Keberanian seorang pemimpin besar
untuk memenuhi visinya berasal dari tekad dan bukan posisi kekuasaan.
John
C. Maxwell, pakar kepemimpinan
Boleh
jadi,
saat ini masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) tak ubahnya ayam mati di lumbung
padi. Betapa tidak, kendati wilayah ini menjadi salah satu penyumbang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbesar di negeri ini ditambah kelimpahan
kekayaan alamnya, toh masih banyak warga masyarakatnya hidup di bawah garis
kemiskinan. Maklum saja, selama ini hasil-hasil sumber daya alam (SDA) provinsi
terkaya kedua setelah Papua ini ibarat kata cuma butiran gerimis yang menetes
kembali ke Bumi Etam Kalimantan Timur. Ke mana sebagian besar lainnya? Terbang
ke luar negeri ataukah ‘menggumpal’ di Ibukota Jakarta? Memiliki luas
satu-setengah kali Pulau Jawa dan Madura, Kalimantan Timur termasuk 10 besar daerah
kontributor devisa negara.
Kawasan terluas kedua
setelah Papua ini memiliki hutan nan luas, 59 persen dari total luas wilayahnya
berupa hutan. Tak kurang dari 17 sungai membelah buminya, antara lain Sungai
Mahakam, Sungai Kayan, dan Sungai Bahauy, yang selain menjadi jalur perhubungan
dan angkutan, dimanfaatkan pula sebagai tempat budidaya dan reservat ikan air
tawar.
Di dalam perut bumi
Kalimantan Timur pun tersimpan “harta karun” berlimpah-ruah berupa bahan
tambang dan galian dengan deposit yang luar biasa besar, antara lain minyak
bumi, gas, batubara, timah hitam, besi dan nikel. Pada tahun 1997 saja,
misalkan, produksi minyak mentah dan kondensat mencapai 78,2 juta barel per
tahun. Dari jumlah itu bisa diproduksi jenis bahan bakar seperti avtur (bahan
bakar pesawat terbang), minyak tanah, solar dan minyak bakar yang jumlahnya
mencapai 74,9 juta barel per tahun.
Sementara itu produksi Liquefied Natural Gas (LNG) yang ada di
wilayah Bontang mencapai 20,8 juta ton per tahun. Jumlah itu masih meningkat
lagi setiap tahun. Sedangkan produksi Liquefied
Petroleum Gas (LPG) mencapai 1,1 juta ton per tahun. Untuk batubara, tahun
1997, produksinya mencapai 28,9 juta ton per tahun. Diperkirakan, emas hitam di
wilayah Kalimantan Timur ini dapat diproduksi hingga 41 juta ton per tahun.
Sebagian besar batubara
tersebut berasal dari perut bumi Kabupaten Kutai Timur yang merupakan penyedia
deposit bahan tambang dan galian paling menonjol di daerah ini. Batubara dapat
dijumpai pada formasi lapisan perut bumi di seluruh wilayah kecamatan di
Kabupaten Kutai Timur, khususnya di Kecamatan Sangatta, Bengalon, Kaliorang,
Sangkulirang, Busang dan Long Lees. Di wilayah Sangatta misalkan, kandungan
batubara paling banyak dihasilkan dan merupakan salah satu lokasi pertambangan
batubara terbesar dan terbaik di dunia saat ini. Di kecamatan ini, cadangan
batubara yang terukur mencapai 570 juta ton dan belum terukur 2,45 miliar ton.
Dan pihak yang beruntung memperoleh hak untuk mengeruk hasil kekayaan alam
daerah ini adalah PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Sekitar 30.000 hektar
lahan konsesi sudah dieksploitasi dengan produksi sekitar 15 juta ton per tahun
atau sekitar 30 persen dari total ekspor batubara nasional. Sejak pertama
beroperasi, pada 1992 sampai 2001, total batubara yang sudah digali dari perut
bumi Sangatta mencapai 114,7 juta ton. Jelas, keuntungan yang diraih KPC sangat
besar. Pada tahun 2001 sekadar contoh, nilai ekspor batubara perusahaan milik
pemain global di bidang pertambangan itu mencapai 500 juta dolar AS. Laba
sebelum pajak pada tahun yang sama sekitar 150 juta dolar AS atau sekitar Rp1,5
triliun. Dengan sumber daya alam dan cadangan batubara yang sangat besar serta
tingkat harga komoditas yang relatif bagus di pasar internasional, wajar saja,
siapapun akan tergiur. KPC jadi bagai sosok gadis cantik nan penuh pesona.
Akibatnya, divestasi 51 persen saham KPC yang semestinya rampung pada tahun
2001, sempat berlarut-larut karena banyak kepentingan yang bermain di sana.
Bayangkan, dari sekitar
50,6 miliar ton sumber daya batubara yang ada di Indonesia, sekitar 14,6 persen
terdapat di wilayah Kalimantan Timur. Tidak mengherankan bila saat ini terdapat
116 perusahaan yang menambang batubara di Kaltim. Rinciannya, 69 perusahaan
pemegang kuasa pertambangan (KP) untuk areal 625.440 hektar dan 47 perusahaan terikat
Perjanjian Kerjasama Pengembangan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk areal
seluas 1.820.362 hektar.
Melihat “harta karun” yang
berlimpah itu, tidaklah mengherankan bila banyak investasi (asing dan domestik)
mengalir deras ke Kalimantan Timur. Sampai tahun 2008 misalkan, tercatat 13
perusahaan bagi hasil atau Kontraktor
Production Sharing (KPS) Pertamina yang terlibat dalam eksplorasi minyak
dan gas (migas). Di antaranya Unocal, Total Indonesia, Inpe, Shell, dan Virginia
Company (Vico) Indonesia. Untuk batubara, kini konsorsium perusahaan yang
sahamnya dikuasai dua raksasa bisnis dunia, yakni British Petroleum Amoco (BP Amoco)
dari Inggris dan Rio Tinto dari Australia, masing-masing 50%. Mereka
mengeksploitasi emas hitam itu lewat bendera PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang
berpusat di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur.
Jadi, tidaklah
mengherankan jika dari hasil minyak mentah, LNG, LPG dan batubara saja,
perolehan devisa yang dapat diraup mencapai sekitar 6,6 miliar dolas AS per
tahun. Sedangkan dari sumber daya non-migas atau dari hasil hutan (kayu dan non-kayu),
emas, perikanan dan lan-lain, mencapai 5,4 miliar dolar AS per tahun.
Namun, ternyata semua
anugerah kekayaan alam itu tak banyak membuat perubahan berarti bagi kehidupan rakyat
Kalimantan Timur. Dengan kata lain, kekayaan sumber daya alam itu seakan
berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Coba bayangkan,
selama lima tahun terakhir, jatah dana pembangunan yang mereka terima dari
pusat hanya Rp1,2 triliun. Padahal, sampai 1999 saja, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) provinsi ini mencapai Rp55,39 triliun. Jadi, sungguh luar biasa, yang
kembali ke daerah ini rupanya cuma setetes.
Begitu pula dana dari
pusat untuk mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
berasal dari pos bagi hasil, pajak dan bukan pajak. Pada tahun anggaran
1998/1999, hanya sebesar Rp173,73 miliar ditambah sumbangan dan bantuan lain
jumlahnya mencapai Rp104 miliar. Padahal, menurut data dari Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur, selama lima tahun terakhir kontribusi pajak penghasilan
(PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak
lainnya dari Kalimantan Timur ke pusat mencapai Rp900 miliar.
Sementara itu Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang berasal dari sektor pajak daerah, retribusi daerah dan
laba usaha daerah juga sangat tidak memadai. Bahkan sempat melorot tajam. Dari
Rp84,71 miliar di tahun anggaran 1998/1999 menurun menjadi Rp61,53 miliar di
tahun 1999/2000. Itu terjadi gara-gara krisis ekonomi dan beberapa pungutan
yang hilang akibat berlakunya UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah.
Lantaran kesulitan
keuangan itulah, 16,7 persen rakyat Kalimantan Timur tidak hanya hidup di bawah
garis kemiskinan, kualitas pendidikan mereka pun tampak mengenaskan: sekitar
70,9 persen penduduk usia kerja masih berpendidikan sekolah dasar (SD). Tak
mengherankan jika 25 persen dari total penduduk yang pada tahun 2010 mencapai
angka 3.550.586 jiwa itu masih berstatus pengangguran. Sementara itu 915 desa
atau 73,3 persen dari desa yang ada di Kalimantan Timur termasuk kategori desa
tertinggal.
Kecilnya tetesan dana dari
pusat dan PAD tadi membuat pembangunan wilayah ini tersendat-sendat. Termasuk,
dan terutama, pembangunan infrastruktur yang pada giliran berikutnya kerap
mendongkrak kualitas ekonomi sosial di wilayah bersangkutan. Bagi Kalimantan
Timur, otonomi daerah yang kini tengah berjalan
memang tidak bisa dielakkan. Siap tidak siap, Pemerintah Daerah mesti
mengimplementasikan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 secara
luas, nyata dan bertanggung-jawab. Diakui, memang, realitas daerah kaya dan
miskin itu tak bisa dihindari. Daerah miskin dan minus sumber daya alam bisa
dijumpai seperti di Samarinda (ibukota Provinsi Kalimantan Timur). Sedangkan Bontang,
Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Balikpapan merupakan daerah dengan SDA berlimpah.
Kini, terbukti kehadiran
otonomi daerah mulai membawa berkah. Kucuran dana perimbangan setidaknya mulai
dirasakan, kendati tidak berimbas secara langsung pada kehidupan masyarakatnya.
Sayang memang, era otonomi daerah yang mestinya menjadi momentum dan starting point penting dalam upaya
melakukan percepatan pembangunan dan mengejar kemajuan bagi suatu daerah,
geliatnya hanya dirasakan beberapa wilayah saja, sebutlah Kutai Timur, Kutai
Kartanegara, Bontang, Berau, dan Balikpapan. Hal ini sangat beralasan karena
selain titik berat otonomi ada di kabupaten/kota juga ditopang oleh dana
perimbangan yang cukup memadai. Dengan kata lain, pemberlakuan otonomi pada
daerah-daerah tersebut tampaknya sudah berjalan secara nyata, luas, dan
bertanggung-jawab dengan tetap mengacu pada tiga domain faktor, yaitu: (1).
