“Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan
dan
penghidupan yang layak demi kemanusiaan”
(Pasal
27 Ayat 2 UUD 1945)
Indonesia adalah negeri yang penuh dengan anekdot pegawai negeri.
Alkisah, di negeri seberang sedang berlangsung
lomba bagaimana caranya
membuat seekor gajah bisa menangis. Tiga
orang peserta (masing-masing dari Amerika, Jepang dan indonesia) bersiap di
hadapan seekor gajah.
Singkat
cerita, tampil pertama seorang bule berbadan tegap asal Amerika, mengenakan jas
hitam dan membawa seperangkat komputer dan mesin ultrasonik. Selama setengah
jam, dengan berbagai cara, akhirnya dia gagal membuat sang gajah menangis.
Kemudian tampil peserta kedua dari Jepang, seorang ahli beladiri. Dengan keahlian
Karate dan Judo-nya dia memukuli wajah sang gajah. Tapi, cara itu pun ternyata tidak
ada efeknya. Bahkan dengan belalainya, sang gajah membuat peserta Jepang itu
terpelanting ke pinggir arena.
Lalu giliran
ketiga, peserta dari Indonesia. Orangnya berperawakan pendek kurus seperti
kurang gizi, kulit sawo matang dan mengenakan seragam KORPRI yang sudah tampak
kusam. Dia maju ke arena dengan raut wajah yang melas. Dia lantas
menghampiri sang gajah dan membisikkan beberapa patah kata ke telinganya. Beberapa
detik berselang, sang gajah tampak tersentak dan disusul sedu-sedan. Sang gajah menangis
tersedu-sedu serta meneteskan air mata yang banyak.
Semua penonton
lomba
terheran-heran. “Apa yang Anda katakan, sampai bisa membuat sang gajah menangis,”
kata salah seorang anggota dewan
juri lomba dan
peserta lain yang dilanda penasaran. “Apakah Anda
mengancam sang gajah, sehingga dia merasa takut dan akhirnya menangis?” Peserta
asal Indonesia ini menjawab, “Tidak kok. Saya hanya mengatakan kepada sang
gajah kalau saya itu dari Indonesia, seorang pegawai negeri sipil.“ Sedemikian
menyayatkah kehidupan pegawai negeri sipil kita?
Sampai-sampai gajah saja dibuat menangis.
Bukan sekadar anekdot, sebenarnya ada pula sebuah lagu yang
mencerminkan bagaimana kondisi “nasib kelam” seorang pegawai negeri. Lagu yang
sempat menghebohkan itu berjudul “Oemar Bakrie” yang dinyanyikan
oleh penyanyi kondang Iwan Fals. Berikut syair lengkapnya:
Tas hitam
dari kulit buaya, selamat pagi
Berkata
Bapak Oemar Bakrie
Ini
hari……. aku rasa kopi nikmat sekali
Tas hitam
dari kulit buaya, mari kita pergi
Memberi
pelajaran ilmu pasti
Itu…….
murid bengalmu, mungkin sudah menunggu
Reff*: Laju
sepeda kumbang di jalan berlubang
Slalu
begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut
dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak
polisi bawa senjata berwajah garang
Bapak Oemar
Bakrie kaget apa gerangan
Berkelahi
Pak, jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar
Bakrie takut bukan kepalang
Itu…..
sepeda butut dikebut, lalu cabut, kalang kabut, cepat pulang
Bussyet….
standing dan terbang
Reff**: Oemar
Bakrie, Oemar
Bakrie, pegawai negeri
Oemar
Bakrie, Oemar
Bakrie, 40 tahun mengabdi
Jadi guru
jujur berbhakti memang makan hati
Oemar
Bakrie, Oemar
Bakrie, banyak ciptakan menteri
Oemar
Bakrie…… profesor, dokter, insinyur pun jadi
Tapi
mengapa gaji guru Oemar
Bakrie seperti dikebiri
Kembali
ke Reff *)
Bapak Oemar
Bakrie kaget apa gerangan
Berkelahi
Pak, jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar
Bakrie takut bukan kepalang
Itu…..
sepeda butut dikebut, lalu cabut, kalang kabut
Bakrie
kentut…… cepat pulang
Kembali
ke Reff **)
Oemar
Bakrie, Oemar
Bakrie, banyak ciptakan menteri
Oemar
Bakrie…… bikin otak orang seperti otak Habibie
Tapi
mengapa gaji guru Oemar
Bakrie seperti dikebiri
Bakrie…..Bakrie…..
Kasihan
amat luh jadi orang…….. Gawat……
Siapa sebenarnya
pegawai negeri itu? Kok sedemikian menyayat nasibnya. Undang-Undang (UU) Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok
Kepegawaian pasal 1 menyebutkan, pegawai Negeri adalah
setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU ini jelas bahwa pegawai
negeri adalah seseorang yang menjalankan tugas negara.
Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil,
dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.
Di mana dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud, pegawai negeri harus
netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak
diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pegawai negeri, atau dalam bahasa Inggris disebut civil service atau
pelayanan masyarakat, adalah aparatur negara yang paling penting. Mengapa demikian? Sebab,
merekalah yang menjalankan visi dan misi negara. Seperti dikemukakan
Prawotosoediro (1981), sepanjang sejarah, kedudukan dan peranan pegawai negeri
pada setiap negara adalah penting dan menentukan. Karena pegawai negeri
merupakan aparatur pelaksana pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
melancarkan pembangunan dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional
masing-masing. Sebagaimana halnya dalam setiap negara, termasuk dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kedudukan dan peranan pegawai negeri sangat
penting dan menentukan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan nasional, terutama tergantung pada kesempurnaan
aparatur negara. Pegawai negeri terdiri dari Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Menurut jabatan kepemerintahan (birokrasi), PNS terbagi menjadi dua yaitu PNS berdasarkan Jabatan
Struktural dan PNS berdasarkan Jabatan Fungsional. Menurut jabatan struktural,
PNS adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang,
dan hak seorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Yang
termasuk jabatan struktural di Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Sekretaris
Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro dan Staf Ahli. Sedangkan yang termasuk
jabatan struktural di Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah sekretaris daerah,
kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat,
sekretaris camat, lurah dan sekretaris lurah.
Sementara dalam jabatan fungsional, PNS berorientasi pada prestasi kerja. Sehingga, tujuan untuk mewujudkan PNS sebagai aparatur negara yang
berdaya guna dan berhasil melaksanakan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan dapat dicapai. Profesi PNS yang tergolong jabatan fungsional adalah guru, dokter,
widyaiswara, bidan, perawat, apoteker, auditor,
statistisi, pranata laboratorium
pendidikan, pranata
komputer, arsiparis,
dan pustakawan.
Perlu diketahui pula sejak digulirkannya kebijakan otonomi
daerah, PNS sekarang ini terbagi menjadi dua yaitu PNS pusat dan PNS daerah.
Yang membedakan adalah sumber anggaran penggajiannya
saja. PNS pusat sistem penggajiannya bersumber dari APBN sedangkan PNS daerah sistem
penggajiannya bersumber dari APBD.
Kepangkatan Pegawai Negeri
Sipil
No
|
Pangkat
|
Golongan
|
Ruang
|
1
|
Juru Muda
|
I
|
A
|
2
|
Juru Muda Tingkat I
|
I
|
B
|
3
|
Juru
|
I
|
C
|
4
|
Juru Tingkat I
|
I
|
D
|
5
|
Pengatur Muda
|
II
|
A
|
6
|
Pengatur Muda Tingkat I
|
II
|
B
|
7
|
Pengatur
|
II
|
C
|
8
|
Pengatur Tingkat I
|
II
|
D
|
9
|
Penata Muda
|
III
|
A
|
10
|
Penata Muda Tingkat I
|
III
|
B
|
11
|
Penata
|
III
|
C
|
12
|
Penata Tingkat I
|
III
|
D
|
13
|
Pembina
|
IV
|
A
|
14
|
Pembina Tingkat I
|
IV
|
B
|
15
|
Pembina Umum Muda
|
IV
|
C
|
16
|
Pembina Umum Madya
|
IV
|
D
|
17
|
Pembina Utama
|
IV
|
E
|
Sebuah “nasib kelam” yang dialami seorang Oemar Bakrie selama berpuluh tahun sebagaimana gambaran syair lagu yang dinyanyikan Iwan Fals di
atas, sebenarnya telah pula membelit kehidupan jutaan Pegawai Negeri Sipil (PNS
pusat dan daerah) sampai
kini.
