LAZISNU memulai dari yang kecil-kecil. Hal ini telah
dimulai oleh Agus Triyono, Ketua NU Ranting Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Agus menyisihkan sebagian
rezeqinya untuk membayar zakat, infak dan shadaqoh (ZIS). Mulai dari dirinya
sendiri lalu Agus mengajak pengurus yang lain dan warga nahdliyin di sekitar
lingkungan Kelurahan Sukoharjo dan meluas sampai tingkat Kecamatan Ngaglik
bahkan sampai ke Kabupaten Sleman tempat dia bekerja.
Untuk menghimpun dana dari masyarakat, seperti ZIS,
tidak boleh atas nama pribadi. Sebab itu, tercetuslah di benak Agus buat
mendirikan LAZISNU di tingkat ranting. Mulanya sederhana saja. “Setiap ada
pengajian atau pertemuan pengurus, kami mengajak jamaah untuk mengumpulkan dana
zakat, infak dan shadaqohnya. Setiap pekan Ahad kedua setelah shalat dhuhur,
pengurus LAZISNU Ranting Sukoharjo menyelenggarakan semaan Al Qur’an dan
pengambilan donasi dari para muzakki. Kemudian dana itu dimasukkan ke dalam
LAZISNU ranting,” jelas Agus beberapa waktu lalu. Dengan cara yang relatif
sederhana itu, LAZISNU Ranting Sukoharjo mampu menghimpun ZIS sampai Rp12 juta
pada bulan Juni-Juli 2011.
Berkaca pada pengalaman LAZISNU Ranting Sukoharjo,
tentu kita bisa menghitung-hitung berapa besar potensi ZIS yang dapat dihimpun
dari warga nahdliyin. NU tentu memiliki ribuan ranting kepengurusan yang
tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Memang pencapaian LAZISNU Ranting Sukoharjo tidak dapat
serta merta diterapkan pada tingkat cabang dan wilayah. Karena, sampai saat ini
masih banyak LAZISNU tingkat cabang (kabupaten/kota) dan wilayah (provinsi) yang
belum memperlihatkan aktivitas yang nyata. Idealnya LAZISNU mampu menghimpun
dana ZIS hingga ratusan miliar rupiah per tahun, karena NU memiliki ribuan
ranting, 400-an cabang dan 30-an wilayah. Persoalannya, manajemen belum
profesional dan jaringan belum termanfaatkan.
Bercermin pada pengalaman LAZISNU Ranting
Sukoharjo, LAZISNU harus lebih mendekatkan diri ke muzakki melalui jejaring
yang dimilikinya. Ada banyak cara untuk mendekatkan LAZISNU kepada para
muzakki, antara lain mendesain network
dengan memanfaatkan teknologi informasi, membuat logo baru, menyebarkan pamflet,
dan menawarkan kerjasama penyeleggaraan even-even tertentu kepada korporasi
besar.
Network
yang terintegrasi akan lebih memudahkan kita untuk memantau perkembangan
penghimpunan dan penyaluran ZIS. Sementara itu penciptaan logo baru diharapkan
akan menarik lebih banyak umat datang ke LAZISNU untuk membayarkan ZIS dan umat
lebih mudah mengenali LAZISNU. Di awal-awal penggunaan logo baru, ada orang
tiba-tiba transfer ZIS karena melihat logo baru yang dinilai menarik dan
memberi rasa kepercayaan.
Saat ini LAZISNU tengah berupaya menggali potensi
jejaring yang dimilikinya untuk memaksimalkan penghimpunan ZIS, baik dari warga
nahdiliyin maupun umat Islam yang menaruh kepercayaan (trust) kepada lembaga yang baru dibentuk tahun 2005 ini. Minimal,
LAZISNU akan memanfaatkan jaringan sekitar 400 cabang (kota/kabupaten), 30-an
wilayah (provinsi) dan ribuan ranting yang tersebar di seluruh pelosok
Indonesia.
Dengan jejaring yang kuat dan luas, sekarang
LAZISNU sudah dipercaya oleh korporasi besar seperti Kalbe Farma, Bintang
Toedjoeh, dan Bank BTPN untuk menyalurkan zakat korporasi. Ini sekadar sasaran
antara, ke depan diharapkan umat yang berkecukupan juga mempercayakan
penyaluran zakatnya melalui LAZISNU.
Selain itu, LAZISNU juga membuka pintu kerjasama
penyaluran dengan lembaga-lembaga amil zakat yang merasa kesulitan menyalurkan
ZIS yang berhasi dihimpunnya. Misalkan, bermodal jaringan NU yang kuat dan
luas, LAZISNU siap menampung penyaluran ZIS dari BAZNAS dan Dompet Dhuafa. Kelebihan
kekuatan jaringan NU harus dimaksimalkan untuk menghimpun dan menyalurkan ZIS
dari umat, baik warga nahdliyin khususnya maupun umat Islam umumnya.***
No comments:
Post a Comment