Memberdayakan masyarakat, (2). Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, serta (3).
Meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dan meningkatkan peran dan
fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sementara secara umum pada
tingkat Provinsi Kalimantan Timur kini tidak banyak perubahan yang berarti,
bahkan laju pembangunan terkesan mandek atau stagnan. Apa persoalan? “Saya
melihat Kalimantan Timur saat ini belum dikelola secara profesional. Artinya,
tidak banyak melibatkan tenaga-tenaga profesional. Padahal, untuk membangun
Kalimantan Timur ke depan dibutuhkan tenaga-tenaga profesional,” kata Awang
Faroek. Sebab itulah, Awang Faroek menghendaki agar daerah yang kaya potensi
SDA itu seharusnya diisi oleh SDM yang berkualitas dan profesional.
“Seperti apa yang saya
lakukan di Kutai Timur, semuanya dilakukan secara terencana dengan baik. Mulai
dari pembangunan yang diawali dengan penyusunan properda, rencana strategis
infrastruktur, rencana strategis peningkatan kualitas SDM, dan rencana
strategis Gerdabangagri. Itu semua dilakukan dengan melibatkan tenaga-tenaga
ahli dan tidak satu pun yang dilakukan dengan tidak menggunakan tenaga-tenaga
ahli,” Awang Faroek memberikan sekadar contoh.
A.
Membangun
Kalimantan Timur Masa Depan
Bagi rakyat atau
masyarakat Kalimantan Timur, sosok Awang Faroek Ishak sudah tidak asing lagi.
Terlebih setelah terpilih sebagai Gubernur Kaltim periode 2008-2013 pada April
2008 silam. Banyak kalangan menilai kepemimpinan Awang Faroek akan mampu
membangun Kalimantan Timur yang lebih berpengharapan. Mantan Sekjen Dewan
Ketahanan Nasional Letjen TNI Arifin Tarigan menilai Awang Faroek akan banyak
memberikan harapan bagi rakyat Kaltim. “Dia itu putra asli Kalimantan Timur
yang memang sangat mengetahui kondisi daerahnya, baik itu kondisi alam,
lingkungan, maupun sosial budaya. Dengan begitu program dan kebijakan yang
dibuat menjadi membumi dan selalu didasarkan pada pengetahuan yang cukup
sehingga akan langsung dirasakan oleh rakyat,” ujar Arifin Tarigan.
Tokoh elit Partai Golkar
Fahmi Idris menilai Awang Faroek memiliki potensi sebagai pemimpin Kalimantan
Timur masa depan. “Saya melihat Pak Awang Faroek memiliki potensi cukup baik
untuk menjadi pemimpin di masa depan. Selain bekal ilmu yang dia miliki,
kedekatannya pada masyarakat kecil, terutama di daerah asalnya, menjadikan dia
mampu mendapat tempat khusus pada masyarakat di daerah asalnya,” tutur Fahmi
Idris.
Pribadi Awang Faroek yang
populis, humanis, dan karismatis memang memiliki perpaduan multikompleks. Publik
mengenalnya sebagai sosok intelektual yang bernas dan cerdas, birokrat bervisi
CEO dengan track record yang relatif bersih,
politisi yang memiliki integritas, sekaligus entrepreneur yang andal dalam membangun dan mengelola daerahnya.
Berbekal pengalamannya
yang penuh warna itulah, Awang Faroek memang pantas memimpin dan membawa masa
depan Kalimantan Timur yang prospektif. “Untuk orang dengan kualitas dan bakat
sebesar Pak Awang Faroek, jabatan yang paling pas adalah jabatan gubernur. Pak Awang
Faroek akan dapat bekerja lebih maksimal di posisi gubernur dibandingkan saat
menjadi bupati,” kata mantan Kapolri Jenderal (Pur) KPH Rusdihardjo.
Tidak hanya merakyat ke
bawah, Awang Faroek pun dikenal cukup piawai melakukan lobi-lobi ke pusat.
Karena, menurut mantan Pangdam VI/Tanjungpura Letjen TNI (Pur) ZA Maulani, lobi
ke pusat merupakan cara cukup efektif untuk memberi tekanan kepada pusat agar
lebih memperhatikan daerah.
Masih segar dalam ingatan
kita tentang gagasan brilian Awang Faroek saat dipercaya sebagai anggota
DPR/MPR RI untuk membuat apa yang dinamakan “Poros Kalimantan-Jakarta”. Waktu
itu, baru dua tahun menjabat wakil rakyat, tepatnya tahun 1989, Awang Faroek
berhasil menyatukan empat gubernur di wilayah Kalimantan (Gubernur Kaltim,
Gubernur Kalsel, Gubernur Kalteng dan Gubernur Kalbar) untuk kemudian
bersama-sama melobi Pemerintah Pusat agar mengalokasikan anggaran pembangunan
yang memadai bagi Provinsi Kaltim, Kalsel, Kalteng dan Kalbar.
Setahun sebelumnya, tahun
1988, Awang Faroek pernah menghadap Pangdam VI/Tanjungpura yang ketika itu
masih dijabat Letjen (Pur) ZA Maulani. Dia mengutarakan keluhan tentang
lemahnya kemampuan lobi-lobi Kalimantan di tingkat pusat dalam memperjuangkan
anggaran “kue” pembangunan yang proporsional.
Kepada ZA Maulani, Awang
Faroek yang saat itu di DPR RI Senayan sangat aktif dan terbilang vokal
memperjuangkan aspirasi daerahnya, menyampaikan langsung gagasannya untuk
menggelar pertemuan antara Pangdam VI/Tanjungpura, empat gubernur di
Kalimantan, Danrem seluruh Kalimantan, serta seluruh anggota DPR RI asal
Kalimantan.
Gagasan yang sama juga
disampaikan Awang Faroek kepada Gubernur Kaltim saat itu HM Ardans SH dan tiga
gubernur lainnya di wilayah Kalimantan. Seluruhnya mendukung gagasan tersebut.
“Awang Faroek datang kepada saya dengan gagasannya yang sangat cemerlang itu.
Tentu saya mendukungnya, karena lobi-lobi memang sangat penting demi kemajuan
Kalimantan ke depan,” tandas ZA Maulani.
Gagasan cemerlang Awang
Faroek saat itu terbukti mencatat sejarah fenomenal bagi kemajuan Kalimantan. Follow up dari gagasannya itu terbukti
berlangsung pertemuan empat gubernur seluruh Kalimantan yang sempat terlaksana
sembilan kali sejak 1988 sampai 1994. Manfaat dari pertemuan itu terbukti
sangat efektif dalam memperjuangkan usulan empat provinsi se-Kalimantan kepada
Pemerintah Pusat.
Sekadat catatan, hasil-hasil
yang telah dicapai berkat gagasan “Poros Kalimantan-Jakarta” tersebut antara
lain pembangunan Bandara Internasional Sepinggan (Balikpapan), Embarkasi Haji
Balikpapan, pembangunan jalan trans Kalimantan, pendirian Fakultas Kedokteran
di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (Kalsel), pembangunan lahan gambut
sejuta hektar di Kapuas (Kalteng), dan pembangunan perkebunan kelapa sawit
berskala besar di Kalbar.
Sayangnya, setelah Awang
Faroek kembali ke Kaltim, karena masa tugasnya sebagai anggota DPR/MPR RI
berakhir, pertemuan empat gubernur se-Kalimantan itu pun terhenti. “Setelah
menjadi Gubernur Kaltim kini, saya terus berusaha menghidupkan kembali Poros
Kalimantan-Jakarta karena terbukti efektif buat memperjuangkan anggaran
pembangunan empat provinsi di Kalimantan,” ujar Awang Faroek suatu ketika penuh
optimisme.
Menurut alumnus terbaik
Sespanas 1990 dan KRA ke-XXV Lemhanas 1992 ini, memperjuangkan kepentingan
daerah kepada Pemerintah Pusat yang paling efektif dilakukan dengan cara
melakukan lobi-lobi, bukan dengan pressure,
apalagi pemaksaan kehendak dengan cara menekan lewat unjuk rasa dan demonstrasi.
“Cara lobi mampu mencegah terjadinya gesekan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dan lebih banyak memberikan hasil,” kata Doktor Bidang
Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, ini.
Pergaulannya yang amat
luas nyaris tanpa batas, khususnya selama 10 tahun dia bertugas sebagai anggota
DPR/MPR RI (1987-1997), membuat Awang Faroek merasa yakin bahwa dia bakal mampu
membawa masa depan Kalimantan Timur penuh harapan melalui lobi-lobi yang
efektif dan efisien ke Pemerintah Pusat. “Sesuai komitmen saya, saya akan
berbuat yang terbaik untuk Kaltim. Saya cinta provinsi ini dan saya akan
mengerahkan segenap energi dan kemampuan yang saya miliki demi kemajuan Kaltim
dalam arti yang sesungguhnya,” tandas Awang Faroek penuh optimisme dan spirit
yang kuat.
Selain mengusung kekuatan
lobi, Awang Faroek juga bertekad membawa Kalimantan Timur sebagai masyarakat
madani yang merupakan satu kesatuan (entity)
di mana proses pemberdayaan masyarakat tidak dilakukan secara imperatif
melainkan dialogis. Sebuah masyarakat yang menjunjung tinggi pluralisme, karena
Awang Faroek menyadari wilayah Kaltim dihuni beragam etnis, agama dan ras. Dia
ingin semua itu hidup berdampingan secara rukun dan damai.
Awang Faroek benar-benar
ingin mentransformasi secara komprehensif wujud tatanan masyarakat madani di
Kalimantan Timur. Yakni, suatu wujud masyarakat di Kalimantan Timur yang
menjunjung tinggi pluralisme, berperadaban, agamis, demokratis dan taat pada
hukum, sebagaimana pernah dirintis oleh Nabi Muhammad SAW di Kota Yatshrib yang
kemudian berganti nama menjadi Kota Madinah.
