Friday, July 26, 2013

Kami Ingin Mahasiswa Lulus Tepat Waktu, Cepat Bekerja atau Menjadi Pengusaha



Prof. Harjanto Prabowo 
Rektor Universitas Bina Nusantara




Harjanto menjabat sebagai Rektor Universitas Bina Nusantara (BINUS) sejak tahun 2009. Di lingkungan kampus, pria kelahiran Pekalongan, 17 Maret 1964, ini akrab disapa dengan panggilan Pak Har. Di bawah kepemimpinannya, sampai tahun 2012, BINUS enam kali berturut-turut menjadi organisasi yang paling dikagumi dalam ajang Indonesia Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) Award. Banyak keunggulan BINUS dalam penerapan knowledge. Di antaranya, dari sisi budaya pengetahuan. Untuk menggali soal ini, Kamis siang, Mei 2013, tim Dunamis mewawancarai Harjanto di kantornya di Kampus BINUS. Petikannya:

Ketika BINUS membangun budaya pengetahuan, apa isu kritikal yang dihadapi dan bagaimana mengatasinya?
Kami berawal dari akademi komputer pada 1987, lalu menjadi sekolah tinggi dan universitas. Sebagai akademi, hasil utama yang dituntut peserta didik adalah keahlian (skill). Ketika menjadi universitas pada 1996, BINUS memiliki tanggung jawab untuk membekali mahasiswanya dengan kompetensi dan kemampuan menyusun konsep.
Sebagai organisasi, dulu BINUS dikelola oleh keluarga (family business). Namun sejak menjadi universitas, BINUS merekrut banyak tenaga profesional. Sejak itu ada berbagi kewenangan dan tanggung jawab. Dulu pokoknya kami semua bekerja secara benar dan saling percaya saja. Kami belum berpikir bagaimana kalau ada pengajar yang keluar—yang berarti ilmunya juga akan dibawa keluar. Pada 1997 kami mulai menerapkan standarisasi ISO. Itulah momentum di mana pengetahuan yang dulunya tacit kemudian kami eksplisitkan. Kami mulai membangun sistem untuk ini.

Seperti apa sistemnya?
Kami memiliki banyak fakultas dan jurusan. Para dosen baru pasti bingung tentang sistem atau materi perkuliahannya. Kami memiliki pengetahuan untuk itu, tapi belum dituliskan. Maka, kami pun membuat prosedur yang mudah dipahami. Kami pakai standar ISO 9000.

Contohnya?
Misalnya, kasus mahasiswa drop out. Setiap jurusan pasti mengalami. Kami membuat sistem agar cara menanganinya sama. Sistem ini kami tuliskan. Jadi, ketua jurusan bisa belajar dari kasus di jurusan yang lain. Lalu, banyak mahasiswa bertanya tentang segala hal. Pertanyaannya kami kumpulkan dan kami rumuskan jawabannya. Kini bila ada mahasiswa yang bertanya, mereka bisa melihat di website BINUS.
Banyak hal yang kami eksplisitkan. Misalnya, Standard Operating Procedure (SOP) dekan. Daripada kami jelaskan satu per satu, para dekan bisa melihat di website BINUS (BINUS Maya). Mahasiswa juga memakai BINUS Maya untuk melihat materi, tugas, juga berdiskusi dengan sesama mahasiswa, mahasiswa - dosen, atau dosen - dosen.

Apa isu kritikalnya di sini?
Bila ada dosen baru yang tidak mau berbagi pengetahuan. Biasanya cukup saya ajak bicara dan mereka memahami. Di BINUS, dosen yang membuat materi perkuliahan, kami bayar dan kami urus hak ciptanya. Memang nilainya tidak besar, tetapi pantaslah. Nama dosennya juga kami cantumkan.

