Saturday, January 5, 2013

Jamsostek Perluas Kepesertaan


Hanya sekitar 30 persen dari sekitar 35 juta tenaga kerja formal memperoleh perlindungan jaminan sosial. Untuk itu, PT Jamsostek (Persero) bertekad meningkatkan kepesertaan tenaga kerja formal.

Setiap warganegara berhak memperoleh perlindungan dasar sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Desain manfaat perlindungan jaminan sosial tidak harus setara seluruh kelompok warganegara. Desain manfaat untuk warganegara yang bekerja (tenaga kerja) di sektor formal dapat saja lebih tinggi daripada warganegara miskin dan tidak mampu. Apalagi dalam menjalankan pekerjaannya, tenaga kerja rentan mengalami risiko, antara lain sakit, kecelakaan kerja yang bisa menyebabkan kematian dan risiko alamiah memasuki hari tua.

Sayangnya, dari sekitar 35 juta tenaga kerja formal yang bekerja di perusahaan swasta dan badan usaha milik negara (BUMN) saat ini, baru sekitar 10 juta tenaga kerja yang menjadi peserta aktif program jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero). Artinya, baru 30 persen tenaga kerja yang mendapat perlindungan jaminan sosial.

Untuk meningkatkan jangkauan kepesertaan yang baru 30 persen tersebut, jelas Direktur Utama PT Jamsostek Hotbonar Sinaga kepada pers belum lama ini, berusaha intensif melakukan sosialisasi dengan mengedepankan informasi tentang manfaat dari program-program jaminan sosial yang diselenggarakan Jamsostek serta manfaat tambahan lainnya. Sosialisasi secara langsung ke perusahaan, pengusaha, tenaga kerja atau melalui asosiasi dan serikat pekerja terus dilakukan oleh 8 kantor wilayah dan 121 kantor cabang Jamsostek di seluruh Indonesia.

“Perusahaan wajib memberikan perlindungan berupa jaminan sosial kepada pekerjanya untuk mengatasi risiko akibat bekerja. Dalam hal ini program jaminan sosial bisa mengatasi masalah ketidakpastian hidup seseorang. Artinya dengan jaminan sosial, tenaga kerja beserta keluarganya memiliki ketenangan bekerja, karena merasa dilindungi,” ujar Hotbonar Sinaga menyitir inti amanah UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.

Sosialisasi memang harus terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman pengusaha serta tenaga kerja atas pentingnya program jaminan sosial. “Dengan ini, kami berharap masalah kepesertaan Jamsostek tidak sekadar kewajiban mematuhi peraturan saja, namun menjadi suatu kebutuhan. Dan PT Jamsostek membantu pengusaha dalam memberikan perlindungan jaminan sosial untuk tenaga kerja,” kata Hotbonar.

Penegakan hukum

Banyak faktor mengapa kepesertaan Jamsostek relatif rendah, antara lain pengusaha dan tenaga kerja belum mengetahui atau memahami manfaat program-program jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero). Faktor lemahnya penegakan hukum juga turut mempengaruhi, meski masalah kepesertaan jaminan sosial untuk tenaga kerja ini secara langsung telah diatur dalam 2 undang-undang (UU), yakni UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek serta UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

UU Jamsostek mengamanatkan seluruh tenaga kerja wajib menjadi peserta jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek dan berhak atas perlindungan maupun manfaat dari kepesertaan tersebut. Dalam hal ini, sang pemberi kerja harus mengikut-sertakan tenaga kerjanya ke dalam program jaminan sosial. Program-program jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero) meliputi jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK).

Bagi manajemen PT Jamsostek (Persero), masalah kepesertaan ini menjadi tantangan ke depan yang harus diatasi. Intinya, PT Jamsostek terus berupaya  bagaimana seluruh tenaga kerja, khususnya yang bekerja di institusi formal, seperti perusahaan swasta dan BUMN, bisa menjadi peserta Jamsostek. Ada 3 faktor utama yang juga sekaligus menjadi tantangan, dalam upaya peningkatan jumlah tenaga kerja yang menjadi peserta jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek. Yakni penegakan hukum (law enforcement), upaya peningkatan peserta, dan peningkatan pelayanan.