Sungguh tak terbayangkan, bagaimana dengan PNS yang jujur
dalam mengabdi bagi kelangsungan roda birokrasi negeri tercinta Republik
Indonesia ini, sementara lingkungan kehidupan di sekitar mereka sudah “berpola
pikir dan berbudaya ekonomis”. Sebuah ironi yang tragis, benar-benar mirip
dengan Oemar Bakrie yang menjadi tokoh
sentral dalam
tembang Iwan Fals tadi. “Jadi guru (pegawai negeri) jujur berbhakti memang
makan hati”.
Pertanyaannya, seperti telah disebut tadi, apa jadinya
jika pegawai negeri yang sudah “bernasib kelam dan makan hati” itu masih terus
dibiarkan hidup
dalam belitan keprihatinan?
Sudah barang tentu bahwa harapan akan kinerja dan performa birokrasi yang
profesional, bersih dan berwibawa, seperti yang didambakan oleh banyak orang
selama ini, hanyalah sebuah mimpi belaka. Padahal, persoalan kesejahteraan PNS
semasa kerja dan purna karya (pensiun) itu sangatlah menentukan perilaku moral
mereka dalam bekerja. Dilihat dari sudut mana saja, tidaklah cukup hanya dengan
bermodalkan semangat kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi lantas kita bisa
menghilangkan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) serta mengikis krisis moral
yang terjadi dalam birokrasi aparatur negara kita saat ini.
Sudah bukan masanya
lagi untuk meningkatkan semangat kerja PNS hanya dengan berbasiskan kejuangan
dan jiwa nasionalisme tanpa kompensasi yang memadai. Masuknya industri fast
food seperti Kentucky Fried Chicken, McDonald dan lainnya, serta hypermarket
semacam Carrefour dan Giant, mall, kartu kredit dan berbagai
‘budaya Barat’ yang lain, menunjukkan bahwa Indonesia telah berubah sama sekali. Telah terjadi
perubahan budaya, pola hidup dan pola konsumsi serta pola berpikir. Semua
itu jelas menuntut perubahan cara berpikir dari pemerintah untuk tidak lagi
berpikir linier bahwa PNS hanya merupakan Abdi Negara dan Abdi Bangsa sehingga
cukuplah digaji kecil.
Permasalahan kesejahteraan PNS masih diperburuk lagi oleh
faktor nilai rupiah yang tidak stabil dan cenderung terus menurun. Setiap waktu nilai rupiah terpuruk sehingga
mereka yang berpendapatan kecil dan tetap seperti PNS, maka semakin mengecil
pula nilai penghasilannya. Bahkan, mereka mengalami proses
pemiskinan. Karena itu, pemerintah dituntut
untuk selalu mempertahankan nilai rupiah dan tidak membiarkan pendapatan PNS
tergerus oleh kemerosotan nilai rupiah.
Hal penting lainnya, bahwa reformasi yang kini digaungkan
dan digulirkan, termasuk reformasi birokrasi, harus pula mencakup perbaikan
sistem kesejahteraan PNS. Adalah suatu pernyataan yang menyesatkan jika
dinyatakan oleh sebagian orang bahwa tidak ada kaitan antara kesejahteraan PNS
dan kerusakan moral aparat. Mereka itu, dan juga sebagian pejabat pemerintah,
masih tidak mau memahami dan menyadari bahwa jaman telah berubah. Persoalan
kesejahteraan semasa kerja dan purna karya (pensiun) sangat menentukan perilaku
moral aparatur negara. Jadi, reformasi kesejahteraan PNS memang harus
dilakukan, baik menyangkut gaji, THT, pensiun maupun jaminan
sosial.
Para pakar ekonomi boleh-boleh saja mengatakan bahwa
keunggulan setiap negara ditentukan oleh keunggulan pelaku-pelaku ekonomi.
Kekuatan negara ditentukan oleh pengusaha dan manajer-manajernya. Namun, di
balik keberadaan mereka, para pelaku dan profesional usaha itu, ada satu
kelompok profesi yang tidak bisa diabaikan, yaitu pegawai negeri. Mereka, para
pegawai negeri itu, barangkali bukan “yang terpenting“, tapi merekalah yang
menjadikan yang lain (para pelaku ekonomi, pelaku politik, pelaku sosial dan lainnya)
menjadi “yang terpenting”. Keberadaan pegawai negeri adalah profesional yang
tidak pernah dipandang sepasang mata, kecuali kalau ada surat-surat kewargaan
dan surat-surat lain yang harus diurus. Pegawai negeri mendukung eksistensi
negara, eksistensi masyarakat, eksistensi pelaku ekonomi, pelaku politik,
bahkan eksistensi LSM-LSM. Pegawai negeri, khususnya PNS, bukan saja sebagai
pihak yang harus “dipihaki”, tapi sebagai pihak yang tak terpisahkan dari
mekanisme hidup berbangsa dan bernegara.
Kita melihat bahwa pelaku birokrasi, yaitu pegawai
negeri, menjadi pondasi tiga pilar pokok pendukung keunggulan setiap
negara-bangsa (excellent nation-state), yaitu pelaku ekonomi, pelaku
politik dan pelaku sosial. Memang, yang nampak menonjol adalah ketiga pelaku di
atasnya (pelaku ekonomi, politik dan sosial), karena merekalah yang memang ada
“di permukaan”. Mereka adalah perusahaan-perusahaan, politisi-politisi di
parlemen hingga elit-elit politik serta pucuk-pucuk kekuasaan, dan
yayasan-yayasan (termasuk LSM) serta asosiasi-asosiasi. Pelaku birokrasi
terletak “di bawah permukaan”, dan hanya sebagian kecil saja yang muncul.
Mereka adalah pucuk-pucuk birokrasi seperti para Eselon I di lembaga-lembaga
birokrasi pemerintah. Mereka hadir hanya untuk melengkapi hal-hal yang dibawa
oleh pelaku-pelaku politik, ekonomi dan sosial.
Pegawai Negeri Sebagai Pelaku Birokrasi
Buku Setelah Pensiun, halaman 42
(Bagan)
***
Pegawai negeri (PNS) adalah the man behind the gun. Tapi,
dalam banyak hal ditemukan kenyataan bahwa pegawai negeri adalah the man
behind yang selalu di-behind-kan alias dikebelakangkan. Padahal,
keberadaan mereka menentukan sukses- tidaknya sebuah pagelaran. Seperti halnya
pertunjukan opera (di Broadway, New York) atau ketoprak (di Yogyakarta,
Jawa), maka seluruh kru di belakang panggung, mulai dari sutradara hingga
penarik layar, adalah penentu sukses-tidaknya opera atau ketoprak tadi. Dengan
kepiawaian mengatur setting panggung tanpa harus muncul di atas
panggung, sebenarnya seluruh pertunjukan tergantung kepada mereka. Masalah yang
krusial, seberapa jauh kita telah mempedulikan mereka, para pegawai negeri itu?