Tentunya, sebagai tokoh
yang dikenal bersih, obsesi besar dari seorang Awang Faroek tersebut perlu
didukung semua pihak, terutama mereka yang concern
terhadap tuntutan reformasi saat ini. Dengan kata lain, jika mengharapkan
terciptanya suatu wujud masyarakat madani, maka pemerintahan dan kelembagaan
birokrasi di Kalimantan Timur, sebagai lembaga yang akan mewujudkan masyarakat
madani, seyogianya juga dikelola oleh orang-orang yang bersih, bebas dari KKN,
dan yang terpenting mereka memiliki sifat-sifat terpuji (ber-akhlakul karimah).
B.
Visi
Baru untuk Kalimantan Timur
Sejatinya, apa yang kini
dilihat, dipikirkan, hingga kemudian dikerjakan sepenuh hati oleh Gubernur
Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak buat daerahnya, itulah yang sesungguhnya merupakan hakikat, roh dan
tujuan akhir yang hendak dicapai oleh kebijakan otonomi daerah, sesuai dengan
arahan UU Nomor 22 Tahun 1999 juncto
UU Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Yakni, mewujudkan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat Kalimantan Timur sesuai jati diri, karakteristik dan
nilai-nilai budaya lokal. Karena itu, Awang Faroek sangat peduli dalam
melibatkan partisipasi aktif warga masyarakat setempat, birokrasi yang bersih,
akuntabel dan profesional, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Itulah hakikat pembangunan yang berbasis pada masyarakat lokal dan
berpusat pada manusia seutuhnya.
Sebuah kerangka pemikiran
Gubernur Awang Faroek yang akurat, sistematis, holistik dan integratif. Tapi,
untuk menggapainya sungguh merupakan pekerjaan yang tidak ringan. Arti kata, untuk
mencapai semua itu diperlukan sebuah visi dan misi pembangunan jangka pendek
dan jangka menengah (2008-2013) yang fokus, jelas dan akurat, disertai program
dan strategi yang implementatif dengan tolok ukur yang jelas pula. Dalam
konteks ini, Burt Nanus dalam sebuah bukunya yang berjudul Visionary Leadership (2002) mengatakan, “Visi adalah potret masa
depan organisasi yang realistis, kredibel dan atraktif.” Jadi, visi adalah
artikulasi dari arah yang dituju, yaitu sebuah masa depan yang secara hakiki
lebih baik, lebih hebat dan lebih memikat dibandingkan sekarang.
Masa depan dan
keberhasilan suatu organisasi Pemerintah Daerah, tidak terkecuali Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur, terutama ditentukan oleh faktor kepemimpinan. Saat
ini, Kaltim membutuhkan pemimpin yang kuat (strong
leadership). Yakni, pemimpin yang cerdas, amanah, disiplin, jujur dan
berani melakukan perubahan, inovatif dan kreatif. Juga pemimpin yang memahami
akar persoalan serta solusinya, disegani, didukung penuh (legitimate) dan sekaligus sebagai figur rujukan. Dalam pengertian
sederhana, pemimpin yang kuat (strong
leadership) adalah pemimpin dengan visi yang jelas. Pemimpin yang memiliki
pola pikir visioner, sistematik, holistik dan integratif, yang mencerminkan persoalan
mendasar, kristalisasi nilai-nilai yang berkembang serta idealisme dan harapan
ke depan. Meminjam istilah John C. Maxwell, seorang pemimpin yang visioner
adalah pemimpin yang tahu jalannya, menjalankan dan menunjukkan jalan. Bahkan,
pemimpin besar seperi Sir Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris yang
sangat legendaris pada masa Perang Dunia II, pernah menegaskan, “Kekuatan
pemimpin itu sepenuhnya terletak pada visinya.”
Singkat kata, sebuah visi
yang baik itu harus menggambarkan akar persoalan, kondisi riil masyarakatnya
berkenaan dengan nilai-nilai, idealisme, dan harapan bagaimana kondisi
Kalimantan Timur ke depan. Tentu saja, semua itu membutuhkan dukungan luas dari
multistakeholder pembangunan di
Kalimantan Timur, meliputi warga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama,
tokoh pemuda, birokrasi, penegak hukum, TNI dan Polri serta pemangku
kepentingan lainnya. Termasuk dibutuhkan SDM birokrasi yang bersih, profesional
dan akuntabel, yang berprinsip pada good
public service dan bekerja berdasarkan kaidah good governance. Tidak lupa, dalam konteks ini dibutuhkan pula
pemimpin yang kuat (strong leader)
serta memiliki kemampuan membangun spirit entrpreneurial
government guna mengoptimalkan segenap potensi SDA dan SDM yang tersedia bagi
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di Kalimantan Timur.
Selain itu juga dibutuhkan
keyakinan diri dan energi positif yang besar, kerja keras dan kerja cerdas
pantang menyerah serta konsisten dalam bersikap dan bertindak dalam kebersamaan
tim kerja (team work) yang solid.
Tentu dibutuhkan komitmen, integritas dan dedikasi yang tinggi. Perlu
ketenangan dan kematangan dalam berpikir dan bertindak, penuh tanggung jawab,
keuletan dan kesabaran serta keteladanan dari sang pemimpin. Singkat kata,
dalam memimpin wilayah Kalimantan Timur, diperlukan prinsip-prinsip
kepemimpinan modern dan sejati disertai langkah-langkah aksi yang kongkret.
Sungguh sebuah tujuan mulia
namun tidaklah gampang buat menggapainya. Tapi, bagi “sang visioner” Awang
Faroek, sejak awal dia telah berkomitmen dan berusaha konsisten dalam membangun
Kalimantan Timur agar memiliki masa depan yang gemilang bagi generasi
berikutnya. The dream of East Kalimantan.
Sebagai pemimpin dengan legitimasi yang kuat –karena dipilih langsung oleh
rakyatnya—demi mewujudkan cita-cita dan obsesi besarnya itu, Awang Faroek telah
mempersiapkan segala sesuatunya secara terukur, terencana, dan mendetail. Dia
pun menggandeng staf ahli dan para pakar yang kompeten di bidangnya dimulai
dengan mencanangkan visi dan misi pembangunan Kalimantan Timur. Visi dan misi
tersebut kemudian diimplementasikan dalam berbagai program, strategi dan
kebijakan serta memiliki tolok ukur (sasaran dan tujuan) yang jelas. (lihat
gambar di halaman 434 buku MENITI
DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI)
Sebagai gubernur pilihan
rakyat, dalam mencanangkan visi dan misinya, Awang Faroek berupaya untuk selalu
menyimak dan mendengarkan aspirasi dan masukan dari masyarakat. Hal ini dia
lakukan sebagai upaya pelibatan komponen masyarakat (public engagement) ke dalam proses perencanaan pembangunan,
sehingga memantik tumbuhnya rasa memiliki (sense
of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense
of responsibility). Dengan begitu, diharapkan masyarakat akan memberikan
dukungan penuh dalam bentuk legitimasi sosial (social legitimate), serta turut bersama Pemerintah Daerah dalam
menyelenggarakan pembangunan bagi kepentingan daerah dan masyarakat di
Kalimantan Timur.
Lalu, setelah melalui
kajian mendalam terhadap potensi daerah dan permasalahan mendasar, isu-isu
strategis di Kalimantan Timur, diformulasikan public consultation (konsultasi publik) serta masukan dari multistakeholder, lahirlah visi
pembangunan daerahnya yang cerdas dan futuristik “Kaltim Bangkit 2013”, yakni
“Mewujudkan Kalimantan Timur sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka
Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera”.
Upaya mewujudkan visi
pembangunan Kaltim 2008-2013 dilakukan melalui sinergi tiga modal bangsa, yaitu
(1) Modal manusia, dilakukan dengan mewujudkan kehidupan masyarakat yang
berkualitas dan bebas dari kemiskinan; (2) Modal alam dan fisik, dengan
memanfaatkan kekayaan alam secara optimal dan berkelanjutan; dan (3) Modal
sosial, dengan mewujudkan sinergi kelompok birokrasi, wirausaha dan pekerja
menuju daya saing global. (lihat skema di halaman 435 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI).
Pada hakikatnya, tugas
pokok pemerintahan mencakup empat fungsi penting, yaitu fungsi pelayanan (services), fungsi pemberdayaan (empowerment), fungsi pembangunan (development), dan fungsi pembina
jaringan bisnis (business networking).
Pelayanan akan menumbuhkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan
mendorong kemandirian masyarakat, pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam
masyarakat, dan jaringan bisnis dimaksudkan untuk mendorong pengembangan dunia
usaha.
Pada konteks ini, maka
konsep pengembangan agroindustri dan energi di Kalimantan Timur (Kaltim)
tersebut diintegrasikan ke dalam program pendidikan Kaltim Cemerlang (Cerdas, Merata dan Berprestasi Gemilang). Program
ini merupakan reinkarnasi dari program Kutai
Timur Cemerlang, program pendidikan yang menjadi benchmark. Dengan demikian program-program pendidikan di Kaltim
senantiasa diarahkan dan berorientasi pada pengembangan pembangunan daerah ini
sebagai sentra agroindustri dan energi dalam arti luas tanpa melupakan
sektor-sektor lain, baik yang terkait secara langsung maupun secara tidak
langsung.
Dalam upaya membangun
daerahnya, Gubernur Awang Faroek mencanangkan grand strategy yang fokus pada pengembangan agroindustri. Tujuan
utamanya adalah untuk menjadikan Kaltim sebagai kawasan terkemuka agroindustri,
tidak hanya di Indonesia tapi juga di Asia Pasifik. Salah satu jalannya adalah
membuat kawasan industri Maloy (Kutai Timur). Semuanya berbasis agribisnis
mulai dari hulu sampai hilir. Selama ini, agribisnis masih terbatas pada
perkebunan dan pertanian pangan. Di masa depan, keterkaitan agroindustri hulu
dan hilir perlu ditingkatkan dalam skala yang lebih luas. Agroindustri hilir
perlu diperbanyak, seperti industri minyak goreng, deterjen, margarin dan
lain-lain.
