Prof.
Harjanto Prabowo
Rektor
Universitas Bina
Nusantara
Harjanto menjabat sebagai Rektor Universitas Bina
Nusantara (BINUS) sejak tahun 2009. Di lingkungan kampus, pria kelahiran
Pekalongan, 17 Maret 1964, ini akrab disapa dengan panggilan Pak Har. Di bawah
kepemimpinannya, sampai tahun 2012, BINUS enam kali berturut-turut menjadi
organisasi yang paling dikagumi dalam ajang Indonesia
Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) Award. Banyak keunggulan BINUS dalam penerapan knowledge. Di antaranya, dari
sisi budaya pengetahuan. Untuk menggali soal ini, Kamis siang, Mei 2013, tim
Dunamis mewawancarai Harjanto di kantornya di Kampus BINUS. Petikannya:
Ketika
BINUS membangun
budaya pengetahuan, apa isu kritikal yang dihadapi dan bagaimana mengatasinya?
Kami berawal dari akademi
komputer pada 1987, lalu menjadi sekolah tinggi dan universitas. Sebagai
akademi, hasil utama yang dituntut peserta
didik adalah keahlian (skill). Ketika menjadi universitas pada 1996, BINUS
memiliki tanggung jawab untuk membekali mahasiswanya dengan kompetensi dan
kemampuan menyusun konsep.
Sebagai organisasi, dulu BINUS
dikelola oleh keluarga
(family business). Namun sejak
menjadi universitas,
BINUS merekrut banyak tenaga profesional.
Sejak itu ada
berbagi kewenangan dan tanggung jawab. Dulu pokoknya kami semua bekerja secara
benar dan saling percaya saja. Kami belum berpikir bagaimana kalau ada pengajar
yang keluar—yang berarti ilmunya juga akan dibawa keluar. Pada 1997 kami mulai
menerapkan standarisasi ISO. Itulah momentum di mana pengetahuan yang dulunya tacit kemudian kami eksplisitkan. Kami
mulai membangun sistem untuk ini.
Seperti
apa sistemnya?
Kami memiliki banyak fakultas
dan jurusan. Para dosen baru pasti bingung tentang sistem atau materi
perkuliahannya. Kami memiliki pengetahuan untuk itu, tapi belum dituliskan.
Maka, kami pun membuat prosedur yang mudah dipahami. Kami pakai standar ISO 9000.
Contohnya?
Misalnya, kasus mahasiswa drop out.
Setiap jurusan pasti mengalami. Kami membuat sistem agar cara menanganinya sama. Sistem ini kami tuliskan. Jadi, ketua jurusan bisa belajar
dari kasus di jurusan yang lain. Lalu, banyak mahasiswa bertanya tentang segala hal. Pertanyaannya
kami kumpulkan
dan kami
rumuskan
jawabannya. Kini bila
ada mahasiswa yang bertanya, mereka bisa melihat di website BINUS.
Banyak hal yang kami
eksplisitkan. Misalnya, Standard Operating Procedure
(SOP) dekan. Daripada kami jelaskan satu per satu, para dekan bisa melihat di
website BINUS (BINUS Maya). Mahasiswa juga memakai BINUS Maya untuk melihat
materi, tugas, juga berdiskusi dengan sesama mahasiswa, mahasiswa - dosen, atau
dosen - dosen.
Apa isu kritikalnya di sini?
Bila ada dosen baru
yang tidak mau
berbagi pengetahuan. Biasanya cukup saya ajak bicara dan
mereka memahami. Di
BINUS, dosen yang
membuat materi perkuliahan,
kami bayar dan kami urus hak
ciptanya. Memang nilainya tidak besar, tetapi pantaslah. Nama dosennya juga
kami cantumkan.
Bagaimana sistem untuk para dosennya?
Di banyak
tempat, dosen-dosen
membuat materi perkuliahan
sendiri.
Di BINUS,
kami mendesain materi perkuliahan
standar
yang dibuat oleh sekumpulan
dosen tertentu. Misalnya, dosen matematika bersama-sama membuat
materi perkuliahan matematika.
Untuk dosen baru, mereka baru boleh mengajar bila telah lolos seleksi
dan mengikuti program induksi. Kami memiliki waktu dan kurikulum khusus untuk
para dosen. Mereka kami bekali cara membuat presentasi dan mengajar yang baik.
Kami punya sekolah untuk dosen. Namanya Corporate Learning Division (CLD), yang
sekarang bertransformasi menjadi Corporate University (CU). CU ini
ada kurikulumnya.