Salah satu fokusnya adalah kesejahteraan mereka, para
pegawai negeri itu. Dengan tema ini kita hendak menyimak perhatian terhadap
pegawai negeri sipil kita. Manajemen kepegawaian pemerintah di masa lalu
menganut prinsip membatasi pendapatan pegawai, dengan akibat penghasilan yang
sangat tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup bagi PNS. Salah satu alasan
“politis”nya adalah agar para pegawai negeri yang berjumlah (tahun 2004) 4 jutaan orang itu menjadi
warga negara yang “super patuh” kepada atasannya (pemerintah/penguasa).
Setiap tahun penghasilan PNS selalu tertinggal di belakang laju inflasi yang cepat dan merosotnya nilai mata uang rupiah yang memang selalu merosot dan tidak
pernah stabil. Mereka terpaksa harus mencari tambahan agar
kebutuhan hidupnya terpenuhi. Akibatnya,
mereka tidak dapat berkonsentrasi penuh kepada
tugas dan kewajiban pokok. Mereka melakukan apa saja yang sekiranya dapat dijadikan pintu masuk
penghasilan tambahan. Terjadilah
kemudian penyakit pungutan liar (pungli) dan lain-lain
ketidak-wajaran yang dikenal dengan tragedi KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme). Meskipun begitu, harus diakui, masih banyak pegawai negeri yang memiliki jiwa pengabdian dan komitmen yang tinggi
tetap melakukan tugasnya dengan baik dan terpuji. Bahkan, untuk menyelesaikan berbagai tugasnya, mereka terpaksa
harus bekerja sampai larut malam dan bermalam di kantor hingga pagi hari, agar sebuah kebijakan pemerintah dapat diselesaikan tepat waktu.
Demikian pula hal-hal yang menyangkut pelayanan. Di Sekretariat Negara
misalnya, kita dapat menemukan staf-staf yang pulang larut malam dengan antaran bis tengah malam. Mereka bekerja,
dan benar-benar bekerja, bukannya ngobyek. Kenyataan seperti itu jelas
sekali bisa kita saksikan di sejumlah kantor Departemen dan Instansi Pemerintah
di Jakarta. Pulang larut malam, tanpa ada
uang lembur, dan esok hari harus kembali masuk pagi-pagi agar pimpinannya tidak marah.
Gambaran pegawai negeri bukanlah gambaran birokrat yang kolot, namun juga
pegawai-pegawai yang berdedikasi, tanpa mengenal lelah, tanpa mengenal upah
tambahan.
Sesungguhnya kita melihat ada “selisih” antara semangat
kerja yang tinggi dan kompensasi yang tidak sebanding. Arti kata, sebenarnya masyarakat menikmati pelayanan lebih dari
yang diberikan dari PNS. Arti lebih jauh, PNS “mensubsidi” aktivitas masyarakat,
termasuk juga “mensubsidi” pasar dan dunia usaha (pengusaha).
Pasar atau pelaku usaha sebenarnya adalah the biggest
beneficiaries dari subsidi itu. Sehingga, pengusaha dalam menghitung biaya produksinya menikmati
biaya yang rendah dari service yang diberikan aparatur negara. Bukankah
itu subsidi dari PNS kepada pasar atau pengusaha? Maka, sudah saatnya
pemerintah menghapus subsidi tersebut dengan memperhitungkan secara benar
kompensasi untuk PNS. Dengan
begitu PNS
benar-benar dapat hidup layak, karena selama ini kesuksesan dan kemewahan
pengusaha adalah karena pengorbanan dan subsidi yang diberikan, antara lain,
oleh aparatur Negara.
Berapa gaji Anda, jika Anda seorang pegawai negeri? Gaji
“Oemar Bakrie”, bukan? Hari ini seorang pegawai
negeri golongan 2A, lulusan SMU, digaji sekitar Rp500.000. Di pasar perusahaan,
gajinya sekitar Rp750.000. Jadi sebenarnya, si pegawai
negeri itu telah memberikan subsidi kepada pasar sebesar Rp250.000 per bulan
atau Rp3.000.000 per tahun. PNS 3A,
lulusan sarjana (S-1) digaji lebih kurang Rp800.000. Di perusahaan, rata-rata
gajinya adalah Rp1.500.000. Hitungan sederhananya, setiap bulan PNS golongan 3A
itu harus mensubsidi pasar Rp700.000 atau Rp8.400.000 setahun. Seorang pegawai
negeri 4E (Eselon-1) mempunyai gaji pokok sekitar Rp2 juta. Seorang Eselon-1 di
perusahaan mempunyai gaji pokok terendah lebih kurang Rp10 juta. Artinya, ia mensubsidi
Rp8.000.000 sebulan atau Rp96 juta per tahun!
Mari kita buat hitungan kasar. Seandainya, rata-rata
pegawai negeri adalah 3A saja (dengan perhitungan komposisi pendapatan, bukan
jumlah pegawai), maka dengan jumlah 4 juta PNS sekarang ini, sesungguhnya PNS
mensubsidi pasar senilai Rp33,6 triliun pertahun. Taruh kata jumlah
tersebut terlalu besar, dan kita reduksi sampai 50 persen, maka subsidi PNS
kepada pasar masih tetap besar, yaitu Rp16,8 triliun. Setara dengan nilai pasar PT Indosat Tbk. Bahkan, kami
pernah menghitung secara kasar bahwa ‘Nilai Subsidi PNS’ kepada pasar itu,
untuk tahun 2004 saja, jumlahnya mencapai Rp75 triliun. Jadi, kalau pemerintah
menyebut defisit APBN 2004 sebesar Rp24 triliun, itu jelas kurang tepat. Defisit yang benar adalah Rp24 triliun ditambah Rp75 triliun tadi, sehingga jumlahnya menjadi Rp99 triliun.
Terlepas dari hal itu, apa yang kemudian diperoleh PNS
dari pasar? Tidak ada. Justru yang terjadi, harga-harga yang lebih tinggi daripada kemampuan beli mereka, dan terus menaik seiring dengan
laju inflasi. Pelayanan pasar yang tidak optimal. Dan pandangan yang sinis
kepada PNS dengan label: mudah disuap, suka korupsi, nepotis, dan
lain-lain. Sungguh, sebuah stigma yang tidak adil. Selama ini, PNS bukan saja
tidak menerima imbalan yang sesuai dengan pekerjaan yang dibebankan, tapi
mereka juga telah mensubsidi masyarakat, mensubsidi pasar dan pengusaha.
Berikut ilustrasi komposisi jumlah PNS 2004-2008. Selama kurun
waktu 4 tahun (2004-2008) diperkirakan terdapat peningkatan jumlah PNS sekitar 30%. Tahun 2004 ada
3.587.337 PNS dan pada tahun 2008 telah mencapai angka 4.061.854 PNS. Mayoritas PNS tersebut merupakan PNS daerah dan hanya
sebagian kecil yang merupakan PNS pusat. Data tahun 2008 menunjukkan bahwa
jumlah PNS pusat hanya 825.533 orang, sedangkan PNS daerah
berjumlah 3.236.321 orang. Di samping itu, jumlah PNS
di daerah terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2004 tercatat ada
2.762.693 PNS daerah, kemudian berturut-turut berjumlah 2.796.685 (2005),
2.796.685 (2006), 3.221.094 (2007), dan 3.236.321 (2008). Sedangkan di
pusat jumlah PNS 3 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan. Tahun 2006
tercatat ada 875.664, kemudian menurun di tahun 2007 ke angka 856.107, dan pada
tahun 2008 kembali menurun di angka 825.533.
Komposisi
PNS dilihat dari jenis kelamin masih didominasi oleh kaum pria. Dari tahun ke
tahun belum ada perubahan berarti berkaitan dengan komposisi
ini. Pada tahun 2004 secara keseluruhan terdapat 2.130.299 PNS pria dan
1.457.038 PNS wanita. Di tahun 2008 tercatat ada 2.254.382 PNS pria dan
1.807.472 PNS wanita. Dominasi pria ini tidak hanya terjadi di level pusat
tetapi juga di level daerah. Pada tahun 2004, dari 2.762.693 PNS, 1.574.027 di antaranya
merupakan pria dan sisanya sebanyak 1.188.666 PNS wanita. Pada
tahun 2008 komposisi ini tetap (tidak berubah) karena dari 3.236.321 PNS, mayoritas masih didominasi
kaum pria (1.720.983).