Sungguh ironis. Daerah
yang merupakan lumbung energi dan tambang di Kalimantan Timur justru kondisi
rakyatnya masih tertinggal. Daerah-daerah dengan SDA melimpah dan telah
dieksploitasi hampir-hampir tidak merasakan manfaat langsung dari kekayaan yang
ada. Hingga kini, infrastrukturnya amat minim, warga masyarakatnya banyak yang
jatuh miskin, dan beban pengangguran tersebar di mana-mana. Kendati daerah
tersebut memperoleh kompensasi, jumlahnya relatif sangat kecil. Sekadar contoh
adalah daerah Muara Badak. Daerah ini merupakan lokasi penghasil gas terbesar
di Indonesia. Namun, fakta yang muncul, kondisi daerah Muara Badak saat ini
tetap saja kumuh dan ditumbuhi kantong-kantong kemiskinan. Daerah ini tidak
dapat menikmati secara langsung kekayaan SDA yang dimilikinya. Beberapa daerah
lain pun nyaris sama, antara lain Marang Kayu, Anggana, Sanga-Sanga, Muara
Jawa, dan Samboja. Kelima daerah ini masih sangat tertinggal dibandingkan
daerah-daerah lain di wilayah Kalimantan Timur.
Sebab itulah, proyeksi
pada tahun 2025, sasaran kebijakan energi nasional adalah mengurangi konsumsi
minyak bumi dan mendorong pengembangan sumber-sumber energi alternatif.
Biofuel, tenaga surya, tenaga angin, nuklir dan biomassa, diharapkan akan
menjadi sumber energi alternatif yang mulai digunakan. Pada tahun 2003,
penggunaan energi nasional masih didominasi oleh minyak bumi (mencapai 54,4
persen dari total energi) diikuti gas bumi dan batubara. Pengurangan penggunaan
energi minyak bumi sampai 50 persen ini tentunya harus diimbangi dengan
peningkatan produksi gas bumi dan batubara serta energi alternatif lainnya. Potensi
energi yang dimiliki Kalimantan Timur sangat besar. Selain gas alam, wilayah
ini pun memiliki cadangan batubara yang berkelimpahan, yaitu sebanyak 19,5
miliar metrik ton. Potensi ini dapat dikatakan mengindikasikan bahwa Kalimantan
Timur sebetulnya mampu menjadi basis energi Indonesia di masa depan.
Dengan mempertimbangkan
potensi dan kondisi Kalimantan Timur saat ini dan juga untuk memenuhi aspirasi
yang berkembang di masyarakat mengenai tantangan lima tahun (2008-2013) serta
memperhatikan amanat konstitusional, serta untuk mewujudkan motto, “Kaltim
Bangkit 2013”, sekali lagi, kepemimpinan Awang Faroek Ishak merentang visi
pembangunan Kalimantan Timur: “Mewujudkan Kalimantan Timur sebagai Pusat
Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera”.
Adapun makna yang dimaksud
dalam Visi Kalimantan Timur tersebut adalah diuraikan seperti berikut: pertama, Pusat Agroindustri Terkemuka
adalah menjadikan Kalimantan Timur sebagai kawasan terkemuka di bidang
agroindustri tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia Pasifik, ditandai
dengan berkembangnya kawasan sentra produksi pertanian dengan pendekatan sistem
agribisnis, industri pengolahan yang menghasilkan input maupun yang
memanfaatkan produk hasil pertanian (industri hulu dan hilir) seperti
terbangunnya kawasan industri Kariangau, Maloy dan lainnya.
Kedua, Pusat Energi Terkemuka adalah menjadikan Kalimantan
Timur sebagai pusat energi terkemuka di Indonesia yang ditandai dengan
tersedianya kebutuhan energi dengan memanfaatkan secara optimal pada sumber
energi yang tidak terbarukan seperti gas alam, batubara; terbangunnya sumber energi alternatif
dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan
tenaga surya, tenaga angin dan bioenergi serta tumbuhnya kesadaran masyarakat
untuk melakukan penghematan energi.
Ketiga, Masyarakat
Adil adalah masyarakat Kalimantan Timur
yang menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak sipil dan politik, dan
hak-hak sosial, ekonomi dan budaya rakyat, serta mengutamakan kepentingan
rakyat dalam seluruh penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan tanpa
membedakan ras, suku, agama dan latar belakang dengan berlandaskan prinsip dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Keempat, Masyarakat
Sejahtera adalah masyarakat Kalimantan Timur yang terpenuhi
hak-hak sipil dan politik, dan hak-hak sosial, ekonomi dan budaya sehingga
rakyat dapat menikmati kehidupan yang lebih bermutu dan maju; serta memilliki
pilihan yang luas dalam seluruh kehidupannya.
Secara keseluruhan, visi
tersebut berarti bahwa pembangunan daerah Kalimantan Timur dimuarakan kepada
kepentingan masyarakat. Dengan demikian ditetapkan slogan pembangunan daerah
Kalimantan Timur adalah “Membangun Kaltim untuk Semua”.
C.
Misi
Pembangunan Kaltim untuk Semua
Dari visi yang masih
terasa mengawang-awang, Gubernur Awang Faroek berusaha menurunkan ke dalam
konsepsi misi yang diharapkan dapat dijadikan landasan aplikatif dalam
membangun masyarakat Kalimantan Timur. Terdapat tujuh misi yang mesti diemban
oleh Awang Faroek bersama jajaran aparatur Pemerintah Provinsi Kaliamantan
Timur, yaitu:
Pertama, Mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa untuk mewujudkan
Kaltim sebagai “Island of Integrity”,
yakni melalui upaya meningkatkan kinerja
dan koordinasi pemerintahan serta pengembangan dan pembinaan penyelenggaraan
pemerintah daerah, reformasi birokrasi, penataan dan penegakan hukum;
meningkatkan kerjasama dalam negeri dan luar negeri serta antara pemerintah
dengan lembaga; mengembangkan dan meningkatkan penataan wilayah administrasi
pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta meningkatkan peran
serta masyarakat luas dalam pemberantasan korupsi.
Kedua, Mewujudkan
keamanan dan ketertiban masyarakat serta
sistem demokrasi yang kondusif, yang
diwujudkan dalam langkah membangun interaksi infrastruktur dan suprastruktur
politik yang demokratis di daerah; peningkatan wawasan kebangsaan; terbangunnya
sarana dan prasarana keamanan; mewujudkan komponen-komponen cadangan dan pendukung
Hankam.
Ketiga, Mewujudkan
kawasan perbatasan menjadi beranda depan negara dan percepatan pembangunan di
wilayah pedalaman dan terpencil dengan mempercepat pembangunan infrastruktur;
pemenuhan kebutuhan dasar; tersedianya kebutuhan pokok dengan harga yang layak;
melakukan kerjasama pembangunan antara Negara, Provinsi dan Kabupaten;
membentuk Badan Pengelola Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Terpencil;
mengembangkan perekonomian melalui berbagai sektor unggulan; serta
mengembangkan dan meningkatkan sistem pengamanan perbatasan, pedalaman dan
daerah terpencil.
Keempat, Mewujudkan
struktur ekonomi yang berdaya saing dan
pro kerakyatan dengan konsep pembangunan berkelanjutan berupa langkah-langkah melaksanakan
revitalisasi pertanian dalam arti luas melalui pemanfaatan pengelolaan
sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan dengan melaksanakan regulasi
pemanfaatan sumberdaya alam, rehabilitasi dan reboisasi lahan kritis;
meningkatkan investasi melalui regulasi yang menjamin kemudahan berusaha dan
meningkatkan promosi investasi; melakukan identifikasi peluang usaha berbasis
sumberdaya alam; meningkatkan ekspor migas dan non-migas serta menurunkan impor
migas dan non-migas; meningkatkan dan memberdayakan ekonomi masyarakat;
mengelola kekayaan budaya, sejarah serta potensi pariwisata lainnya sebagai sumber
devisa; dan memantapkan pemanfaatan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Kalimantan Timur.
Kelima, Mewujudkan
pemenuhan infrastruktur dasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
yang layak dan sejahtera dengan langkah-langkah memenuhi kebutuhan pelayanan
air minum/air bersih; pemenuhan kebutuhan listrik 600 MW dengan membangun PLTU,
PLTG, PLTMG, PLTD dan PLTH; penyediaan perumahan sederhana dan sehat bagi
masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 5.000 unit; penuntasan dan
pembangunan jalan, jembatan, bandar udara, pelabuhan dan dermaga penyeberangan.
Keenam, Mewujudkan
masyarakat yang sehat, cerdas, terampil dan berakhlak mulia melalui
langkah-langkah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang andal dan berdaya
saing tinggi; meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama;
merealisasikan anggaran pendidikan 20%; membangun sekolah unggulan berstandar
internasional di setiap kabupaten/kota; meningkatkan kualitas guru berkualifikasi
S1; meningkatkan pelayanan kesehatan melalui pelayanan puskesmas 24 jam lengkap
rawat inap dan UGD minimal satu buah di setiap kecamatan; mendorong kegiatan
olahraga, peran pemuda dan perempuan dalam pembangunan; menciptakan lapangan
kerja yang seluas-luasnya dan mendorong usaha-usaha produktif; serta
mengembangkan ketransmigrasian melalui pembangunan Kawasan Terpadu Mandiri
(KTM) dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi peringkat 3.
Ketujuh, Mewujudkan
perbaikan sistem subsidi, perlindungan sosial dan penanggulangan/pengentasan
masyarakat miskin, melalui upaya-upaya meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat dengan pemberian beasiswa dan
pelayanan kesehatan gratis bagi keluarga tidak mampu, meningkatkan kemampuan
dan kemandirian masyarakat untuk berusaha.
