Tahun 1942 Samaun
Bakry keluar dari Penjara Sukamiskin, kembali ke Bengkulen, tak lama berselang
pindah ke Jakarta, bergabung dengan Poesat Tenaga Rakyat (Poetera). Dia terus
aktif berjuang bersama Empat Serangkai –Bung Karno, Bung Hatta, KH Mas Mansur
dan KH Dewantara.
HAWAII, 8 Desember 1941. Angkatan udara
Jepang mengebom armada Amerika Serikat (AS) dі Pelabuhan Pearl Harbor, Hawaii.
Rаtυѕаn pesawat tempur Jepang memuntahkan bom dаn torpedonya kе rаtυѕаn kapal
AS уаng sandar dі Pulau Oahu, Hawaii, tersebut.
Bermula tanggal
26 November 1941, sebuah armada Jepang yang terdiri dari 6 kapal induk, 2 kapal
tempur, 2 penjelajah berat, 1 penjelajah ringan, 9 perusak, 8 tanker, 23 kapal
selam, 5 kapal selam midget dan 414 pesawat bergerak meninggalkan Teluk
Hitokappu di Kepulauan Kuril, Jepang. Armada yang dipimpin oleh Laksamana Madya
Chuichi Nagumo tersebut belayar menuju Pearl Harbor tanpa melakukan hubungan
radio apapun (radio silence).
Serangan
pertama Jepang kе Pearl Harbor dimulai pukul 07.55 pagi dаn berlangsung selama
35 menit. Jepang menggunakan pengebom-torpedo yang dibagi menjadi grup barat
dan timur dan terdiri dari 183 pesawat tempur yang berbagai jenis. Kemudian serangan
kedua terjadi 1 jam setelah serangan pertama selama 1 jam lamanya yang terdiri
dari 171 pesawat tempur yang dibagi menjadi 3 grup.
Jepang
sudah merencanakan serangan yang ketiga, namun tidak dilaksanakan dengan
alasan: pertama, dua-per-tiga kekuatan gelombang kedua dapat dilumpuhkan oleh
AS. Nagumo khawatir bila gelombang ketiga dilaksanakan maka akan membahayakan
kekuatan udara Jepang.
Kedua, lokasi kapal induk AS belum
ditemukan. Nagumo juga tidak mengetahui berapa jumlah kekuatan udara yang
dimiliki AS di Hawaii yang dapat melaksanakan serangan balasan.
Ketiga, gelombang ketiga membutuhkan
persiapan yang substansial, karena setelah selesai serangan mereka akan kembali
ke kapal induk Jepang pada waktu malam hari. Teknik pendaratan pesawat terbang
di atas geladak kapal induk di malam hari belum ditemukan.
Keempat, persediaan bahan bakar kapal-kapal
Jepang mulai menipis. Sangat berisiko apabila kapal-kapal tersebut masih berada
di laut.
Dan kelima, Nagumo yakin bahwa serangan
kedua telah menghancurkan Pearl Harbor dan melumpuhkan armada Pasifik di Pearl
Harbor.
Hampir
semua kapal terbang Amerika dimusnahkan di atas tanah. Sebanyak 12 kapal perang
dan kapal lain ditenggelamkan atau rusak, 188 kapal terbang dimusnahkan, 155
telah rusak dan 2.403 orang Amerika kehilangan nyawa mereka, hanya beberapa
pejuang berhasil lolos dan bertempur. Kapal perang USS Arizona diledakkan dan
tenggelam, menyebabkan 1.100 orang kehilangan jiwa. Badannya diabadikan menjadi
tugu peringatan kepada mereka yang tewas pada hari itu, kebanyakan dari mereka
diabadikan di dalam kapal tersebut.
Menurut
stasiun televisi BBC, lebih dаrі 2.400
tentara Amerika tеwаѕ, dі mana 1.000 dі antaranya tenggelam bersama kapal
perang USS Arizona уаng hancur dibom. Serangan tersebut јυgа menghancurkan lima
kapal perang besar уаng lain, 112 kapal kесіl, dаn 164 pesawat udara. Tiga
kapal induk Amerika berhasil lolos kаrеnа раdа ѕааt pengeboman berlabuh dі
tempat lain.