Di Indonesia, upaya penegakan hukum memang merupakan kewenangan dari aparat pemerintah dan aparat hukum. Terkait UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, penegakan hukum berada di tangan pegawai pengawas di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dan dinas-dinas tenaga kerja di daerah (kabupaten/kota). Sejauh ini, upaya penegakan hukum masih sebatas melalui pendekatan pembinaan. Apalagi ini menyangkut kemampuan pengusaha dan tenaga kerja untuk membiayai kepesertaan dalam program jaminan sosial.

Hotbonar Sinaga menilai penegakan hukum untuk UU Nomor 3 Tahun 1992 masih kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang menjadi peserta aktif di Jamsostek. Kendati tidak memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum, PT Jamsostek tidak tinggal diam. Jamsostek terus melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Kemennakertrans di tingkat pusat dan dinas-dinas tenaga kerja di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Upaya penegakan hukum sendiri memang perlu terus diintensifkan. Karena, selain masih banyak tenaga kerja yang belum menjadi peserta Jamsostek, juga terdapat kasus perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian karyawannya dalam program Jamsostek. Ini biasa disebut perusahaan daftar sebagian tenaga kerja (PDS TK). Pihak perusahaan atau pengusaha melakukan ini, karena merasa sekadar untuk mematuhi peraturan dan perundang-undangan. Biasanya tenaga kerja yang berstatus kontrak atau alih daya (outsourcing), tidak didaftarkan menjadi peserta Jamsostek.

Terkait hal ini, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (PPK) Kemenakertrans Mudji Handaya mengatakan, Kemenakertrans akan mengoptimalkan peran pegawai pengawas ketenagakerjaan/penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di daerah untuk menegakkan UU Nomor 3 Tahun 1992. Dalam hal ini, dinas tenaga kerja di seluruh Indonesia harus memastikan seluruh tenaga kerja sudah terlindungi program jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero).

Peningkatan layanan

PT Jamsostek sendiri berkomitmen untuk terus meningkatkan pelayanan guna mengatasi tantangan kepesertaan ke depan. Ada 2 aspek yang menjadi tolok ukur keberhasilannya, yakni peningkatan mutu pelayanan kepada peserta dan peningkatan manfaat program-program jaminan sosial.

Kualitas pelayanan kepada peserta antara lain bisa diukur dari proses awal kepesertaan hingga kecepatan proses pengajuan klaim santunan. Saat ini, Jamsostek mampu menyelesaikan proses pengajuan klaim santunan dalam waktu satu hari atau pada hari itu juga, jika surat/dokumen dinyatakan lengkap. Dana santunan sendiri cair maksimal 7 hari.
Kemudian, peningkatan manfaat program-program Jamsostek juga dilakukan, baik secara nominal maupun dengan tambahan fasilitas. Upaya peningkatan manfaat ini dilakukan dengan mengacu pada perkembangan sosial dan perekonomian nasional. Dalam hal ini peningkatan manfaat program jaminan sosial didasarkan pada kebutuhan peserta.

Selain meningkatkan nilai santunan untuk program jaminan kecelakaan kerja (JKK) serta imbal hasil jaminan hari tua (JHT) yang tinggi melebihi bunga perbankan, Jamsostek juga sudah mengusulkan peningkatan pelayanan dan jangkauan untuk program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK). Ke depan, pekerja peserta JPK Jamsostek bisa mendapat layanan pengobatan jantung, hemodialisis (cuci darah), dan pengobatan kanker. Ini akan melengkapi layanan serta manfaat tambahan lainnya dalam program JPK. Usulan tambahan pelayanan dan manfaat program JPK ini sudah disampaikan pihak Jamsostek ke Kementerian Keuangan.

Hotbonar Sinaga:
Siap Jadi Lokomotif Jaminan Sosial

Pada prinsipnya, tidak ada keadilan sosial tanpa jaminan sosial. Untuk itu, Jamsostek akan terus memperluas manfaat dan perlindungan program jaminan sosial untuk tenaga kerja. Tidak mustahil jika Jamsostek menjadi salah satu badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) terbaik di kawasan Asia Tenggara. Saat ini Jamsostek memiliki peserta aktif sekitar sepuluh juta pekerja.

Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pengelolaan Jamsostek sudah dilakukan dengan prinsip nirlaba. Jamsostek tidak lagi membayarkan dividen dan mengembalikan keuntungan yang diperoleh untuk manfaat kepesertaan.

PT Jamsostek siap menjadi lokomotif pelaksanaan UU SJSN dengan terus memperluas kepesertaan dan meningkatkan manfaat program jaminan sosial. 

No comments:

Post a Comment