Bagaimana sistem untuk para dosennya?
Di banyak tempat, dosen-dosen membuat materi perkuliahan sendiri. Di BINUS, kami mendesain materi perkuliahan standar yang dibuat oleh sekumpulan dosen tertentu. Misalnya, dosen matematika bersama-sama membuat materi perkuliahan matematika.
Untuk dosen baru, mereka baru boleh mengajar bila telah lolos seleksi dan mengikuti program induksi. Kami memiliki waktu dan kurikulum khusus untuk para dosen. Mereka kami bekali cara membuat presentasi dan mengajar yang baik. Kami punya sekolah untuk dosen. Namanya Corporate Learning Division (CLD), yang sekarang bertransformasi menjadi Corporate University (CU). CU ini ada kurikulumnya.
Dosen juga dievaluasi oleh para mahasiswa. Evaluasi ini disampaikan secara online. Kami juga punya indeks kinerja dosen. Kalau indeksnya berada sedikit di atas batas rendah, dia harus mengikuti pelatihan.
          Kami juga mengembangkan evaluasi peer review.  Dosen matematika, misalnya, yang mengaudit juga dosen matematika. Selain itu dosen di satu peer juga melakukan sharing. Mereka membahas berbagai hal, seperti materi yang tertinggal atau pengayaan materi. Kalau ada dosen yang tugas belajar ke luar negeri, ketika pulang dia harus sharing ke peer-nya.

BINUS mengembangkan sistem Nomor Induk Mahasiswa (NIM) yang unik untuk memacu mereka cepat lulus. Darimana idenya?
Itu terjadi tahun 1999. Kami menyadari mahasiswa komputer itu sistematis dan logis. Waktu untuk penyelesaian studi menjadi problem, karena ada kesan semakin lama lulusnya, semakin pintar. Ketika menerapkan standarisasi ISO, kami berkomitmen 80% mahasiswa harus lulus tepat waktu. Maka, kami pun menggulirkan budaya BINUSIAN, yakni sense of closure, ketuntasan, berani memulai berani mengakhiri.
Untuk mahasiswa, kalau ditanya BINUSIAN berapa, itu merujuk pada tahun lulusnya, bukan masuknya. Ini seperti di TNI. Jadi mahasiswa yang masuk tahun 1999, namanya BINUSIAN 2003. Tahun harus lulus itu digemborkan sense of closure dengan disuruh menyanyi 2003 saya harus lulus. Emosinya dibangkitkan. Mulanya mereka bingung juga, sebab baru masuk kok sudah disuruh lulus. Tapi, itulah niat kami memang agar mahasiswa lulus tepat waktu, yakni empat tahun.

Sejauh mana BINUS melibatkan orang tua?
Bagi kami tidak adil bila orang tua tidak terlibat dalam informasi yang berkaitan dengan anaknya. Sebab mayoritas mahasiswa biaya kuliahnya dari orang tua. Para orang tua dapat mengetahui semua seluk beluk anaknya lewat BINUS Maya. Misalnya, tentang pembayaran uang kuliah atau nilai Indeks Prestasi (IP) anaknya. Orang tua bisa mengecek apakah uang kuliah yang ia diberikan ke anaknya sudah dibayarkan ke BINUS.

Mengapa BINUS ingin menjadi world class university?
Sejak menerapkan standarisasi ISO, kami menetapkan quality objective: lulus tepat waktu dan berapa lama dapat pekerjaan. Dulu kami tetapkan setelah satu tahun, anak didik kami harus mendapat pekerjaan. Kini waktunya kami perpendek menjadi enam bulan. Jadi kami mengukurnya bukan berapa banyak yang lulus, melainkan sampai berapa lama mendapat pekerjaan. Itu sudah menjadi paradigma di BINUS.
Pada 2008 kami tetapkan visi menjadi kelas dunia yang akan dicapai tahun 2020. Salah satu ukurannya adalah lulus tepat waktu, berapa serapan dari setiap kelulusan dan di mana diserapnya. Kemudian kami tetapkan 1 dari 3 lulusan akan bekerja di perusahaan global (global company) atau menjadi wirausaha. Untuk itu kurikulum terus diperbaiki. Kami juga membuat kesepakatan dengan perusahaan agar saat mahasiswa BINUS lulus sudah ada yang menerima. PT Astra Internasional Tbk sempat protes tidak mendapatkan lulusan BINUS, karena sudah diserap oleh perusahaan lain. Kini mahasiswa BINUS semester IV atau V sudah di-ijon oleh Astra. Jadi kami memantau terus jeda antara kelulusan dan mendapat pekerjaan. Bila belum mendapatkan pekerjaan, kami akan membantu.

Bagaimana dengan BINUS Carrier?
BINUS Carrier adalah kumpulan mahasiswa semester IV dan V yang nilainya bagus. Mereka dites. Pada semester VII kami siapkan yang terbaik untuk dikirim ke perusahaan-perusahaan di Singapura. Jadi kami persiapkan kemampuan bahasa Inggris dan kualitas kelulusan.

                                                ***

No comments:

Post a Comment