Dilihat
dari jenjang kepangkatan, mayoritas PNS di Indonesia merupakan golongan III.
Hal itu berlaku di pusat maupun di daerah. Pada tahun 2008, dari 4.061.854 PNS,
50 persennya (2.254.382) berpangkat golongan III. Kelompok terbesar berikutnya
ialah golongan II yang berjumlah 1.122.420, kemudian berturut-turut golongan IV
dan golongan I sebesar 809.076 dan 88.779.
Jika
diukur dari tingkat pendidikan maka kondisi agak sedikit berbeda terjadi antara
pusat dan daerah. PNS di daerah mayoritas berpendidikan SMA sedangkan di pusat
didominasi oleh sarjana, baik itu S-1, S-2, maupun S-3. Akan tetapi, secara keseluruhan lulusan SLTA
masih mendominasi komposisi PNS berdasarkan jenjang pendidikan. Selain itu, dari tahun ke tahun jumlah PNS yang berpendidikan
SLTA cenderung mengalami peningkatan, terutama di daerah. Pada tahun 2004
jumlah PNS di daerah yang berpendidikan SLTA berjumlah 1.069.799 dan pada tahun
2008 angka itu naik menjadi 1.268.099. Sedangkan di pusat komposisi PNS yang
berpendidikan SLTA terus mengalami penurunan. Tahun 2004 tercatat ada 333.518
PNS dengan latar belakang pendidikan
SLTA dan angka itu menurun di
tahun 2008 sampai angka 323.296. PNS berlatar-belakang pendidikan sarjana juga terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, baik di daerah maupun di pusat. Pada tahun 2004, ada 1.079.811
PNS yang bergelar sarjana dan angka itu mengalami peningkatan hingga 1.263.622
pada tahun 2008.
Pun jika
dilihat dari kecenderungannya maka fenomena yang berbeda
juga terjadi di pusat dan daerah. Dari tahun ke tahun jumlah PNS di pusat
cenderung mengalami penurunan sedangkan di daerah jumlah PNS hal sebaliknya
terjadi. Dua tahun terakhir jumlah PNS di pusat terus mengalami penurunan. Pada
tahun 2006 terdapat 875.664 PNS pusat, tahun 2007 berjumlah 856.107, dan tahun
2008 menurun hingga 825.533 PNS. Sedangkan di daerah jumlah PNS mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2004 tercatat ada 2.762.693 PNS
di daerah. Angka ini meningkat hingga 3.236.321 PNS pada tahun 2008.
Atas
dasar jabatan,
mayoritas PNS merupakan pemegang jabatan fungsional tertentu. Dari total
4.061.854 PNS pada tahun 2008, separuhnya (2.051.430) merupakan pejabat
fungsional tertentu. Di sisi lain, jumlah pejabat struktural terus menurun dari
tahun ke tahun, baik di level pusat maupun di daerah. Di daerah pada tahun 2004
tercatat 222.895 pejabat struktural dan pada tahun 2008 menurun hingga menjadi 190.636 pejabat. Sedangkan di pusat, dari
67.607 pejabat struktural di tahun 2004, menurun ke angka 56.357 pada tahun
2008. Untuk pejabat fungsional umum mengalami kenaikan dari tahun ke
tahun, kecuali pada tahun 2008. Kurun waktu 2004-2007, jumlah pejabat
fungsional umum naik dari 1.307.035 (2004) menjadi 3.982.153 pada tahun 2007. Tapi, jumlah ini menurun drastis pada tahun 2008 ke angka
1.763.431 (www.aparaturnegara.bappenas.go.id). Dari ilustrasi yang ada, berarti masih banyak PNS di negeri
ini yang hidup di bawah kenestapaan.
Padahal umumnya, kesejahteraan PNS itu terdiri dari
pemenuhan gaji yang “memadai” (semasa masih bekerja), serta program-program
seperti THT (Tunjangan Hari Tua), Pensiun, Kesehatan, Kecelakaan Kerja,
Perumahan dan Kematian. Untuk menghapuskan kenestapaan
dan memberikan THT serta dana pensiun PNS di negeri ini, pemerintah mendirikan
PT Taspen. Artinya, PT Taspen merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
ditugaskan pemerintah untuk menyelenggarakan Program Asuransi Sosial Pegawai
Negeri yang terdiri dari program Tunjangan Hari Tua (THT) dan program Pembayaran
Pensiun kepada PNS. Jadi jelas stakeholder utama Taspen itu adalah PNS.
Program THT yang dilakukan Taspen adalah sebuah program
jangka panjang di mana peserta berhak memperoleh manfaat program sebelum
mencapai usia pensiun, dan apabila pekerja meninggal dunia maka janda atau
dudanya beserta anak-anaknya, akan berhak menerima manfaat pekerja tersebut.
Program ini berupa sebuah tabungan wajib. Jadi, program tabungan hari tua mirip
dengan program tabungan wajib PT Jamsostek untuk pekerja swasta sektor formal
dan keluarga mereka. Dengan kata lain, program ini merupakan program pembiayaan sendiri (self-funded).
Progam
THT merupakan program yang telah diselenggarakan sejak PT Taspen berdiri pada tahun 1963. Sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 1981, Program THT merupakan suatu Program Asuransi
yang terdiri dari Asuransi Dwiguna yang dikaitkan dengan Usia Pensiun ditambah
dengan Asuransi Kematian.
Berdasarkan
PP tersebut, THT Dwiguna didefinisikan sebagai suatu jenis THT yang memberikan
jaminan keuangan bagi peserta pada waktu mencapai usia pensiun ataupun bagi
ahli warisnya pada waktu peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun.
Program ini diikuti oleh seluruh PNS, Pejabat Negara, dan Pegawai BUMN/BUMD.
Kepesertaan
Program THT dimulai sejak yang bersangkutan diangkat menjadi Pegawai/Pejabat Negara dengan ketentuan,
Pertama, pengangkatan menjadi PNS sebelum 1 Juli 1961, masa
kepesertaannya dihitung sejak tanggal 1 Juli 1961. Kedua, pengangkatan
PNS Daerah Provinsi Irian Jaya sebelum 1 Januari 1971, masa kepesertaannya
dihitung sejak 1 Januari 1971. Ketiga, pengangkatan PNS daerah ex Provinsi Timor-Timur sebelum 1 April 1979,
masa kepesertaannya dihitung sejak 1 April 1979.
Hak-hak yang
diperoleh oleh Peserta Program THT, pertama, Hak Asuransi THT dibayarkan
apabila peserta berhenti sebagai pegawai negeri karena pensiun atau meninggal
dunia. Kedua, Hak Nilai Tunai dibayarkan apabila peserta berhenti bukan
karena pensiun (keluar) atau meninggal dunia. Ketiga, Hak Asuransi Kematian
yang dibayarkan bila peserta, istri/suami dan anak peserta meninggal dunia. Dan
peserta Program THT itu sendiri memiliki kewajiban, pertama, membayar
iuaran/premi sebesar 3,25% dari penghasilan pegawai setiap bulan. Kedua, memberikan keterangan mengenai data diri
dan keluarga peserta. Ketiga, menyampaikan perubahan data penghasilan
atau perubahan data diri keluarga peserta.