Lalu, sebagai penjabaran
visi dan misi, Awang Faroek menetapkan 3 agenda pembangunan menuju Kaltim
Bangkit 2013 sebagai berikut: pertama,
Menciptakan Kaltim yang aman, demokratis dan damai didukung pemerintahan yang
bersih dan berwibawa. Kedua, Mewujudkan perekonomian daerah yang
berdaya saing dan pro rakyat. Dan ketiga,
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan rakyat. Ketiga
agenda pembangunan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lainnya dan merupakan pilar pokok untuk mencapai visi Kaltim
Bangkit 2013.
Pembangunan daerah
Kalimantan Timur tahun 2009–2014 masih tetap memberikan prioritas pada tiga
sektor strategis, yaitu: pembangunan infrastruktur, pembangunan pertanian dalam
arti luas, dan pembangunan sumberdaya manusia.
Berangkat dari tujuh misi
dan tiga prioritas pembangunan tadi, Awang Faroek ingin membawa masyarakat
Kalimantan Timur umumnya dan aparatur Pemerintah Provinsi Kalimantan khususnya
ke dalam lang-langkah:
Pertama, Meningkatkan
kinerja dan mutu aparatur pemerintah sebagai pelayan masyarakat yang mampu
mengatasi permasalahan dan mengelola potensi secara profesional serta menciptakan aparatur yang bersih dan
berwibawa melalui prinsip good governance
dan pelaksanaan e–government.
Kedua, Meningkatkan
ketertiban dan keamanan untuk menciptakan suasana yang kondusif dengan
membangun sarana dan prasarana keamanan, penyempurnaan kelembagaan keamanan
baik pemerintah maupun masyarakat serta mendukung kelancaran proses demokrasi,
khususnya pelaksanaan pemilu dengan peningkatan interaksi infrastruktur dan
suprastruktur politik yang demokratis disertai dengan kewaspadaan terhadap
ancaman dari luar negeri.
Ketiga, Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan, pedalaman dan daerah terpencil.
Keempat, Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan ekonomi yang andal berbasis
agribisnis dan ekowisata serta menciptakan alam yang lestari melalui penegakan
aturan pemanfatan lahan dan sumberdaya alam dan koordinasi rencana tata ruang
wilayah.
Kelima, Meningkatkan
pemenuhan infrastruktur dasar untuk membuka akses bagi setiap kegiatan, sebagai
stimulan bagi masyarakat agar mampu mandiri dalam meningkatan taraf hidup.
Keenam, Meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia Kalimantan Timur, sehingga memiliki ketahanan
mental, spiritual dan fisik agar mampu berperan dan mempunyai daya saing yang
tinggi di segala bidang, baik di tataran nasional, regional maupun internasional.
Ketujuh, Meningkatkan
pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, sehingga menurunkan tingkat kemiskinan.
D.
Prioritas
Pembangunan yang Tepat
Dalam upaya mendukung dan
mencapai grand strategy Kaltim
Bangkit 2013, Awang Faroek berusaha menerapkan strategi dan prioritas yang
tepat. Awang Faroek memprioritaskan pembangunan Kalimantan Timur pada tiga
bidang, yaitu infrastruktur, SDM dan sektor unggulan. (masukkan gambar 9.6 halaman 446 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI)
Infrastruktur yang
dikembangkan di Kaltim sebagai sarana penopang pembangunan dan pelayanan
publik. Daerah yang memiliki infrastruktur yang memadai cenderung lebih menarik
bagi investor untuk menanamkan modalnya. Sehingga, diharapkan dengan
pengembangan infrastruktur yang semakin baik, semakin banyak pula investor
asing dan domestik yang menanamkan modalnya di wilayah Kaltim. Pada akhirnya
roda pembangunan pun dapat berputar sesuai dengan neraca yang telah ditetapkan.
Pembangunan infrastruktur
dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) infrastruktur fisik yang mencakup
pembangunan jalan-jalan, jembatan, telekomunikasi, bandar udara, pelabuhan
laut, instalasi air minum dan listrik; (2) infrastruktur ekonomi yang meliputi
perbankan, asuransi, Lembaga Penjaminan Kredit (LPK), dan lembaga keuangan
non-bank lainnya. Kedua bagian dalam pembangunan infrastruktur ini merupakan
jawaban atas persoalan mendasar dan isu-isu strategis Kaltim ke depan.
Pembangunan infrastruktur
fisik dapat dilakukan dengan cara membangun jalan-jalan dan jembatan yang
bagus. Hal penting lainnya adalah pembangunan infrastruktur listrik. Sungguh
ironis, bahwa Kaltim yang merupakan daerah penghasil batubara terbesar di dunia
melalui investasi KPC dengan produksi 44 juta metrik ton dan juga penghasil gas
terbesar setelah Arun, tidak memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) atau
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sendiri. Kemudian pembangunan pelabuhan
laut dan bandar udara juga penting untuk dilakukan. Saat ini Kaltim belum
memiliki pelabuhan laut dan bandar udara yang representatif. Sebab itu, Awang
Faroek bercita-cita membangun wilayah Maloy menjadi pelabuhan berskala
internasional. Berikutnya, membangun dan memperluas Bandar Udara Sepinggan
menjadi bandar udara bertaraf internasional.
Pembangunan infrastruktur
ekonomi dilakukan untuk mengatasi akses masyarakat Kaltim terhadap akses jasa
keuangan dan permodalan yang masih amat terbatas (bank milik pemerintah/swasta)
untuk menjangkau seluruh wilayah atau pusat-pusat pertumbuhan baru,
pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang mampu menjangkau semua desa,
pembentukan lembaga penjamin kredit untuk pengembangan ekonomi kerakyatan,
merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam membangun infrastruktur
perekonomian (Mudrajat Kuncoro, 2008).
Untuk pembangunan SDM
dilakukan pada lima sektor, yaitu pendidikan, kesehatan, agama,
ketenaga-kerjaan dan aparatur pemerintah, serta kependudukan. Pembangunan SDM
lebih ditekankan pada pembangunan ketenaga-kerjaan dan aparatur pemerintah. Di
samping itu, pengembangan dari sisi agama dilakukan dengan peningkatan kualitas
keimanan dan ketaqwaan. Karena dengan moral dan akhlak mulia, karakter bangsa
dapat diciptakan. Pengembangan dalam bidang agama mutlak dilakukan mengingat
prestasi Kaltim sebagai juara dalam dugaan kasus korupsi yang dilakukan pejabat
setempat. Agama sebagai sebuah instrumen pembentukan karakter harus mampu
mengurangi munculnya karakter masyarakat yang negatif.
Dari aspek pendidikan, hal
utama yang dilakukan adalah memerangi kebodohan. Awang Faroek memiliki konsep
“Kaltim Cemerlang” (CErdas, MERata, dan prestasi gemiLANG). Penerapan konsep
ini adalah dengan cara merealisasikan anggaran pendidikan 20% dan Wajib Belajar
12 Tahun. Setelah itu dilakukan upaya meningkatkan kualitas guru berdasarkan UU
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Yakni, dengan cara menetapkan
syarat bahwa semua guru harus berkualifikasi sarjana (S-1). Kualitas guru harus
ditingkatkan, karena pendidikan di Kaltim bisa meningkat apabila kualitas
gurunya juga bagus. Begitu pun peningkatan kesejahteraan guru. Peningkatan
kesejahteraan guru dilakukan dengan cara memberikan insentif kepada para guru.
Guru yang paling bagus memperoleh insentif sebesar Rp1,2 juta. Itu di luar
gaji. Jadi, apabila gajinya Rp1,5 juta, ditambah insentif sebesar Rp1,2 juta,
maka guru-guru di Kaltim mendapatkan penghasilan Rp2,7 juta per bulan.
Berikutnya, peningkatan kualitas infrastruktur pendidikan juga penting
dilakukan, yaitu dengan cara membangun fasilitas sekolah baru dan unggulan.
Selain itu, membantu kepala sekolah memperoleh fasilitas mobil. Jadi, secara
bertahap, semua kepala sekolah di Kaltim memperoleh bantuan kendaraan roda
empat.
Program-program pendidikan
harus diracik dan diramu sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan SDM yang
berkualitas dan berkompeten, baik secara akademik maupun keterampilan teknis. Strategi
ini tidak dapat berdiri sendiri. Pembangunan sektor pendidikan pun harus
ditali-temalikan dengan sektor-sektor unggulan di Kaltim, terutama pengembangan
agroindustri. Konsep pengembangan agroindustri sendiri tidaklah semata-mata
terfokus pada bidang pertanian, tapi lebih luas lagi, termasuk bidang-bidang
terkait lainnya juga harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah, antara lain
perikanan, kelautan, kehutanan, teknik, informatika, sains, ekonomi, sosial,
budaya dan lain-lain yang lebih spesifik.
Pemerintah Provinsi Kaltim
akan terus melakukan revitalisasi di bidang pertanian dalam arti luas. Pengertian
revitalisasi adalah bagaimana sektor pertanian dalam arti luas di Kaltim yang
terdiri dari tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan dan
budidaya hutan. Apalagi Kaltim memiliki potensi yang sangat besar untuk kelima sektor
ini. Upaya revitalisasi pertanian itu merupakan komitmen dan juga pemihakan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kepada petani. Selama ini, revitalisasi
pertanian cuma menjadi slogan dan janji politis belaka. Pembangunan pertanian
juga untuk meningkatkan profesionalitas petani. Salah satu cara pengembangan
agroindustri adalah dengan membangun irigasi. Dengan adanya pembangunan irigasi
diharapkan lahan pertanian dan perkebunan tidak lagi mengalami kegagalan panen
karena kekeringan. Intinya, memprioritaskan revitalisasi pertanian dalam luas.
