Awal pekan ini mencuat kembali perhatian menyediakan rumah sejahtera tapak bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Salah satu pernyataan yang menjadi perhatian adalah soal perlunya sinergi antara pemangku kepentingan, pemerintah, dan para pengembang.
Target pemerintah untuk menyediakan sekitar 121.000 rumah bagi MBR mustahil terwujud tanpa sinergi kesemua pihak.
Hingga triwulan pertama 2013, kata Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz, pemerintah sudah menyalurkan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bagi 12.000 rumah.
“Selama ini masyarakat memang belum banyak yang tahu mengenai program kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP dari Kemenpera yang bekerjasama dengan bank penyalur,” kata Menpera di Bekasi, baru-baru ini.
Karena itu, lanjut Djan Faridz, para pengembang harus rajin mempromosikan program tersebut. Salah satu jurus yang dipakai, kata dia, adalah dengan menggelar pameran perumahan untuk memberi kesempatan masyarakat melihat lebih dekat program para pengembang.
Salah satu pameran yang dimaksud adalah Pameran Pekan Rumah Sejahtera (PPRS) 2013 di Bekasi, Jawa Barat, baru-baru ini.
Pameran itu ditaksir merengkuh transaksi sekitar Rp 50 miliar. Nilai transaksi itu berasal dari pemesanan 550 unit rumah sejahtera bagi MBR.
Deputi Bidang Pembiayaan Perumahan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Sri Hartoyo mengatakan, pameran rumah untuk MBR ini kerjasama Kemenpera dengan Bank Tabungan Negara (BTN).
"Ini upaya pemerintah untuk memenuhi penyediaan rumah sejahtera dan terjangkau MBR," kata dia.
Pameran selama 13-21 April 2013 menghasilkan pesanan 550 rumah dengan transaksi Rp 50 miliar.
Sedangkan potensi kredit pemilikan rumah (KPR) sekitar 88 unit atau senilai Rp 7,3 miliar.
"Potensi KPR ini akan terus bertambah, mengingat tidak semua calon nasabah melakukan transaksi dengan BTN pada PPRS," kata dia.
Menurut Sri Hartoyo, konsep pameran dengan mendekatkan MBR melalui pesta rakyat diharapkan menjadi media interaksi dengan pemangku kepentingan (stakeholder) pembiayaan perumahan sejahtera.
"Ini Merupakan pameran pertama kali dilaksanakan oleh pemerintah dengan program FLPP, diharapkan kedepan ini akan lebih baik lagi," jelas Sri Hartoyo.
Optimisme Sri Hartoyo juga ditopang oleh suku bunga perbankan yang dianggap rendah, yakni sekitar 7,25% fix selama 20 tahun.
PPRS di Bekasi yang diikuti sekitar 70 pengembang ini merupakan rangkaian pameran yang rencananya di lakukan di 10 kota besar lainnya. PPRS hasil bekerjasama Kemenpera, Perum Perumnas, PT Jamsostek, Bapertarum, BTN, Apersi, Apernas, dan pengembang.
"Jumlah pengunjung yang hadir dalam pameran ini sekitar 30.000 orang," jelas Sri Hartoyo.
Menurut dia, Kemenpera terus mengevaluasi pelaksanaan pameran. Jika dianggap sukses akan diadakan di kota lainnya seperti Tangerang, Bogor, Bandung, Jakarta, Palembang, Banjarmasin, Mataram, Semarang, dan Malang.
Kemenpera menargetkan penyerapan FLPP di kawasan Bekasi ini bisa mencapai 30% dari total rencana program subsidi rumah secara nasional. Kawasan Bekasi memiliki pangsa pasar rumah bersubsidi yang cukup besar yaitu mencapai 30%-40% dari total pangsa pasar nasional.
Sejak diterapkan Oktober 2010, program FLPP membangun sebanyak 200 ribu rumah dan saat ini serapannya telah mencapai 90%.
“Tingginya penyerapan atas kebutuhan rumah bersubsidi di kawasan ini cukup besar sekali,” ungkapnya.
Sri Hartoyo mengatakan, banyak masyarakat terutama di kawasan Bekasi yang belum memiliki rumah layak dan harga terjangkau. Karena itu, kata dia, sasaran FLPP di Bekasi cukup besar mengingat kawasan ini berpenduduk padat dan banyak kawasan industri.
“Masyarakat di sekitar kawasan industri butuh hunian tapak sejahtera,” ujar dia.
Dia menjelaskan, rumah dengan harga terjangkau adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah berharap para pengembang bisa mendorong masyarakat untuk memperoleh rumah.
Harga rumah yang terjangkau bagi masyarakat, lanjutnya, harus didukung dengan regulasi dan kebijakan, seperti FLPP dan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) khusus bagi MBR.
“Sasaran FLPP ini adalah masyarakat yang berpengahsilan maksimal Rp 3,5 juta per bulan,” ujarnya.
Sektor Informal
Sementara itu, KPR bagi masyarakat berpenghasilan tidak tetap (non fixed income) bakal diluncurkan pada pertengahan 2013. KPR ini diberikan untuk kalangan informal dengan penghasilan berkisar Rp 3,5- Rp 5 juta per bulan.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Maryono mengatakan, program KPR ini diberikan setelah BTN melakukan kajian yang mendalam.
“Kami ingin membantu masyarakat non fixed income yang ingin memiliki rumah. Karena pada dasarnya mereka memang mampu mencicil,” ujar dia di Batam, beberapa waktu lalu.
Maryono menjelaskan, pemberian kredit bagi kalangan informal memang rawan sehingga berpotensi memperbesar kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bagi perusahaan.
“Namun, kami tetap peduli pada mereka. Karena itu, kami memberikan sejumlah syarat agar masyarakat informal bisa mendapatkan kredit tersebut,” tegas dia.
Syarat mendapatkan kredit informal ini antara lain batas penghasilan masyarakat non fix income antara Rp 3,5- Rp 5 juta per bulan, dan harus bergabung dalam sebuah kelompok atau koperasi.
“Kredit informal ini sudah diberikan kepada pedagang bakso di Yogyakarta,” ungkap Maryono.
Hingga kuartal I-2013, BTN masih menjadi penyalur terbesar KPR bersubsidi dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Realisasi hingga Maret tahun ini sebesar Rp 1,2 triliun dari 16.737 rumah dari KPR konvensional dan syariah.
“Realisasi ini hanya sebesar 12% dari target tahun 2013. Rendahnya penyerapan KPR FLPP karena stok rumah bersubsidi juga minim. Kami harapkan kuartal II dan III bisa lebih cepat,” kata dia.
www.beritasatu.com
No comments:
Post a Comment