Untuk
memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih besar kepada para peserta, PT
Taspen telah mengembangkan dua program yaitu Program THT Multiguna Sejahtera
dan THT Ekaguna Sejahtera. Program THT Multiguna Sejahtera merupakan pengembangan dari THT Dwiguna dengan
penambahan manfaat bagi peserta berupa Manfaat Berkala, di samping manfaat THT
dan Manfaat Nilai Tunai. Besarnya Manfaat Berkala disesuaikan dengan kebutuhan
dan kemampuan masing-masing peserta. Program ini diikuti oleh pegawai beberapa
BUMN/BUMD. Sementara THT Ekaguna Sejahtera menawarkan manfaat THT saja kepada
peserta yang ingin membatasi kewajiban iurannya. Program ini juga diikuti oleh
pegawai beberapa BUMN/BUMD.
Sedangkan program dana pensiun adalah suatu program yang
dimaksudkan untuk memberikan jaminan hari tua kepada PNS sebagai penghargaan
atas jasa-jasa dan pengabdiannya kepada negara sebagaimana ditetapkan dalam UU
Nomor 11 tahun 1969 tentang Pemberian Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pensiun
Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil. Di dalam penjelasannya disebutkan bahwa pemberhentian
dengan hormat
merupakan syarat yang mutlak untuk mendapatkan hak pensiun. Hal ini sesuai
dengan sifatnya bahwa pensiun sebagai penghargaan atas jasa-jasa PNS selama
bekerja dalam dinas pemerintah dan penting untuk membina dan memelihara
kesetiaan pegawai terhadap negara dan haluan negara yang berdasarkan Pancasila.
Maka, tidaklah pada tempatnya untuk memberikan pensiun kepada pegawai yang
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri.
Tugas PT Taspen untuk melaksanakan pembayaran pensiun dimulai sejak tahun
1987. Bagi PT Taspen, tugas pembayaran pensiun merupakan tugas mulia guna memberikan pelayanan
kepada orang-orang yang telah berusia lanjut. PT Taspen dibantu oleh Departemen
Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran dalam pelaksanaan pembayaran
pensiun. Dan kewajiban peserta program pensiun adalah pertama, membayar iuran
sebesar 4,75% dari penghasilan sebulan selama menjadi Pegawai Negeri
Sipil/Pejabat Negara. Kedua, menyampaikan laporan perubahan data peserta
dan keluarga.
Namun, sampai saat ini biaya THT dan dana pensiun untuk
PNS masih dilakukan menggunakan sistem pay as you go dari APBN dengan
pola current cost financing dari dana yang ada di PNS. Dengan kata lain diambil dari iuran rutin yang dipotong dari
gaji PNS itu sendiri. Dalam hal ini, setiap bulan selama PNS itu aktif bekerja
wajib membayar iuran dari penghasilannya sebesar 11 persen, yang terdiri dari
iuran THT 3,25 persen (Taspen), pensiun 4,75 persen (Taspen), kesehatan 2
persen (Askes) dan perumahan 1 persen (Bapertarum).
Iuran Kesejahteraan yang Harus Dibayar PNS
Program
|
Iuran PNS
|
Instansi
|
THT
|
3,25%
|
Taspen
|
Pensiun
|
4,75%
|
Taspen
|
Kesehatan
|
2%
|
Askes
|
Perumahan
|
1%
|
Bapertarum
|
Jumlah
|
11%
|
Sebagai stakeholders
Taspen, para PNS berharap supaya mereka
lebih sejahtera dan Taspen dapat menjadi ”rumah kesejahteraan”
bagi PNS. Untuk itu, para PNS berharap pula pemerintah sebagai “pemberi kerja” ikut memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan sosial mereka dengan menerapkan sistem fully
funded. Bukan sistem pay as you go. Artinya, suatu sistem di mana pemerintah bersama PNS membayar
iuran yang diakumulasikan dalam suatu dana, iuran pemerintah merupakan bagian
dari pembayaran gaji PNS. Jadi pembayaran itu berlangsung selama PNS masih
bekerja. Pada saat PNS memasuki pensiun, maka pembayaran iuran pemerintah dan
PNS dihentikan, dan pembayaran pensiun berlangsung dengan sumber pendanaan dari
mana yang merupakan hasil pemupukan iuran PNS bersama pemerintah.
Jika sistem pay as you go ini tetap dipertahankan,
dipastikan akan memberatkan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Sistem pay as you go sudah sejak lama ditinggalkan oleh semua negara
ASEAN, hanya Indonesia yang masih menerapkannya. Jika sistem fully funded
diterapkan, maka para PNS di negeri ini akan menjalankan hari-hari tua (pensiun)
dengan indah dan Taspen bisa menggapai visinya menjadi perusahaan word class
campany.
Boks I
Pentingnya Prinsip Good Corporate Citizen (GCC)
Menjadi “warga kota yang baik”. Begitulah salah satu tujuan utama kehadiran
Taspen. Menjadi warga kota yang baik telah integral dalam kegiatan bisnis
Taspen sehari-hari. Secara tersurat, hal ini dapat kita lihat dari nilai-nilai
budaya unggul perusahaan. Salah satunya adalah respek kepada masyarakat dan
lingkungan sekitar dengan sikap tindak yang lebih peduli, progresif dan
pro-aktif. Secara tersirat, sudah banyak yang telah dilakukan oleh Taspen
berkenaan dengan penerapan nilai utama peduli dan berbagi tadi, yang kini cukup
popular dengan sebutan Corporate Social Responsibility (CSR). Maknanya,
bahwa kehadiran orang-orang Taspen di mana dan kapan pun harus memberi arti
(bermanfaat) bagi komunitas dan lingkungan sekelilingnya. Dengan nilai utama
itu, Taspen telah menjadi bagian kehidupan bersama masyarakat.
Merujuk pada etika bisnis internasional yang tertuang
dalam The Caux Round-Table Principles for Business, komitmen korporasi
bisnis (perusahaan) terhadap stakeholders bersifat fundamental. Terutama
bagi masyarakat atau daerah di mana perusahaan tersebut beroperasi, ia wajib
menjadi “Good Corporate Citizen (GCC)”. Perusahaan harus menjadi ”warga
masyarakat yang baik” dan ikut aktif berpartisipasi dalam peningkatan standar
mutu sosial, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat serta
lingkungan sekitarnya. Arti kata lebih jauh, perusahaan memiliki tanggung jawab
sosial terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dan, upaya pelaksanaan
tanggung jawab sosial selayaknya dilaksanakan dalam seluruh fase kegiatan
perusahaan.
Di tingkat internasional, sudah banyak
inisiatif-inisiatif dan standar-standar yang dibuat untuk menerapkan tanggung
jawab sosial perusahaan. Di antaranya, selain The
Caux Round-Table Principles for Business, adalah OECD Guidelines for
Enterprises, AA 1000, ISO 26000, IFOAM, SA 8000 dan Equator Principles.
Tanggung jawab sosial atau CSR secara tegas juga telah diatur dalam pasal 74 UU
No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Dalam pasal itu disebutkan bahwa
perseroan wajib mengalokasikan sebagian laba bersih tahunan untuk melaksanakan
CSR. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban CSR akan dikenai sanksi.
CSR adalah sebuah keniscayaan yang wajib dilaksanakan. Dan, Taspen
telah melaksanakan CSR dan terus berupaya untuk menjadi ”warga masyarakat yang
baik”. Taspen taat dan patuh kepada hukum. Hal ini, antara lain, telah
diwujudkan melalui program “Taspen peduli bencana alam”. Misalnya, ketika
Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, meletus
September 2010 lalu, Taspen memberikan sumbangan senilai Rp50 juta. Bantuan
diberikan bukan dalam bentuk dana, melainkan dalam bentuk bahan pokok, seperti
beras, mie instan dan air mineral. Bantuan Taspen diserahkan langsung oleh
Kepala Taspen Cabang Utama Medan, Wiharto, didampingi Kepala Unit PKBL, Agus Friyanto, di Kantor Bupati Karo.