Dosen juga dievaluasi oleh para mahasiswa. Evaluasi ini disampaikan secara online. Kami juga punya indeks kinerja
dosen. Kalau indeksnya berada sedikit di atas batas rendah, dia harus mengikuti
pelatihan.
Kami juga
mengembangkan evaluasi peer
review. Dosen matematika, misalnya, yang mengaudit juga
dosen matematika. Selain itu dosen di satu peer juga melakukan sharing.
Mereka membahas berbagai hal, seperti materi yang tertinggal atau pengayaan
materi. Kalau ada dosen
yang tugas belajar ke
luar negeri, ketika
pulang dia harus sharing ke peer-nya.
BINUS mengembangkan sistem Nomor
Induk Mahasiswa (NIM) yang unik
untuk memacu mereka
cepat lulus. Darimana idenya?
Itu terjadi tahun 1999.
Kami menyadari
mahasiswa komputer itu sistematis dan logis. Waktu untuk penyelesaian studi menjadi
problem,
karena ada kesan semakin
lama lulusnya,
semakin pintar.
Ketika menerapkan standarisasi ISO,
kami berkomitmen 80% mahasiswa harus lulus
tepat waktu. Maka, kami
pun menggulirkan
budaya BINUSIAN, yakni sense
of closure,
ketuntasan, berani memulai berani mengakhiri.
Untuk mahasiswa, kalau
ditanya BINUSIAN berapa, itu merujuk pada tahun lulusnya, bukan masuknya. Ini
seperti di TNI. Jadi mahasiswa yang masuk tahun 1999, namanya BINUSIAN 2003.
Tahun harus lulus itu digemborkan sense of closure dengan disuruh menyanyi 2003 saya harus lulus. Emosinya
dibangkitkan. Mulanya mereka bingung juga, sebab baru masuk kok sudah disuruh lulus. Tapi, itulah
niat kami memang agar mahasiswa lulus tepat waktu, yakni empat tahun.
Sejauh
mana BINUS melibatkan orang tua?
Bagi kami tidak adil
bila orang tua tidak terlibat dalam informasi yang berkaitan dengan anaknya.
Sebab mayoritas mahasiswa biaya kuliahnya dari orang tua. Para orang tua dapat
mengetahui semua seluk beluk anaknya lewat BINUS Maya. Misalnya, tentang pembayaran
uang kuliah atau nilai Indeks Prestasi (IP) anaknya. Orang tua bisa mengecek
apakah uang kuliah yang ia diberikan ke anaknya sudah dibayarkan ke BINUS.
Mengapa BINUS ingin menjadi world class university?
Sejak menerapkan standarisasi
ISO, kami menetapkan quality objective: lulus tepat waktu dan berapa
lama dapat pekerjaan. Dulu kami tetapkan setelah satu tahun, anak didik kami
harus mendapat pekerjaan. Kini waktunya kami perpendek menjadi enam bulan. Jadi
kami mengukurnya bukan berapa banyak yang lulus, melainkan sampai berapa lama
mendapat pekerjaan. Itu sudah menjadi paradigma di BINUS.
Pada 2008 kami
tetapkan visi menjadi kelas dunia yang akan dicapai tahun 2020. Salah satu
ukurannya adalah lulus tepat waktu, berapa serapan dari setiap kelulusan dan di
mana diserapnya. Kemudian kami tetapkan 1 dari 3 lulusan akan bekerja di
perusahaan global (global company) atau menjadi wirausaha. Untuk itu kurikulum
terus diperbaiki. Kami juga membuat kesepakatan dengan perusahaan agar saat
mahasiswa BINUS lulus sudah ada yang menerima. PT Astra Internasional Tbk sempat
protes tidak mendapatkan lulusan BINUS, karena sudah diserap oleh perusahaan
lain. Kini mahasiswa BINUS semester IV atau V sudah di-ijon oleh Astra. Jadi kami memantau terus jeda antara kelulusan dan
mendapat pekerjaan. Bila belum mendapatkan pekerjaan, kami akan membantu.
Bagaimana
dengan BINUS Carrier?
BINUS Carrier adalah
kumpulan mahasiswa semester IV dan V yang nilainya bagus. Mereka dites. Pada semester
VII kami siapkan yang terbaik untuk dikirim ke perusahaan-perusahaan di
Singapura. Jadi kami
persiapkan kemampuan bahasa
Inggris dan kualitas kelulusan.
***
No comments:
Post a Comment