Dengan revitalisasi
diharapkan muncul petani Kaltim yang modern, tidak jorok, tidak bau,
penghasilan besar, serta anak-anaknya berpendidikan tinggi. Ke depan diharapkan
pula petani Indonesia akan sama sederajat dengan petani-petani dari negara lain
seperti Thailand, Taiwan, China dan Korea Selatan. Untuk potensi tanaman
pangan, 14 kabupaten dan kota di Kaltim memiliki potensi lahan basah dan kering
untuk mencapai swasembada pangan. Untuk potensi perkebunan, Kaltim memiliki
satu juta hektar program kelapa sawit yang potensial ditingkatkan menjadi 1,5
juta hektar. Pun tidak ketinggalan revitalisasi perikanan, Kaltim mempunyai
tambak udang sekitar 1.200 hektar dan sudah berhasil mengekspor rumput laut ke
Eropa. Selain itu, potensi peternakan di Kaltim juga besar dan tidak kalah
menjanjikan. Pemeritah Provinsi Kaltim menetapkan Kabupaten Kutai Timur sebagai
sentra peternakan babi (Kuncoro, 2008).
Untuk meningkatkan kinerja
institusi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur periode 2008-2013 menuju grand strategy Kaltim Bangkit 2013 perlu
kiranya dijabarkan ke dalam rencana aksi (action
plan). Rencana aksi yang direkomendasikan pada dasarnya memasukkan tiga
strategi, masing-masing pendekatan sektoral, pendekatan spasial dan pendekatan
manusia. (masukkan gambar halaman 450 buku MENITI
DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI)
1. Pendekatan Sektoral.
Pada
intinya, pendekatan sektoral adalah memperhatikan dan memprioritaskan subsektor
kunci yang telah ditelaah sebelumnya. Hingga saat ini dan beberapa tahun ke
depan, struktur ekonomi Kaltim masih berbasis pada tambang, minyak dan gas,
serta sektor industri yang terkait tambang dan migas. Kontribusi sektor
tambang, minyak bumi dan gas beserta industri dan jasa terkait hingga saat ini
masih mencapai 80% dari PDRB Kaltim. Sebagai sumberdaya tak terbarukan (unrenewable resources), suatu saat kelak
tambang, minyak dan gas tersebut akan menipis dan akhirnya habis.
Sebab
itu, wilayah Kaltim harus sedini mungkin mempersiapkan ‘lokomotif ekonomi’ baru
yang berbasis pada sumberdaya alam yang terbarukan (renewable resources) yang potensial, yaitu agribisnis, meliputi
pertanian dalam arti luas. Agar transformasi dari lokomotif ekonomi lama ke
lokomotif ekonomi baru berjalan mulus sebagaimana direncanakan, maka diperlukan
upaya percepatan pembangunan agribisnis sedini mungkin dan terencana secara
baik, sehingga lokomotif ekonomi baru di sektor agribisnis tersebut dapat
menjadi andalan (leading sector) bagi
ekonomi Kaltim.
Program
revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan harus menjadi basis penguatan
sektor pertanian. Revitalisasi pertanian sebagai bagian dari pengembangan
agribisnis dapat mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali
dan membangun komitmen tentang arti penting sektor pertanian secara
proporsional dan kontekstual, dalam arti menyegarkan kembali vitalitas,
memberdayakan kemampuan, serta meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan
daerah (Kuncoro, 2008). Revitalisasi ini dilakukan dengan tiga pendekatan, yakni
pro-growth, pro-poor dan pro-employment sebagaimana digambarkan
pada gambar 9.8 (halaman 453 buku MENITI
DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI).
Pada
program revitalisasi pertanian perlu dikembangkan suatu sistem dan usaha
agribisnis yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Subsistem agribisnis hulu,
subsistem usaha tani dan subsistem agribisnis hilir perlu ditopang oleh suatu
sistem penunjang. Sistem penunjang ini terdiri dari perkreditan dan asuransi,
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan penyuluhan, transportasi dan
pergudangan, serta kebijakan pemerintah. Dengan sistem yang terintegrasi
tersebut diharapkan lebih mendukung perkembangan agribisnis yang menjadi
andalan ekonomi Kaltim di masa depan (gambar 9.9 halaman 453 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI).
Setelah
suatu sistem disusun, pendekatan pembangunan pertanian harus ditingkatkan dari
pendekatan produksi ke pendekatan bisnis, sehingga aspek usaha dan pendapatan
menjadi dasar pertimbangan utama. Pembangunan pertanian bukan semata
pembangunan sektoral namun juga terkait dengan sektor lain (lintas sektoral).
Pembangunan pertanian bukan pengembangan komoditas secara parsial, melainkan
terkait erat dengan pembangunan wilayah, khususnya pedesaan yang berkaitan erat
dengan upaya peningkatan pendapatan petani. Sebab itu, pemerataan melalui
percepatan pembangunan ekonomi, terutama sektor agribisnis, diharapkan mampu
mengurangi urbanisasi dan mengentaskan kemiskinan. Pendekatan aksi dalam
pengembangan agribisnis dapat dilihat pada gambar 9.10 halaman 454 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI.
Kemudian
revitalisasi perkebunan harus menjadi bagian integral dari pengembangan
agribisnis di Kaltim. Perkebunan juga akan menjadi basis sebagai industri
unggulan di masa depan, khususnya komoditi kelapa sawit.
Produksi
kelapa sawit Indonesia dan Malaysia mendapai 85% dari produksi dunia.
Pembangunan perkebunan di Indonesia pada 2003 telah mencapai 5,2 juta hektar
yang terdiri dari Perkebunan Rakyat seluas 1,8 juta hektar (34,9%), Perkebunan
Besar Negara seluas 0,65 juta hektar (12,3%), dan Perkebunan Besar Swasta
seluas 2,8 juta hektar (52,8%).
Sasaran
pembangunan perkebunan kelapa sawit secara nasional sampai tahun 2025 adalah:
produktivitas kelapa sawit 20 ton TBS per hektar; pendapatan petani mencapai
US$2.500 per KK per tahun dan petani mempunyai saham di unit pengolahan;
tertatanya sistem distribusi dan transportasi produk CPO yang efisien;
diterapkan secara konsisten dan kontinyu zero
waste product/green product; tersedianya dana khusus pengembangan kelapa sawit;
dan berkembangnya industri hilir CPO.
Strategi
pengembangan kelapa sawit, yaitu pemberdayaan di hulu dan memperkuat di hilir.
Untuk itu, dibutuhkan dukungan organisasi sawit
board. Peranan Pemerintah Daerah sebagai pendorong terjadinya integrasi kegiatan
on farm dan off farm serta mengembangkan sistem mekanisme risiko dan
ketidak-pastian. Untuk jangka pendek, pengembangan industri hilir kelapa sawit
diarahkan kepada produk CPO, PKO, abu TKKS, pulp kertas, pakan ternak, MDF, jok
mobil/kasur, arang aktif, olein, stearin,
pupuk cair, asam lemak, sabun dan deterjen, minyak goreng, margarin, shortenning, vanaspati dan minyak
pelumas. Dalam jangka menengah dan panjang, pengembangan industri hilir
diarahkan pada pengembangan produk biodiesel, vitamin A, vitamin E, alkohol
sulfat, alkohol etoksilat, aditif plastik dan karet, alkanolamida (kosmetika),
polihidroksobutirat (bio-plastik), emulsi pangan grade tinggi, tinta, agrosida dan lain-lain (Kuncoro, 2008).
2. Pendekatan Spasial.
Pendekatan
sektor unggulan perlu dikombinasikan dengan identifikasi di mana lokasi yang
memiliki sektor unggulan. Strategi berdimensi spasial di Kaltim perlu
menitik-beratkan pada strategi pengembangan perkotaan, pengembangan pedesaan,
dan pengembangan wilayah. Pada gilirannya, ketiga strategi ini bermuara pada
strategi pengembangan kawasan berbasis kluster sebagaimana diilustrasikan pada
gambar 9.11 halaman 460 buku MENITI
DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI.
Jadi,
pengembangan ekonomi wilayah secara spasial melalui sentra maupun kawasan
sangat tergantung kepada inisiatif yang menggerakkannya. Pengembangan kawasan
juga sebaiknya berbasis komunitas, mengingat di masa yang akan datang masyarakat
harus dapat diberdayakan sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan dalam
mengembangkan kawasan bisnis. Daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan
harus dapat menguatkan posisinya sebagai daerah sentra suatu produk dan dapat
menarik banyak investasi maupun pendapatan bagi daerah. Pengembangan ekonomi
wilayah harus melihat beberapa aspek, sehingga revitalisasi pengembangan dapat
berkesinambungan. Aspek-aspek tersebut diformulasikan seperti gambar 9.12 halaman
460 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM
DENGAN HATI.
Minimal,
ada dua langkah strategis yang dapat dilakukan, yaitu demand pull strategy dan supply
push strategy, sebagaimana tertera di gambar 9.13 halaman 461 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI.
Langkah strategis tersebut harus didukung kebijakan terpadu, sehingga
diperlukan langkah sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dari tingkat
nasional, provinsi hingga kabupaten/kota. Ada beberapa solusi yang dapat
diajukan dalam strategi pengembangan ekonomi lokal, misalkan: (a) Ada bantuan
subsidi untuk menurunkan harga, (b) Membantu proses pengadaan bahan baku, (c)
Memperbaiki akses sumber-sumber bahan baku, (d) Membantu permodalan untuk
pembelian bahan baku, dan (e) Membuat gudang penyimpanan.
Secara
umum, upaya pengembangan industri, baik yang bersifat pengembangan ke depan (development oriented) maupun dalam
konteks pemecahan permasalahan yang dihadapi sektor industri (problem solving), maka strategi pengembangan
yang dapat ditempuh harus didasarkan pada pola pendekatan yang logis dan
komprehensif melalui dua langkah yang simultan. Kedua langkah tersebut: (a)
Memperkuat daya tarik faktor-faktor penarik pada sisi permintaan terhadap
produk-produk industri (pull demand
strategy) melalui berbagai bentuk kebijakan yang sesuai dengan kondisi riil
dan kebutuhannya, (b) Memperkuat daya dukung faktor-faktor pendorong pada sisi
kemampuan daya pasok (supply push
strategy) untuk memperlancar kegiatan produksi yang sesuai dengan kondisi
riil dan kebutuhannya.