Bantuan diterima Asisten I Setda Kabupaten Karo, TM Tarigan, didampingi Kepala BKD Kabupaten Karo, Kawar Sembiring Tarigan.
Ketika Gunung Merapi Meletus Selasa, 26 Oktober 2010 lalu, hal
serupa juga dilakukan Taspen Cabang Yogyakarta. Malam setelah kejadian, Taspen
Yogyakarta langsung berkordinasi dengan Direktur SDM Karsidi, untuk memberi
bantuan bagi korban letusan Merapi melalui Unit PKBL. Malam itu juga Kepala
Cabang Taspen Yogyakarta membentuk tim kecil Taspen Peduli untuk membantu
korban letusan Gunung Merapi. Pada Rabu pagi hari, tanggal 27 Oktober 2010, tim
Taspen Yogyakarta yang dipimpin langsung oleh Kepala Cabang Taspen Yogyakarta
Hadiwibowo, didampingi Kabid Persum Herlina, Kasi Umum Suharto serta Ketua DPC
Sekata Suratno segera meluncur ke arah Merapi untuk mengunjungi posko-posko
pengungsi sekaligus melihat secara langsung kondisi para pengungsi. Saat itu,
ada 4 posko pengungsi di Kabupaten Sleman yang dikunjungi, yaitu Desa
Hargobinangun, Desa Purwobinangun, Desa Umbulharjo dan Desa Kepuharjo. Dan
bantuan yang diberikan berupa obat-obatan, masker, makanan bahan pokok seperti
beras, mie instan dan air mineral serta peralatan mandi, selimut, perlengkapan
bayi dan miyak tanah.
Selain pemberian bantuan
kepada korban gunung meletus, Taspen juga memberikan bantuan kepada korban
bencana banjir dan tanah longsor. Seperti yang terjadi di Kabupaten Morowali,
Sulawesi Tengah, pada Juli dan Agustus 2007. Ketika bencana
tersebut terjadi, menelan korban material dan jiwa yang cukup banyak. Ratusan
rumah, sawah dan perkebunan rusak parah. Bahkan hampir sekitar 138
jiwa meninggal dunia, 76 orang luka berat dan 12.600 orang terpaksa
mengungsi.
Melihat dan mengetahui kondisi
korban musibah itu, untuk mengurangi penderitaan mereka, Taspen Kantor Cabang Palu tergerak memberikan
bantuan kemanusiaan. Bantuan tahap pertama dilaksanakan pada tanggal 2-3
Agustus 2007 dengan menggandeng Jakarta Rescue Rotary. Tahap berikutnya
diadakan pada tanggal 20 September 2007 dengan memberikan bantuan uang tunai sebesar
Rp25 juta. Bantuan diserahkan langsung oleh Kepala Cabang Taspen
Palu, Tarmizi, kepada Bupati Morowali, Datlin Tamalagi.
Begitu pula
saat terjadi banjir di Jakarta awal Februari 2007 lalu. Sebagai gambaran, saat
musibah terjadi, hampir setiap harinya terlihat para relawan yang membantu
korban banjir tersebut. Ada relawan yang membawa perahu karet yang digunakan
untuk mengungsi dan ada juga yang membawa sembako, air mineral serta
obat-obatan. Meski banyak sekali para relawan yang membantu, tapi mereka tetap
saja terlihat kewalahan lantaran korban yang terus bertambah.
Menyikapi kondisi demikian, Taspen terketuk hatinya dengan memberikan
bantuan kepada warga yang tertimpa banjir. Bantuan disalurkan melalui dua
saluran yaitu “Bantuan Taspen Peduli” yang dikelola
oleh sekretariat perusahaan dan satu lagi melalui “Bantuan BUMN
Peduli” yang dikoordinir oleh Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Bantuan Taspen Peduli diberikan kepada korban di beberapa titik di Jakarta
seperti di Bekasi, Tanjung Priok, Cempaka Putih, Cililitan, Kelapa Gading dan
Tangerang. Bantuan
berupa mie instan, biskuit, air mineral serta obat-obatan.
Sementara
Bantuan BUMN Peduli disalurkan
kepada warga di Kelurahan Sumur Batu, Bukit Duri, Kelurahan Gempur, Tangerang,
Tugu Utara, Cililitan, Kampung Makasar, Kramat Jati, Babelan Bekasi, Cilamaya,
Rawa Jati, Pengadegan, Cilamaya Kulon, Duta Persada Tangerang, Cempaka Putih
Timur, Ciracas, Kampung Melayu serta Kuningan Barat. Bantuan bagi korban banjir diberikan dalam bentuk sembako, yang
antara lain berupa beras, minyak goreng, mie instan, air mineral, sarden, susu
kaleng dan obat-obatan. Bantuan BUMN tersebut disalurkan secara bertahap dari
tanggal 6 sampai 16 Februari 2007.
Memberikan bantuan kepada
korban gempa di Sumatera Barat juga pernah dilakukan Taspen. Bantuan berupa 570
buah tenda ini diserahkan kepada para korban gempa di daerah Kuranji, Koto Tangah,
Secicin dan Padang Pariaman. Bantuan diserahkan secara simbolis oleh Direktur
Sumber Daya Manusia, Karsidi, didampingi Komisaris Sjahruddin Rasul dan Kepala
Taspen Cabang Padang, M. Jufri, kepada masyarakat yang tertimpa musibah.
Selain peduli bencana alam, Taspen sebagai warga
masyarakat yang baik
pun peduli terhadap penghijauan.
Hal ini dibuktikan, antara lain dengan melakukan penanaman 1.200 pohon (yang
terdiri dari pohon mangga, matoa, albasia dan mahoni) di Gunung Tugel, kompleks kebun percobaan milik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Jawa Tengah, pada 20 November 2009. Dirut Taspen, Agus Haryanto,
berharap penanaman 1.200 pohon ini selain dapat bermanfaat bagi lingkungan kampus (sebagai lokasi praktik mahasiswa fakultas pertanian), bagi
masyarakat sekitar (sebagai reboisasi atau filter pencemaran udara)
dan warisan bagi generasi mendatang. Bahkan, buah-buahan yang kelak dihasilkan dari pohon yang ditanam dapat menjadi potensi yang
luar biasa, menjadi penopang pencaharian sehari-hari bagi penduduk sekitar.
Rektor Unsoed, Prof. Dr. Ir. Soedjarwo,
menerangkan bahwa semula lokasi Gunung Tugel merupakan tempat pelatihan bagi
para calon transmigran yang dikembangkan Unsoed bersama dengan Depnakertrans.
Unsoed sendiri pada tahun 2009 telah menanam 31.000 pohon. Hal ini dilakukan
untuk mendukung pemerintah dalam mengurangi emisi karbon, mengurangi
peningkatan laju suhu global, mendukung upaya konservasi binatang-binatang yang
menggunakan pohon untuk tempat kelangsungan hidupnya dan keinginan untuk
menciptakan wisata agro di lingkungan kampus serta meningkatkan keasrian dan
keindahan kampus.
Selain Unsoed, Taspen Cabang
Surakarta juga pernah menyumbangkan 2.400 pohon kepada Universitas Negeri Surakarta (UNS) Sebelas Maret, Solo. Jenis pohon yang
disumbangkan antara lain mete, jati, mahoni, kakao, nangka, sukun, rambutan
aceh, mangga, kopi, kelapa sawit, glodok pecut, beringin, flamboyan, duwet,
gawok, pule landak, lengkeng dan salam. Penanaman pohon dilakukan di lima
halaman kampus dan kebun percobaan milik UNS,
yaitu Jatikuwung, Jumantono, Rusunawa, Kentingan dan Ngoresan.
Salah satu konsep yang hendak diimplementasikan dari kegiatan ini adalah menjadikan kebun itu sebagai tempat praktik bagi
mahasiswa Fakultas Pertanian UNS. Selain itu, bantuan bibit ini secara tidak langsung nantinya dapat pula membantu menghijaukan lahan kritis yang ada
di Solo.