Sehari
ѕеtеlаh serangan kе Pearl Harbor, Presiden AS Franklin Delano Roosevelt
memaklumkan perang tеrhаdар Jepang. Nаmυn kehancuran armada AS dі Pearl Harbor
membuat invasi Jepang kе Asia Tenggara tіdаk terbendung lagi. Hаnуа dаlаm wаktυ
kurang dаrі satu tаhυn, hampir ѕеlυrυh wilayah Asia Pasifik (termasuk
Indonesia) jatuh kе tangan Jepang.
Lima jam
setelah serangan Jepang ke Pearl Harbor, Pemerintah Hindia Belanda mengumumkan
perang terhadap Jepang. Tapan peduli pernyataan Pemerintah Hindia Belanda,
Jepang pun terus melanjutkan invasinya ke Asia Tenggara.
Belanda Menyerah Kalah
Invasi Jepang
ke Asia Tenggara mula-mula ditujukan ke Hongkong. Kendati Inggris mengadakan
perlawanan, namun tidak berlangsung lama. Pada tanggal 25 Desember 1941,
Hongkong resmi diduduki oleh Jepang. Selanjutnya Jepang menyerang Malaysia yang
merupakan pusat pertahanan Inggris yang amat vital. Inggris mempertahankan
Malaysia secara mati-matian, tetapi akhirnya berhasil dilumpuhkan pada bulan
Februari 1942.
Berikutnya balatentara
Jepang melancarkan serangan ke wilayah Birma. Dan Jepang berhasil menguasai
Birma pada Mei 1942.
Balatentara
Jepang terus bergerak. Mereka lantas memasuki daerah Filipina. Tentara Jepang
yang dipimpin oleh Jendral Masaharu Homma mendapat perlawanan yang hebat dari
tentara Amerika Serikat di bawah komandan Jenderal Douglas Mac Arthur. Namun,
lambat laun pertempuran pun tidak seimbang, sampai kemudian Presiden Roosevelt
memerintahkan Mac Arthur mengundurkan diri ke Australia. Sebelum meninggalkan
Filipina, Mac Arthur berucap, “I shall
return.”
Guna
mengantisipasi serangan Jepang berikutnya, negara-negara Sekutu di Asia
Tenggara membentuk komando gabungan dengan nama Abdacom (American, British,
Dutch, Australian Command). Komandan tertingginya dijabat oleh Marsekal Sir
Archibald Wavell (Inggris), komandan angkatan laut Laksamana Thomas C. Harth
(Amerika), komandan angkatan darat Letnan Jendral Hein Ter Poorten (Belanda),
dan komandan angkatan udara Marsekal Richard E.C. Pierce (Australia).
Markas
besar Abdacom berada di Lembang (Jawa Barat), sedangkan markas besar Angkatan
Laut di Surabaya. Untuk pertahanan di laut, Sekutu membagi daerah perairan Asia
Tenggara atas tiga bagian. Wilayah barat, dimulai dari Laut Cina Selatan, Laut
Hindia, dan Singapura, merupakan tanggung jawab Inggris. Wilayah perairan
Makasar terus ke timur menjadi tanggung jawab Amerika dan Australia, sementara
Laut Jawa menjadi tanggung jawab Belanda.
Dalam
serangannya terhadap Sekutu di Laut Cina Selatan, kapal Inggris Prince of Wales dan Repulse berhasil ditenggelamkan oleh 50 pembom berani mati Jepang. Setelah
peristiwa itu Abdacom berantakan, komandan tertinggi, Sir Archibald Wavell,
terpaksa meninggalkan Indonesia karena sudah tidak bisa dipertahankan lagi dan
menyingkir ke India untuk mempertahankan India.