Lingkup
yang menjadi fokus pada strategi pengembangan industri dari sisi penguatan daya
tarik faktor-faktor penarik produksi industri, secara umum dapat dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu: (1) Penciptaan iklim usaha yang kondusif, (2) Penerapan
HAKI, (3) Peningkatan kemitraan, (4) Perluasan informasi pasar, dan (5)
Peningkatan promosi/pemasaran.
Sementara
itu yang menjadi fokus pada strategi pengembangan industri dari sisi penguatan
daya dukung faktor-faktor pendorong kemampuan daya pasok pada kegiatan
produksi, secara umum dibagi menjadi beberapa bagian, masing-masing (1) Menjaga
ketersediaan bahan baku, (2) Meningkatkan dukungan pada aspek permodalan, (3)
Pengembangan dan bantuan teknologi, dan (4) Peningkatan kemampuan SDM.
Strategi-strategi
yang telah disusun dan dikedepankan paling tidak dapat menjadi strategi dalam
pengelolaan perekonomian secara optimal, berkelanjutan dan integral. Dalam
implementasinya diperlukan koordinator pelaksana (leading sector) di mana dibutuhkan pembagian tanggung jawab di
antara stakeholder (institusi
terkait) yang tersusun. Penunjukan institusi, baik pemerintah maupun
non-pemerintah, dalam setiap strategi didasarkan pada pertimbangan tugas pokok
dan fungsi (Tupoksi) instansi yang paling relevan. Selain itu, juga perlu
dilakukan prioritas dalam implementasi strategi. Penentuan prioritas perlu
mempertimbangkan kepentingan untuk dilaksanakannya suatu program.
Pembangunan
ekonomi lokal dengan pendekatan spasial harus menitik-beratkan pada peningkatan
kerjasama antardaerah berdasarkan keunggulan komparatif daerah. Gambar 9.14
(halaman 466 buku MENITI DEMOKRASI
MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI) merangkum beberapa rencana pembangunan secara
spasial berdasarkan keunggulan daerah. Kota Balikpapan misalkan, daerah yang
memang sudah memiliki bandar udara internasional akan menjadi daerah yang
difokuskan sebagai kota perdagangan atau jasa dengan optimalisasi infrastruktur
perhubungan udara. Sementara itu Samarinda sebagai ibukota provinsi akan
menjadi pusat pemerintahan dan pusat pendidikan dengan Universitas Mulawarman
(Unmul) dikembangkan menjadi international
university. Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara dan Tanah Tidung akan
difokuskan sebagai pusat agribisnis. Kabupaten Kutai Timur akan menjadi gateway to north Indonesia dengan
pembangunan pelabuhan regional dan internasional Maloy. Kabupaten Kutai
Kartanegara akan dibangun infrastruktur pariwisata serta rumah sakit berstandar
internasional. Kota Bontang akan difokuskan pada permbangunan infrastruktur
industri dengan pemanfaatan potensi gas. Sedangkan di Kabupaten Kutai Barat,
ada pembangunan pusat pengembangan komoditas karet dan infrastruktur
industrinya. Kabupaten Berau akan dikembangkan infrastruktur pariwisata
kelautan lewat Pulau Derawan dan Pulau Sanglaki. Lalu Kabupaten Bulungan
difokuskan pada pembangunan agribisnis perkebunan. Kota Tarakan akan dijadikan
kota transito dan kota pendidikan. Adapun Kabupaten Malinau akan dikembangkan
sebagai pusat agribisnis wilayah utara/perbatasan dan juga kabupaten
konservasi. Dan Kabupaten Nunukan akan dijadikan pusat perdagangan antarnegara.
Khusus
wilayah Maloy, diharapkan kelak menjadi pintu gerbang (gate) investasi dan akan ditransformasi menjadi sebuah Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK). KEK merupakan suatu kawasan yang menyelenggarakan fungsi-fungsi
pemerintah yang bersifat khusus, tujuannya mengintegrasikan pembangunan buat
menarik investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Pemilihan
Maloy sebagai KEK didasarkan pada beberapa potensi, yaitu: (1) Letaknya berada
di jalur jalan Trans-Kalimantan; (2) Lokasinya berada di antara kawasan
industri dan kota pertanian SANGSAKA (Sangkulirang, Sandaran dan Kaliorang) dan
area segitiga emas (golden triangle) pembangunan
Sangatta (ibukota Kabupaten Kutai Timur), Sangkulirang, dan Muara Wahau; (3)
Berada di posisi ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dan berhadapan dengan Selat Makassar yang
memiliki keunggulan komparatif karena berada di jalur pelayaran internasional;
(4) Akses yang mudah menuju Australia, Malaysia, China, Korea, Jepang dan
Filipina. Rencana letak KEK Maloy dapat dlihat gambar 9.15 halaman 468 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI.
KEK Maloy ini akan didukung fasilitas pelabuhan internasional dan kawasan
industri dengan luas minimum 10.000 hektar dan kawasan penunjang 30.000 hektar.
KEK
Maloy ini diharapkan menjadi outlet
ekspor Kalimantan menuju pasar nasional dan global. Gabungan Asosiasi Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia (GAPSKI) telah bersepakat mendukung KEK Maloy sebagai
pintu ekspor CPO. KEK Maloy akan bekerjasama dengan mitra manajemen dari
Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Jepang, China, Taiwan, Amerika Serikat, dan
Uni Eropa, untuk mengembangkan fasilitas dan prosedur pengembangan kawasan. Industri-industri
yang akan dibangun sebagai penarik investasi adalah: (1) Industri agribisnis
(margarin, sabun, glycerin &
speciality fat plant); (2) Pengolahan minyak dan kelapa sawit; (3) Terminal
batubara; (4) Industri petrokimia dan oleokimia; (5) Aromatic complex industry; (6) Engineering
workshop; (7) Palm oil mills &
crushing plants; (8) Grain terminal,
transportation fleets; (9) Bulking
station, fasilitas pelabuhan Maloy (cargo
terminal, pelabuhan penumpang, Ro-ro
terminal).
Demikian
strategisnya masa depan KEK Maloy ini, sehingga tenaga kerja yang akan diserap
diperkirakan mencapai 250.000 orang dengan tambahan 5.000 orang ekspatriat.
Kavling industri akan dibagi ke dalam delapan kluster kawasan industri dengan
total mencapai 4.500 unit. Sebagai kavling pendukung, akan disiapkan 1.000 unit
gedung perkantoran, perbankan, dan instansi pelayanan lainnya, serta 250.000
unit kawasan hunian.
3. Pendekatan Manusia.
Penekanan
investasi pada manusia diyakini merupakan basis dalam meningkatkan
produktivitas faktor produksi secara total. Tanah, tenaga kerja dan modal fisik
bisa saja mengalami diminishing return,
namun tidak demikian dengan pengetahuan. Kualitas manusia yang meningkat merupakan
prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat
industrial.
Alternatif
lain dari strategi pembangunan adalah apa yang disebut sebagai people-centered development atau putting people first (Korten, 1981).
Artinya, manusia (rakyat) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak
serta kapasitas manusia merupakan sumberdaya yang paling penting. Dimensi
pembangunan semacam ini jelas lebih luas daripada sekadar membentuk manusia
profesional dan terampil, sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan
manusia sebagai subyek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment) manusia, yaitu kemampuan
manusia mengaktualisasikan segala potensinya (Kuncoro, 2008).
Bila
dilihat dari areal Kaltim yang relatif luas dan kepadatan penduduk yang relatif
jarang, hanya 15 jiwa per kilometer persegi, ketersediaan tenaga kerja di
Kaltim sangat langka. Selain kelangkaan tenaga kerja, kelangkaan SDM yang
bermutu juga menjadi salah satu isu yang penting diperhatikan dalam
pembangunan. Dengan lain kata, upaya mengatasi kelangkaan tenaga kerja seperti
mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah, penerapan teknologi perlu
ditempatkan sebagai bagian dari pembangunan Kaltim. Demikian pula untuk
meningkatkan mutu SDM di pedesaan melalui penyuluhan, traning, magang dan lain-lain, perlu dijadikan sebagai bagian yang
tak terpisahkan dari pembangunan Kaltim.
Peningkatan
mutu SDM Kaltim mencakup lima aspek, masing-masing peningkatan mutu pendidikan,
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, peningkatan akhlak dan agama,
peningkatan kualitas ketenaga-kerjaan dan aparatur pemerintah, dan
kependudukan. Kelima aspek ini harus dilakukan secara simultan sebagai syarat
peningkatan kualitas SDM Kaltim yang sesuai dengan arah pembangunan SDM Kaltim
ke depan.
Arah
pembangunan SDM Kaltim dilatar-belakangi oleh gambaran masa depan yang akan
dihadapi Kaltim seperti persaingan yang ketat, perubahan yang cepat, makin
tingginya ketidak-pastian, era globalisasi dengan kualitas dan informasi yang
makin mutakhir, dan munculnya tatanan dunia baru dengan pasar bebasnya (lihar
gambar 9.16 halaman 470 buku MENITI
DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI. Arah pembangunan SDM Kaltim harus
mampu menyiapkan dan menjawab gambaran masa depan ini, sehingga pembangunan SDM
adalah syarat utama menuju “Kaltim Bangkit 2013” sebagai keunggulan kompetitif.
Kaltim masa depan adalah Kaltim yang mampu mewujudkan masyarakat berdaya saing,
sejahtera dan berkeadilan, ditunjang oleh pemerintahan yang amanah dengan
memanfaatkan sumber daya alam (SDA) lestari serta jaringan berbasis teknologi.
E.