Taspen juga pernah
berpartisipasi dalam kegiatan penghijauan di Kampus Universitas Diponegoro
(Undip), Semarang. Kegiatan penghijauan di Undip ini sebenarnya telah dimulai
sejak tahun 2004 dengan melibatkan 5 instansi sebagai anggota konsorsium, yaitu Bank BNI,
Bank Mandiri, Bank BTN, PT Askes dan Bank BRI. Jenis pohon yang ditanam antara lain tanaman
pelindung (meranti, trembesi, mahoni, biola indah dan cemara pecut), tanaman
buah-buahan (kelengkeng, rambutan, durian dan nangka) dan tanaman hias (palem raja, soka, kenanga).
Selain penanaman di kompleks kebun percobaan milik Unsoed, UNS dan Undip, Tapen pernah
menyerahkan 1.200 bibit pohon buah kepada
Pemerintah Kota Pontianak. Kegiatan yang dilakukan Taspen Cabang Pontianak ini
diadakan di Kelurahan Kota Baru dihadiri Wali Kota
Pontianak Sutarmidji, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemkot Pontianak,
Camat Pontianak Selatan dan Lurah Kota Baru Pontianak. Sementara penanaman
pohon dipimpin oleh Direktur SDM Taspen Karsidi bersama Kepala Taspen Cabang
Pontianak Eko Yudiatmo dan Kepala PKBL Agus Priyanto di Kelurahan Kota Baru,
Pontianak.
Pohon yang diserahkan oleh
Taspen sebanyak 1.200 bibit pohon buah terdiri
dari 300 pohon sawo keraton, 300 pohon sukun, 100 pohon rambutan, 200 pohon
manggis, 100 pohon mangga Indramayu, 50 pohon kelengkeng, 100 pohon alpukat,
dan 50 pohon jambu merah. Bibit pohon-pohon buah itu ditanam di jalan Karet,
Ampera, Nirbaya, sekolah-sekolah, dan kantor pemerintahan kota Pontianak.
Taspen berharap semoga kegiatan penanaman 1.200 pohon ini dapat menambah
kenyamanan Kota Pontianak. Juga secara tidak langsung mengurangi dampak
pemanasan global yang sekarang ini melanda dunia.
Kegiatan
penghijauan yang berupa gerakan penanaman pohon pernah juga dilaksanakan Taspen
di Bandung, Jawa Barat pada 27 April 2007. Dalam kegiatan tersebut, Taspen menyerahkan 3.110 batang bibit pohon
kepada Perhutani dan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Pemerintah Kota Bandung
untuk ditanam di sejumlah lokasi. Gerakan penghijauan di kota yang dijuluki
Paris Van Java ini ditandai dengan penyerahan pohon secara simbolis oleh
Direktur Utama Taspen (waktu itu) Achmad Subianto kepada Wali Kota Bandung (saat
itu) Dada
Rosada di Taman Tugu Bandung Lautan Api, Tegal Lega, Bandung.
Bibit
pohon yang disumbang Taspen merupakan tanaman
produktif berupa pohon alpukat. Pohon-pohon alpukat tersebut diserahkan kepada
Perhutani setempat. Sebanyak 3.000 pohon ditanam di Hutan Lindung Cikole,
sebuah kawasan wisata di lereng Gunung Tangkuban Perahu, Bandung. Selebihnya,
sebanyak 110 batang pohon ditanam di dalam kota Bandung, antara lain di Taman
Bandung Lautan Api Tegal Lega dan sejumlah lokasi lainnya.
Bahkan
dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Taspen yang ke-42 (2005), Taspen bersama Bank Tabungan Negara (Bank BTN)
melaksanakan penghijauan berupa penanaman Mangrove di Pulau Serangan, Denpasar,
Bali, pada tanggal 23 Maret 2005. Kegiatan ini dihadiri Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara, Taufiq Effendy dan segenap Muspida Provinsi Bali serta mitra
kerja PT Taspen KCU Denpasar.
Dalam
kesempatan itu, Direktur Taspen Achmad Subianto mengatakan bahwa penanaman
Mangrove di Pulau Serangan ini merupakan rangkaian kegiatan penghijauan yang
telah dilakukan Taspen sejak tahun 2004. Dia mengutip Hadits Nabi yang
mengatakan bahwa jika besok kiamat dan masih ada biji di tangan, maka tanamlah.
Oleh karenanya, mudah-mudahan dengan dilakukannya penanaman ini maka krisis
yang melanda Indonesia selama ini dapat segera diakhiri. Achmad Subianto juga
mengatakan bahwa penanaman pohon ini merupakan bagian dari shodaqoh, merupakan
bagian dari Dharma. Dia pun berharap program ini diteruskan dan dilakukan
Taspen di provinsi-provinsi lain.
Namun,
tidak sebatas itu, sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat, Taspen telah
mengucurkan bantuan untuk keagamaan, pendidikan, kesehatan, dan bakti sosial.
Misalnya, Taspen Kantor Cabang Padang menyerahkan hibah ke panitia renovasi
Masjid Raya Ganting Padang, sebesar Rp15 juta. Masjid Raya Ganting merupakan
masjid yang dibangun pada tahun 1805 di atas sebidang tanah wakaf suku Chaniago
yang bermukim di Kampung Ganting.
Masjid
yang memiliki luas bangunan 30×30 meter persegi ini direnovasi karena kondisi
bangunannya yang mulai mengkhawatirkan akibat gempa tiga tahun lalu dan usia
bangunan yang sudah cukup tua. Goyangan gempa 6,7 skala
ritcher menyebabkan beberapa tiang penyangga utama kuda-kuda atap
masjid retak dan ada pula yang patah. Selain itu, konstruksi kuda-kuda atap masjid telah lapuk
dimakan usia. Demi keutuhan fisik masjid dan keselamatan jamaah maka pengurus
masjid mengusulkan untuk merenovasi masjid, terutama rangka kuda-kuda atap
masjid. Kuda-kuda atap digantikan dengan bahan baja ringan. Untuk memperkuat bangunan
dinding dan tiang digunakan beton.
Kegiatan
lainnya
adalah menyemarakkan bulan suci Ramadhan dengan cara menggelar acara buka puasa
bersama Direksi dan karyawan di lingkungan Kantor Pusat dan Kantor Cabang Utama
Jakarta di Masjid At-Taqwa Taspen Pusat. Acara yang dilangsungkan pada tanggal 28 September 2007
ini bertepatan dengan peringatan Nuzulul Qur’an. Acara tersebut dihadiri pula
oleh Direktur SDM Djoko Daljono, Direktur
Keuangan Heru Maliksjah, Direktur Operasi Mohammad Bar’i dan segenap pejabat
serta karyawan kantor pusat dan Kantor Cabang Utama (KCU)
Jakarta. Di sela-sela acara berbuka puasa bersama tersebut, Djoko Daljono
memberikan santunan secara simbolik kepada 100 anak yatim yang sebagian besar
tinggal di sekitar lingkungan kantor pusat.
Sementara kepedulian Taspen
terhadap dunia pendidikan, antara lain, diwujudkan dengan membagikan
beasiswa kepada 50 mahasiswa Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, Kalimantan Barat, terutama bagi mahasiswa
berprestasi yang orang-tuanya berprofesi sebagai PNS dan pensiunan PNS. Bentuk kerjasama beasiswa ini diperkuat dengan nota
kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) yang ditandatangani Direktur SDM Taspen H. Karsidi dan Rektor
Untan Prof Dr Chairil Effendy. Penanda-tanganan dilangsungkan pada 24
Agustus 2010 di ruang Rektorat Untan. Setiap mahasiswa mendapatkan beasiswa
sebesar Rp3.000.000/per semester. Jadi selama setahun mahasiswa akan
mendapatkan beasiswa sebesar Rp6 juta.