Berikutnya,
dalam serangannya ke Indonesia, tentara Jepang memperoleh kemajuan yang amat
cepat. Secara gemilang, Jepang menduduki Tarakan pada 11 Januari 1942,
Palembang pada 14 Januari, Manado pada 17 Januari, Balikpapan pada 22 Januari,
Pontianak pada 22 Februari, dan Bali pada 26 Februari 1942.
Dalam upaya
merebut Pulau Jawa, Jepang membentuk Operasi Gurita. Gurita Barat dimulai dari
Indo-Cina melalui Kalimantan Utara dengan sasaran Pulau Jawa. Sedangkan Gurita
Timur dimuai dari Filipina melalui Selat Makasar menuju Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Operasi Gurita Barat tidak mengalami kesulitan mendarat di Eretan
(Indramayu) dan Banten, sementara Gurita Timur harus menghadapi Sekutu dalam
pertempuran laut dekat Balikpapan (Kalimantan Timur). Juga di Laut Jawa (The Battle of the Java Sea) terutama di perairan
antara Bawean, Tuban, dan Laut Rembang berlangsung pertempuran selama 7 jam
pada 27 Februari1942.
Untuk
menghindari semakin banyak korban, terutama keluarga-keluarga Belanda yang
semakin banyak memadati daerah Kalijati, Belanda terpaksa menyerah kalah
terhadap Jepang pada Maret 1942 dan menanda-tangani Perjanjian Kalijati.
Perjanjian itu ditanda-tangani bersama oleh Tjarda van Starkenborgh Starchouwer
(Gubernur Jendral Hindia-Belanda), Jendral Hitoshi Imamura (Komandan Gurita
Barat) dari Jepang dan Letnan Jendral Heindrik Ter Poorten (Panglima Tentara
Belanda).
Belanda pun
menyerah kalah pada balatentara Jepang. Dan sejak akhir Februari 1942,
Pemerintah Militer Jepang lalu menguasai Indonesia. Kekalahan Belanda di tangan Jepang dan masuknya Jepang
menguasai Indonesia ternyata menjadi berkah tersendiri bagi seorang Samaun
Bakry yang ketika itu tengah menjalani masa hukuman di Penjara Sukamiskin,
Bandung. Tahun itu pula, Pemerintah Militer Jepang membebaskan Samaun dari
penjara, kembali ke tengah-tengah keluarganya.
Di tengah
sukacita menghirup udara kebebasan itu, Samaun dirundung duka. Tahun 1943,
istrinya (Siti Maryam) meninggal dunia saat melahirkan anaknya yang kedua di
Bandung yang masih berkabut. Siti Maryam dan anaknya yang kedua itu wafat
bersamaan lantaran kesulitan melahirkan pada pihak ibu dan kesukaran untuk
lahir pada jabang bayi.
Ditinggal
istri tercinta jelas akan mempengaruhi kelangsungan pertumbuhan anaknya yang
pertama Fuad yang waktu itu berusia sekitar tiga tahun. Fuad membutuhkan
kehadiran seorang ibu baru yang bersedia menjadi ibu bagi anaknya dan istri bagi
dirinya sebagai seorang pejuang yang hampir seluruh waktunya didedikasikan pada
kepentingan bangsa dan Tanah Air. Seorang ibu yang bersedia menderita dalam
perjuangan bersama guna meraih Indonesia Merdeka.
Samaun lalu
menemukan sosok ibu semacam itu pada diri Nursima –seorang janda dengan tiga
orang anak. Nursima menyambut Samaun sepenuh hati, merangkul dan membelai kasih
anak-anak Samaun (Abd. Muis dan Fuad) yang telah piatu sebagaimana laiknya anak
kandung sendiri. Dari Samaun, Nursima juga beroleh anak: Ida Farida (sekarang
menjadi dokter) dan Muchlis yang meninggal di masa kanak-kanak.