Kalimantan
Timur yang Menjanjikan
Tahun 2010, jumlah penduduk
Kalimantan Timur (Kaltim) mencapai angka 3.550.586 jiwa. Perkembangan jumlah
penduduk Kaltim hingga tahun 2010 menunjukkan pertumbuhan yang masih
dikategorikan tinggi (yaitu 3,81 persen) dan masih lebih tinggi dibandingkan
angka rata-rata pertumbuhan nasional. Kondisi ini tidak terlepas pertumbuhan
dari penduduk migrasi yang masuk ke daerah ini sebagai konsekuensi dari era
otonomi di mana daerah yang masih menjanjikan peluang kerja dan pendapatan akan
menjadi tujuan para migran. Hal ini ditunjukkan dari jumlah migrasi dan tujuan
dari pendatang tersebut yang sebagian besar karena pekerjaan/mencari pekerjaan
yaitu sebesar 46,7 persen (Survei Penduduk Antar Sensus/SUPAS 2005).
Daerah Kaltim dapat
dikatakan berpenduduk jarang apabila dilihat dari tingkat kepadatannya yang
hanya 15,94 jiwa/km2 yang menempatkannya pada posisi ke-2 setelah Provinsi
Papua. Selain itu tingkat penyebaran penduduk termasuk timpang atau tidak
merata, di mana penduduknya lebih terkonsentrasi di daerah kota yang mencapai
55,58 persen dengan hanya menempati luas wilayah 1.694,13 km2 dari total luas
wilayah 198,441,17 km2 atau sebesar 0,85%. Sementara itu sembilan kabupaten
terbebani jumlah penduduk hanya sebesar 44,42 persen dengan menempati luas
wilayah 99,15 persen.
Sejalan dengan
perkembangan positif ekonomi global, kinerja ekonomi nasional dan regional
hingga pertengahan tahun 2011 ini menunjukkan arah yang semakin baik. Dari sisi
ekonomi makro, stabilitas berbagai indikator ekonomi relatif terjaga dengan
kecenderungan semakin menguat. Selain perekonomian global yang membaik,
harga-harga komoditas di pasar internasional juga mengalami peningkatan.
Kombinasi kondisi eksternal inilah yang kemudian turut mendorong kinerja ekonomi
Kaltim, sebagai daerah yang mengandalkan ekspor primer, mengalami pertumbuhan
positif. Pada triwulan IV tahun 2010 indikator makro ekonomi Kaltim,
sebagaimana ditunjukkan oleh besaran PDRB Kaltim atas dasar harga berlaku
mencatat Rp82,97 triliun dan jika komponen migas dikeluarkan dalam
penghitungan, maka PDRB (tanpa migas) sebesar Rp49,43 triliun dan apabila tanpa
migas dan batubara maka nilai PDRB mencapai Rp27,11 triliun. Bila dilihat dari
PDRB harga konstan 2000 besaran PDRB dengan migas triwulan IV tahun 2010
sebesar Rp27,89 triliun dan tanpa migas mencapai Rp17,06triliun, dan PDRB tanpa
migas dan batubara maka bernilai Rp10,31 triliun.
Yang cukup signifikan
adalah perkembangan PDRB pertambangan batubara (tanpa migas) yang saat ini
sudah melampaui pertambangan minyak dan gas bumi yaitu sebesar Rp22,32 triliun
sementara PRDB minyak dan gas bumi sebesar Rp17,26 triliun. Atau, apabila
dilihat kontribusinya, pertambangan migas sebesar 20,80 persen sedangkan
pertambangan tanpa migas mencapai 22,26 persen. Kondisi ini berkat pertumbuhan
pertambangan batubara yang cenderung memberikan peningkatan yang sangat
siginifikan sementara minyak dan gas bumi sudah cenderung menurun atau
pertumbuhan negatif.
Menurut Lapangan Usaha
Perekonomian Kaltim pada triwulan IV tahun 2010 tumbuh positif 0,75 persen
dengan migas, tanpa migas 2,05 persen, dan tanpa migas dan batubara 1,06 persen.
Pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya (q-to-q) yang mencapai 0,46 persen, 2,20
persen, dan 1,48 persen. Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, hampir semua
sektor mengalami pertumbuhan positif dibanding triwulan sebelumnya, kecuali
sektor pertanian dan industri yang mengalami kontraksi penurunan. Khusus untuk
sektor industri pengolahan, pada triwulan IV ini, mengalami penurunan 0,97
persen, karena dipengaruhi oleh penurunan industri Gas Alam Cair (LNG) sebesar
1,15 persen setelah pada triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan positif 3,68
persen. Kondisi ini diikuti laju pertumbuhan pada subsektor industri tanpa
migas sebesar 1,37 persen. Sektor pertanian juga mengalami penurunan sebesar
1,03 persen, dipengaruhi oleh penurunan yang signifikan pada subsektor tanaman
bahan makanan (Tabama) sebesar negatif 5,72 persen. Hal ini disebabkan adanya
pola musiman di mana pada triwulan IV ini bukan periode panen raya, selain
dipengaruhi pula oleh perubahan iklim. Khusus sektor pertambangan dan sektor
industri pengolahan sebagai leading
sector ekonomi Kaltim, pada triwulan IV tahun 2010 yang tumbuh 1,34 persen
lebih ditopang oleh peningkatan pada subsektor pertambangan tanpa migas
(batubara) sebesar 3,60 persen.
Berdasarkan pengamatan
terhadap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi Kaltim, sumber pertumbuhan tertinggi
pada triwulan IV tahun 2010 berasal dari sektor pertambangan dan penggalian,
yakni sebesar 0,55 persen. Sektor yang juga merupakan sumber yang memberikan
sumbangan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kaltim di antaranya perdagangan
(0,15 persen), angkutan (0,10 persen), keuangan (0,09 persen), konstruksi/bangunan
(0,13 persen), jasa-jasa (0,04 persen), serta listrik dan air minum (0,01
persen).
Selanjutnya sektor yang
menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Kaltim melambat adalah andil dari sektor
pertanian (-0,06 persen) dan sektor industri pengolahan -0,26 persen.
Pertumbuhan ekonomi Kaltim pada triwulan IV 2010 bilamana mengabaikan faktor
migas (q-to-q), tumbuh sebesar 2,05
persen. Jika ditinjau lebih dalam, seandainya pengaruh tambang non-migas
(batubara) dihilangkan lagi, maka pertumbuhannya sebesar 1,06 persen.
Apabila pertumbuhan
ekonomi Kaltim diamati dari perbandingan terhadap triwulan yang sama pada tahun
2009 (y-on-y), secara total
pertumbuhan ekonomi Kaltim mencapai 2,36 persen dengan migas dan 7,78 persen
tanpa migas, tanpa migas dan batubara sebesar 5,83 persen. Pertumbuhan ekonomi
yang dicapai pada triwulan IV tahun 2010 dengan migas lebih lambat dibandingkan
pertumbuhan triwulan IV tahun 2009 yang tumbuh 5,17 persen. Sama halnya kalau
dilihat dari pertumbuhan tanpa migas pada triwulan IV tahun 2010 yang tercatat
7,78 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV tahun
2009 sebesar 12,90 persen. Ditinjau dari sisi lapangan usaha (sektor), sektor
pertanian dan sektor industri pengolahan mengalami koreksi pada triwulan IV tahun
2010 dibanding triwulan IV tahun 2009, masing-masing sebesar -0,26 persen dan
-4,87 persen. Khusus sektor industri pengolahan lebih dipengaruhi oleh kinerja
industri pengilangan minyak yang turun -17,94 persen dan industri LNG turun
-3,12 persen. Untuk sektor lainnya tumbuh positif, di mana pertumbuhan sektor
bangunan mencatat pertumbuhan tertinggi dibanding sektor lain pada triwulan IV
tahun 2010 sebesar 10,08 persen, kemudian diikuti sektor perdagangan, hotel dan
restoran mencatat pertumbuhan sebesar 8,70 persen, keuangan 7,44 persen,
angkutan dan komunikasi 8,15 persen, jasa (6,59 persen), listrik dan air bersih
(4,65 persen), dan pertambangan 4,44 persen.
Bila ditelaah lebih
lanjut, perkembangan sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan yang
menjadi tumpuan ekonomi Kaltim, di triwulan IV tahun 2010 lebih ditopang oleh
peningkatan yang cukup signifikan pada subsektor pertambangan tanpa migas
(batubara) sebesar 10,91 persen. Upaya pemerintah untuk mengembangkan sektor
pertanian sebagai landasan ekonomi Kaltim, hingga akhir tahun 2010 mulai
menunjukkan arah yang lebih baik daripada kondisi pertanian tahun 2009, karena
produksi hasil tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan perikanan
cenderung meningkat, terkecuali produksi padi yang walaupun pada tahun 2010
sedikit mengalami peningkatan dibanding tahun 2009 namun masih di bawah target
yang diinginkan akibat terjadinya alih fungsi lahan menjadi pertambangan
batubara dan perkebunan khususnya kelapa sawit.
Jumlah penduduk miskin
(penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Kaltim pada bulan Maret
2010 sebesar 243.000 jiwa (7,66 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin
pada bulan Maret 2009 yang berjumlah 239.220 jiwa (7,73 persen), berarti
terjadi penurunan persentase walaupun secara absolut jumlah penduduk miskin
naik sebesar 3.780 jiwa. Selama periode Maret 2009 - Maret 2010, penduduk
miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 2.180 jiwa dan di daerah perdesaan
naik sebanyak 1.600 jiwa. Pada bulan Maret 2010, sebagian besar penduduk miskin
berada di daerah perdesaan, yaitu 13,66 persen.
Peranan komoditi makanan
terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan
makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2010,
sumbangan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 71,63 persen. Pada
periode Maret 2009 - Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks
Keparahan Kemiskinan menunjukkan
kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk
miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran
penduduk miskin juga semakin menyempit.
Dengan visi-misi,
kebijakan dan strategi pembangunan yang tepat, ditambah kerja keras Awang
Faroek bersama segenap jajaran aparatur Pemerintah Provinsi Kaltim, denyut
perekonomian Kaltim kini memperlihatkan gelagat perkembangan yang semakin
positif. Upaya menggapai Kaltim Bangkit 2013 pun semakin mendekati kenyataan. ***
No comments:
Post a Comment