Hal
serupa pernah pula diberikan kepada mahasiswa Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur. Ketika itu penyaluran bantuan beasiswa
dilakukan di Auditorium Unair dengan ditandai penandatanganan Perjanjian Kerja
Sama (PKS) Pendidikan, Pelatihan dan Penelitian Jasa Konsultasi dan Program
Beasiswa antara Taspen dan Unair oleh Direktur
Utama Taspen (waktu itu) Achmad Subianto dan Rektor
Unair (ketika itu) Prof. Dr. H. Fasich.
Penandatanganan disaksikan oleh Wakil Rektor Unair, Dekan dan segenap Civitas
Akademika lainnya serta Kepala Taspen Cabang Surabaya,
Nelson. Kegiatan beasiswa ini juga diberikan kepada 50 mahasiswa Universitas
Brawijaya (Unibraw) Malang, Jawa
Timur. Di mana
penandatanganan naskah kerjasama beasiswa dilaksanakan pada tanggal 28 Februari
2007 bertempat di ruang pertemuan Unibraw.
Dan ketika itu setiap mahasiswa mendapat bantuan senilai Rp200
ribu per bulan.
Sementara
kegiatan peduli kesehatan yang pernah dilakukan Taspen di antaranya diwujudkan
dengan melakukan fogging (pengasapan) di dua
wilayah, masing-masing di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada tanggal 23 Maret 2007 dan di Kelurahan Pengasinan,
Bekasi, pada tanggal 28 Maret 2007.
Di
wilayah Cempaka Putih, fogging berlangsung di dua kelurahan, yaitu
Kelurahan Cempaka Putih Timur dan Kelurahan Cempaka Putih Barat. Sedangkan di
Kelurahan Pengasinan, Bekasi, fogging dilaksanakan di wilayah
RW 05, Perumnas Rawa Lumbu. Fogging yang bertujuan untuk
mencegah mewabahnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) tersebut merupakan
bagian dari rangkaian kegiatan sosial menyambut hari ulang tahun Taspen yang ke-44. Kegiatan fogging
tersebut disaksikan oleh Direktur Utama Taspen (ketika itu) Achmad Subianto dan Direktur Sumber
Daya Manusia (waktu itu) Djoko Daljono, serta pejabat kelurahan di
wilayah RW 04 Kelurahan Cempaka Putih Timur dan RW 05 Kelurahan Cempaka Putih
Barat.
Jenis
kegiatan lainnya yang juga pernah dilakukan Taspen
sebagai wujud kepeduliannya terhadap kesehatan adalah mengadakan KB-isasi massal
secara gratis bagi karyawan Taspen dan masyarakat Cempaka Putih. Ketika itu,
Taspen bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Dalam acara tersebut karyawan dan masyarakat dapat memasang alat kontrasepsi
ataupun melakukan vasektomi tanpa dipungut biaya sama sekali. Jenis alat
kontrasepsi wanita yang tersedia yaitu intra uterine device (IUD),
suntik dan pil.
Menurut
Kepala Kantor KB Jakarta Pusat, Hasanudin H.S.,
sebenarnya total peningkatan penduduk di Jakarta masih di bawah rata-rata,
yaitu 2,1 persen. Namun, dari hasil tinjauan di lapangan, sebaran angka ini
tidak merata. Cukup banyak keluarga yang memiliki anak lebih dari dua. Yang
memprihatinkan, keluarga banyak anak itu umumnya berasal dari keluarga miskin.
Hal ini akan semakin memberatkan beban ekonomi keluarga tersebut dan mengurangi
tingkat kesejahteraan mereka. Dia mengaku senang karena di
wilayah Jakarta Pusat, Taspen dan KAI
Stasiun Senen memelopori aksi dukung program BKKBN.
Sementara
wujud kepedulian Taspen terhadap lingkungan sosial antara lain pernah
dilakukan kegiatan senam
bersama dan bakti sosial yang digelar di Stadion Arcici, Rawasari. Kegiatan
yang termasuk dalam rangkaian acara HUT ke-44 Taspen ini dihadiri Walikota
Jakarta Pusat, Muhayat, dan Direksi Taspen. Peserta senam bersama adalah
seluruh karyawan Taspen Pusat dan KCU DKI Jakarta.
Usai
senam bersama acara dilanjutkan dengan penyerahan bantuan secara simbolis
berupa tanaman buah dan pohon pelindung untuk Pemerintah Kotamadya Jakarta
Pusat. Taspen juga memberikan bantuan peralatan
sekolah untuk siswa SD, SMP
dan SMA. Bantuan panti asuhan dan peralatan kebersihan seperti gerobak sampah,
tong sampah dan komposter untuk Kelurahan Cempaka Putih Barat, Kelurahan
Cempaka Putih Timur dan PD Pasar Cempaka Putih. Dilanjutkan dengan membagikan
jaket untuk pengojek di Pasar Cempaka Putih.
Lalu saat
meriahkan HUT ke-47, Taspen melakukan kegiatan sosial berupa menggelar khitanan
massal yang diikuti 50 anak dari keluarga tidak mampu. Acara sosial yang
digelar di Auditorium Taspen ini bekerja sama dengan tim dokter pimpinan dr
Subakir. Ketika acara belangsung, anak-anak peserta khitanan nampak ragu-ragu
dan pias ketika namanya disebut untuk dikhitan. Meski ada pihak keluarga yang
menemaninya, raut kecemasan masih terbayang di wajah mereka. Namun, seusai
dikhitan tampak senyum sumringah di wajah mereka. Sebab, selain kewajiban agama
sudah terpenuhi, mereka mendapatkan bingkisan dari Panitia HUT berupa angpao,
tas sekolah dan sarung.
Kemudian,
belum lama ini, dalam memperingati malam turunnya Al Qur’an (Nuzulul Qur’an)
Taspen menyerahkan santunan kepada anak yatim dan dhuafa. Penyerahan santunan
secara simbolis diberikan langsung oleh Direktur Utama Agus Haryanto kepada 14 anak yatim. Tidak
lupa dia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada muslimin dan muslimah
Taspen yang telah memberikan zakat, infaq dan shodaqoh yang dipotong dari gaji
tiap bulannya. Total anak yatim dan dhuafa yang menerima santunan sebanyak 61
orang, terdiri dari 14 yatim keluarga Taspen, 1 yatim santri TPA Masjid Taspen
dan 46 kaum dhuafa.
Dan
pernah pula, dalam rangka memperingati
Isra Mi’raj 1431 H lalu, Badan Pembina Rohani Islam (Babinrohis) Taspen
bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) DKI Jakarta
mengadakan kegiatan donor darah. Kegiatan bertajuk “Dengan semangat Isra Mi’raj
kita realisasikan melalui kegiatan donor darah untuk sesama” ini
diselenggarakan di Auditorium Taspen Lt. VI Jakarta dan diikuti dengan antusias
oleh karyawan serta karyawati Taspen di kantor pusat maupun Kantor Cabang Utama
Jakarta. Dalam sambutannya, Ketua Babinrohis Taspen, Dasrizal, menyampaikan
bahwa Taspen berupaya mewujudkan hikmah Isra Mi’raj dalam bentuk kegiatan
sosial yang salah satunya adalah kegiatan donor darah. Menurut dia, “Setetes darah kita mungkin biasa saja bagi kita,
namun akan sangat berarti bagi mereka yang membutuhkannya.”
Begitulah
esensi kehadiran dan eksistensi Taspen yang respek dan peduli kepada masyarakat
di sekitarnya. Taspen, sebagai BUMN, telah berkomitmen untuk
menjadi ”warga masyarakat yang baik” dan ikut aktif berpartisipasi dalam
peningkatan standar mutu sosial, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan
ekonomi. ***
No comments:
Post a Comment