Terus Berjuang dan
Berjuang
Jepang
datang mengaku sebagai saudara tua. Sementara, inti sarinya sama saja, menjajah
dan menduduki wilayah Indonesia. Terbukti Jepang membatasi gerak dan perjuangan
bangsa Indonesia. Selama masa pendudukan Jepang, bangsa Indonesia dilarang
membentuk organisasi sendiri. Jepang sendiri membentuk organisasi-organisasi
bagi rakyat Indonesia dengan maksud dipersiapkan untuk membantu Jepang
menguasai Asia Raya. Tak pelak, organisasi-organisasi ini pada akhirnya justru berbalik
melawan Jepang.
Jepang
memulai dengan membentuk Gerakan Tiga A, sebuah organisasi propaganda untuk
kepentingan perang Jepang. Organisasi ini berdiri pada bulan April 1942.
Pimpinannya adalah Mr. Sjamsuddin.
Pembentukan
organisasi Gerakan Tiga A bertujuan agar rakyat dengan sukarela menyumbangkan tenaga
bagi perang Jepang. Semboyannya adalah Nippon cahaya Asia, Nippon pemimpin Asia,
Nippon pelindung Asia. Untuk menunjang gerakan ini, dibentuk Barisan Pemuda Asia
Raya yang dipimpin Soekarjo Wirjopranoto. Adapun untuk menyebar-luaskan propaganda,
diterbitkan surat kabar Asia Raya.
Setelah
kedok organisasi ini diketahui, rakyat kehilangan simpati dan meninggalkan organisasi
tersebut. Pada tanggal 20 November 1942, organisasi ini kemudian dibubarkan.
Jepang
terus berusaha menarik simpati rakyat dan bangsa Indonesia. Setelah Gerakan Tiga
A bubar, Jepang membentuk Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) yang diumumkan ada
tanggal 9 Maret 1943. Pemimpinnya adalah empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Moh.
Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansyur. Tujuan Poetera menurut versi Ir.
Soekarno adalah untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan
oleh imperialisme Belanda. Adapun tujuan bagi Jepang adalah untuk memusatkan segala
potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Karena itu,
telah digariskan sebelas macam kegiatan yang harus dilakukan sebagaimana tercantum
dalam peraturan dasarnya. Di antaranya yang terpenting adalah memengaruhi rakyat
supaya kuat rasa tanggung-jawabnya untuk menghapuskan pengaruh Amerika, Inggris,
dan Belanda, mengambil bagian dalam mempertahankan Asia Raya, memperkuat rasa
persaudaraan antara Indonesia dan Jepang, serta mengintensifkan
pelajaran-pelajaran bahasa Jepang. Di samping itu, Poetera juga mempunyai tugas
di bidang sosial-ekonomi.
Berkat
kedekatannya dengan Soekarno, setelah pulang sebentar ke Bengkulen selepas dari
Penjara Sukamiskin, Samaun Bakry pindah ke Jakarta. Menurut Zaidin Bakry (adik
bungsu Samaun Bakry), Samaun kemudian menjadi salah seorang Anggota Rahasia
Aksi Bawah Tanah yang aktif bekerja sama dengan Empat Serangkai. Pendek kata,
dia terus aktif berjuang lewat Poetera --selaras dengan perjuangan yang
dilakukan oleh Soekarno alias Bung Karno.
Bagi Jepang,
Poetera dibentuk untuk membujuk para kaum nasionalis sekuler dan golongan intelektual
agar mengerahkan tenaga dan pikirannya guna membantu Jepang dalam rangka menyukseskan
Perang Asia Timur Raya. Organisasi Poetera tersusun dari pemimpin pusat dan
pemimpin daerah. Pemimpin pusat terdiri dari pejabat bagian usaha budaya dan pejabat
bagian propaganda.
Akan
tetapi, organisasi Poetera di daerah semakin hari semakin mundur. Hal ini disebabkan,
antara lain keadaan sosial masyarakat di daerah ternyata masih terbelakang,
termasuk dalam bidang pendidikan, sehingga kurang maju dan dinamis; dan keadaan
ekonomi masyarakat yang kurang mampu berakibat mereka tidak dapat membiayai
gerakan tersebut.
