Sejumlah kajian dan penelitian telah berusaha
mengungkap berapa besar sesungguhnya potensi zakat secara nasional. Sekadar
contoh, Pusat Bahasa dan Budaya Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
menyimpulkan bahwa potensi zakat nasional mencapai kisaran Rp19,3 triliun. Pun
begitu dengan hasil riset Monzer Kahf, sebagaimana dikutip oleh Habib Ahmed,
bahwa skenario optimis potensi zakat nasional bisa mencapai angka dua persen
dari total PDB. Artinya, potensi zakat per tahun tidak kurang dari Rp100
triliun.
Bahkan, untuk menganalisa potensi zakat nasional secara
lebih tajam, sampai-sampai Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) pada awal tahun 2011,
menggandeng Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (FEM IPB),
mencoba mengeksplorasi potensi zakat nasional dengan menggunakan data yang
diolah dari SUSENAS Badan Pusat Statistik (Survey Sosial Ekonomi Nasional BPS)
dan data institusi lain yang dinilai relevan seperti Bank Indonesia. Hasil
penelitian tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran tentang kondisi aktual
potensi zakat yang dapat direalisasikan ke depan.
Baznas dan FEM IPB mengklasifikasikan potensi
zakat nasional ke dalam tiga kelompok besar. Pertama, potensi zakat rumah tangga. Kedua, potensi zakat industri menengah dan besar nasional, serta
zakat BUMN. Potensi yang dihitung pada kelompok yang kedua ini adalah zakat
perusahaan, bukan zakat direksi dan karyawan. Ketiga, potensi zakat tabungan.
Khusus mengenai zakat rumah tangga, standar nishab
yang digunakan adalah nishab zakat pertanian, yaitu sebesar 524 kg beras.
Adapun kadar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 persen. Ini sejalan dengan
kebijakan Baznas yang menetapkan analogi zakat profesi atau penghasilan pada
dua hal, yaitu zakat pertanian untuk nishabnya, dan zakat emas-perak untuk
kadarnya. Pendekatan ini disebut sebagai qiyas syabah.
Secara nasional, potensi zakat rumah tangga
mencapai angka Rp82,7 triliun. Angka ini equivalen dengan 1,30% dari total PDB.
Sedangkan potensi zakat industri mencapai angka Rp114,89 triliun. Pada kelompok
industri ini, industri pengolahan menyumbang potensi zakat sebesar Rp22
triliun, sedangkan sisanya berasal dari kelompok industri yang lain. Adapun
potensi zakat BUMN mencapai angka Rp2,4 triliun.
Sementara itu, potensi zakat tabungan mencapai
angka Rp17 triliun. Angka ini diperoleh dari penjumlahan potensi dari berbagai
aspek, antara lain potensi zakat tabungan di bank syariah, tabungan BUMN, badan
usaha bukan keuangan milik negara, bank persero dan bank pemerintah daerah.
Tabungan yang dihitung adalah yang nilainya berada di atas nishab 85 gram emas.
Khusus mengenai tabungan di bank syariah, potensi zakat giro wadi’ah dan
deposito mudharabah mencapai angka masing-masing sebesar Rp155 miliar dan Rp740
miliar.
Bila diagregasikan, maka nilai potensi zakat
mencapai angka Rp217 triliun atau setara dengan 3,40% dari total PDB. Angka ini
akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah PDB. Tingginya
prosentase potensi zakat terhadap total PDB merupakan bukti bahwa zakat dapat
dijadikan sebagai instrumen penting untuk menggerakkan perekonomian nasional,
khususnya kelompok dhuafa.
Demikian besar potensi zakat secara nasional.
Sejauh ini baru pada kisaran Rp1 triliun yang berhasil dihimpun oleh berbagai
lembaga amil zakat yang ada. Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqoh Nahdlatul
Ulama (LAZISNU) yang berusaha memobilisasi zakat warga nahdliyin saja baru
mampu menghimpun sekitar Rp3-4 miliar.
Kemampuan LAZISNU menghimpun zakat relatif kecil,
tak terlepas dari keberadaan lembaga ini yang baru seumur jagung dan
pengelolaannya masih konvensional. LAZISNU baru dibentuk tahun 2005. Namun
begitu pengurus merasa optimis, bila dikelola secara profesional dan tepat
sasaran, maka lima tahun ke depan LAZISNU akan memberikan kontribusi yang cukup
berarti bagi penghimpunan zakat warga nahdliyin khususnya dan umat Muslim
umumnya.
Untuk mencapai pengelolaan secara profesional,
LAZISNU membenahi sumber daya manusia (SDM) dengan mengangkat tim manajemen
eksekutif mulai dari seorang direktur, manajer program, manajer fundraising sampai staffing dan tenaga sukarela. Selain itu, LAZISNU juga berusaha
melibatkan konsultan keuangan dan pemasaran. Dari konsultan keuangan diharapkan
diperoleh satu sistem akuntansi yang lengkap, tidak sekadar akuntansi tataran
SMEA. Sedangkan dari konsultan pemasaran akan diperoleh satu gambaran apa
sebenarnya kemauan umat (publik) terhadap LAZISNU, termasuk bagaimana logo yang
dapat diterima oleh umat.
Dengan mengangkat dan menggandeng orang-orang yang
menguasai bidangnya diharapkan LAZISNU tidak hanya mampu menghimpun dan
menyalurkan ZIS secara konvensional, namun akan muncul inisiatif, kreativitas
dan inovasi yang tepat sehingga dapat bekerja secara optimal dan memperoleh
kepercayaan yang besar dari umat.
Dalam hal pengelolaan dana ZIS, LAZISNU telah pula
berinovasi dengan melakukan penyertaan modal. Sedangkan untuk penyaluran ZIS
dibuat variatif mulai beasiswa, modal kerja, sampai buat berobat umat yang
membutuhkan. Selain itu, juga untuk membiayai pelatihan keterampilan hidup (life skill) kaum dhuafa di Jakarta
Utara, Tangerang, Sukabumi dan Karawang. Pendek kata, LAZISNU berusaha
memberdayakan umat melalui program-program NuCare, Nu Smart, NuSkill dan
NuPreneur.
Dengan langkah-langkah tersebut, LAZISNU berharap memperoleh
kepercayaan yang kuat dari orang-orang kaya di perkotaan yang amat potensial
menjadi muzakki. Untuk meningkatkan kepercayaan, LAZISNU berusaha transparan.
Artinya, kapan pun, para muzakki yang
ingin mengetahui ke mana saja penyaluran zakatnya dapat langsung mengakses di
kantor-kantor NU yang ada di provinsi, kabupaten/kota sampai kecamatan.
Langkah-langkah tadi telah memberikan peningkatan penghimpunan ZIS cukup signifikan. Tahun 2010 lalu, LAZISNU baru berhasil menghimpun Rp900 juta. Lalu, tahun 2011, perolehan ZIS mencapai sekitar Rp4,4 miliar. Memang kunci pokok optimalisasi penghimpunan zakat terletak pada profesionalisme dan kreativitas yang mampu menumbuhkan kepercayaan para muzakki kepada LAZISNU. Semoga ke depan LAZISNU semakin dipercaya umat yang ingin menyalurkan ZIS-nya. ***
No comments:
Post a Comment