Dalam
perkembangannya, Poetera lebih banyak dimanfaatkan untuk perjuangan dan kepentingan
bangsa Indonesia. Mengetahui hal ini, Jepang membubarkan Poetera dan mementingkan
pembentukan organisasi baru, yaitu Jawa
Hokokai --Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai)
Jepang
mendirikan Jawa Hokokai pada tanggal 1 Januari 1944. Organisasi ini diperintah
langsung oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). Latar belakang dibentuknya Jawa Hokokai adalah Jepang menyadari bahwa Poetera lebih bermanfaat
bagi pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang. Lantaran itulah, Jepang merancang pembentukan organisasi
baru yang mencakup semua golongan masyarakat, termasuk golongan Cina dan Arab.
Berdirinya Jawa Hokokai diumumkan
oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal Kumakichi Harada.
Sebelum
mendirikan Jawa Hokokai, pemerintah
pendudukan Jepang lebih dulu meminta pendapat Empat Serangkai. Alasan yang
diajukan adalah semakin hebatnya Perang Asia Timur Raya sehingga Jepang perlu
membentuk organisasi baru untuk lebih menggiatkan dan mempersatukan segala
kekuatan rakyat. Dasar organisasi ini adalah pengorbanan dalam hokoseiskin (semangat kebaktian) yang
meliputi pengorbanan diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan
sesuatu dengan bakti.
Secara
tegas, Jawa Hokokai dinyatakan
sebagai organisasi resmi pemerintah. Jika pucuk pimpinan Poetera diserahkan
kepada golongan nasionalis Indonesia, kepemimpinan Jawa Hokokai pada tingkat pusat dipegang langsung oleh Gunseikan. Adapun pimpinan daerah
diserahkan kepada pejabat setempat mulai dari Shucokan sampai Kuco.
Kegiatan-kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana
digariskan dalam anggaran dasarnya sebagai berikut:
·
Melaksanakan
segala sesuatu secara nyata dan ikhlas untuk menyumbangkan segenap tenaga
kepada pemerintah Jepang.
·
Memimpin
rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat persaudaraan
antar-bangsa.
·
Memperkukuh
pembelaan tanah air.
Anggota Jawa Hokokai adalah bangsa Indonesia
yang berusia minimal 14 tahun, bangsa Jepang yang menjadi pegawai negeri, dan
orang-orang dari berbagai kelompok profesi. Jawa
Hokokai merupakan pelaksana utama usaha pengerahan barang-barang dan padi.
Pada tahun 1945, semua kegiatan pemerintah dalam bidang pergerakan dilaksanakan
oleh Jawa Hokokai sehingga organisasi
ini harus melaksanakan tugas secara nyata dan menjadi alat bagi kepentingan
Jepang.
Samaun
Bakry pun tidak menyia-nyiakan kesempatan terbuka menjadi anggota Jawa Hokokai. Dia sebagai anggota Jawa Hokokai yang tetap aktif menjalin
komunikasi dengan Empat Serangkai. Sekali lagi, terus berjuang tiada henti buat
kemerdekaan Indonesia.
Berperan Penting dalam
Penikahan Bung Karno - Fatmawati
Sekitar
tahun 1943, Samaun Bakry pulang ke kampung halamannya Nagari Kurai Taji untuk
menjemput ibunda tercinta Siti Syarifah dan membawanya ke Jakarta. Sebelum
balik ke Jakarta, dia mampir ke Bengkulu terlebih dulu guna memenuhi ‘titipan’
Bung Karno buat mengatur prosesi pernikahan Bung Karno dan Fatma. Termasuk pula
membawa pasangan penganten baru itu ke Jakarta.
Fatma
adalah putri Hasan Din yang di masa itu menjadi salah seorang pemimpin
Muhamadiyah di Bengkulu. Karena keinginan memiliki anak yang demikian kuat,
tekad Bung Karno untuk menikahi Fatma tak terbendung lagi. Demikian pula dengan
Fatma yang setia menunggu pinangan Bung Karno.
Bung Karno
menulis, “In June, 1943, Fatma and I were
married by proxy. It took much arranging to transport her and her parents to
Java, nor could I immediately get to Sumatra, and I dit not wish to wait any
longer. I suddenly wanted very much to be married. According to Islam the
ceremony is perfectly allowable provided there is bride and something to
represent the groom. I had more than something. I had some one. I sent a
telegram to a close male friend requesting him to personally represent me. He
showed this to parents of Fatma and it was okay. The bridge and my stand-in
went before the KALI and although she was temporarily in Bengkulu and I in
Jakarta, we were now man and wife. In a few weeks, she was able to joint me.”
Bung Karno
tidak banyak bercerita, tidak menjelaskan siapa itu “some one” yang mewakilinya untuk menikah dengan Fatma pada bulan
Juni 1943 tersebut. Dia pun tidak bercerita siapakah yang mengurus masalah itu
dan tidak menyebut-nyebut peranan Samaun Bakry dalam peristiwa romantik itu.
Tapi, Ibu Fatma (setelah menikah dengan Bung Karno berganti nama menjadi Fatmawati)
masih mengenangnya.
Dalam buku
bertajuk Fatmawati Catatan Kecil Bersama
Bung Karno (Bagian I), Fatmawati menulis,
“Di Teluk Betung, kami menginap 10 hari di tempat saudara ibu yang tertua,
menunggu kapal yang akan menyeberangkan kami melalui Selat Sunda. Sebelum naik
kapal, kami mengalami pengeledahan oleh tentara Jepang. Koper-koper diperiksa
semua. Rombongan kami terdiri dari ayah, ibu, saudara Samaun Bakri (Utusan Bung
Karno), paman ibuku, Moh. Kancil (penjahit pakaian Bung Karno waktu di Bengkulu
dan aku sendiri.“
Sementara
itu di buku berjudul Kejayaan dan
Saat-saat Akhir Bung Karno (1978: 68), Fatmawati bertutur pada Ny. Aksar,
istri Dr. Djamil (sahabat Bung Karno semasa ditahan di Bengkulu), tentang
kiriman dari Bung Karno. “Mi, Mi,” seru Fatmawati --yang biasa memanggil Mami
pada Ny. Aksar-- dengan nafas tersengal-sengal, “Saya dapat kiriman nih dari
Bapak (Bung Karno – red).” Sebuah
bingkinan berisi liontin, cincin, lipstik dan bedak kiriman Bung Karno itu
diperlihatkan kepada Ny. Aksar.
“Astaga.
Bukankah Bapak ada di Jakarta?” tanya Ny. Aksar takjub.
“Ya, Bapak
memang ada di Jakarta sekarang dan bingkisan ini disampaikannya lewat Pak Asman
Bakri, kurir Bapak,” sahut Fatmawati.
Fuad Bakry
(anak Samaun Bakry) berpendapat bahwa yang dimaksud “Pak Asman Bakri” dalam
ucapan Fatmawati tersebut adalah Samaun Bakry yang pada masa itu memang sangat
dekat dengan Bung Karno.
Menurut catatan
seorang pengusaha otomotif terkenal di Sumater Barat, HM Rani Ismael, di antara
tokoh yang ikut mengurus perkawinan Bung Karno – Fatmawati adalah Samaun Bakry,
pejuang nasional dari Piaman yang juga kakak dari Kolonel (Pur) Zaidin Bakry.
Tokoh Piaman lainnya (Kayu Tanam) yang turut pula mengurus pernikahan Bung
Karno dengan perempuan asli Bengkulu itu tercatat nama Dokter M. Djamil yang
kini namanya diabadikan di rumah sakit terbesar di Padang: RS Dr. M. Djamil.
Zainun Bakry pun Ikut
Berjuang
Di masa
penjajahan Jepang, dari anak keturunan Bagindo Abu Bakar, tidak hanya Samaun
Bakry yang aktif berjuang. Adik kandung Samaun, Zainun Bakry juga tidak kalah
heroik dan patrioktik dalam berjuang menggapai kemerdekaan Indonesia.
Sedikit
kilas balik, sosok Zainun Bakry termasuk anak yang patuh dan penurut. Di masa
kecil dia juga rajin belajar mengaji bersama ibunya Siti Syarifah. Maklum,
setiap malam rumahnya dijadikan tempat berkumpul dan ibunya mengajari anak-anak
Nagari Kurai Taji mengaji.
Sang ibu
memang menerapkan disiplin yang sangat ketat terhadap semua anaknya. Sebab itu
tidak mengherankan bila dalam usia 7 tahun Zainun telah lancar membaca dan
menulis al-Quran. Zainun sendiri tamat dari Sekolah Rakyat (SR) di usia 13
tahun, tapi tidak dapat melanjutkan ke sekolah tingkat yang lebih tinggi karena
ketiadaan biaya serta situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan di masa itu.
Zainun
termasuk figur anak yang membanggakan. Di masa remaja, dia disenangi banyak
orang, baik tua ataupun muda, laki-laki ataupun perempuan. Setelah menamatkan
pendidikan di tingkat SR dia aktif dalam bermacam-macam kegiatan pemuda di nagarinya.
Zainun juga
sangat kreatif. Ide-idenya cemerlang. Misalkan suatu ketika dia pernah membuat
alat tenun dari kayu. Dari alat tenun itu benang bisa menjadi selembar kain.
Hingga kemudian tenun kain tersebut dijadikannya usaha. Sayangnya, gara-gara
keterbatasan modal, usaha tenun kainnya pun terhenti.
Tidak cukup
sebatas membuat alat tenun kain, Zainun membuat pula usaha penyamakan kulit
sapi dan kambing. Setelah itu juga pernah membuat sabun cuci dari abu dapur.
Nurbahri,
putra Zainun Bakri, mengatakan bahwa ayahnya itu memang sangat kreatif. “Waktu
kecil, saya pernah diperlihatkan alat tenun yang terbuat dari kayu itu. Juga
sepotong kulit sapi yang sudah disamak. Bahkan
oleh Zainab, saudara saya, pernah diperagakan bagaimana cara membuat
sabun dari abu dapur,” tutur Nurbahri
Tahun 1938,
Zainun Bakri disuruh oleh ibunya pergi ke Bengkulu (Bengkulen) untuk menemui
mengajak pulang kakaknya, Samaun Bakri. Katanya, sang ibu telah sangat rindu
dengan Samaun. Namun tak berapa lama di Bengkulu, Zainun jatuh sakit. Dia
mengalami penyakit yang sangat aneh. Kedua lututnya bengkak membesar. Karena
setelah dibawa ke dokter dan diobati tidak sembuh-sembuh juga, akhirnya Zainun
dibawa pulang ke Nagari Kurai Taji. Di nagarinya itu dia langsung diobati dan
beberapa lama kemudian sembuh.
Dua tahun
kemudian, tahun 1940, Zainun dijodohkan dengan anak mamaknya yang bernama Siti
Berau yang berasal dari Sungai Laban. Dari pernikahan tersebut, tahun 1942 mereka dikarunia seorang putra yang diberi
nama Nurbahri, yang artinya “Cahaya
Laut”.
Kedatangan
balatentara Jepang ke ranah Minang menjadi awal perjuangan Zainun Bakri. Meski
memiliki postur tubuh yang kecil tapi Zainun seorang pemberani. Keberaniannya
dibuktikan ketika para pejuang tengah menghadapi balatentara Jepang—saat menjelang
kejatuhan kekaisaran Jepang. Saat itu Zainun melihat, di garis depan, para
pejuang kita kekurangan senjata api. Itu tentu tidak boleh dibiarkan karena
akan mati konyol. Lalu Zainun mempunyai ide untuk merampok gudang persenjataan
Jepang yang berada di lapangan terbang Paguh Duku. Dengan bantuan beberapa
orang pemuda yang berani-berani, mereka merampok persenjataan Jepang. Pada
keesokan harinya, para pejuang yang berada di garis depan pun telah memegang
persenjataan yang sangat lengkap.
Di bidang
perbekalan atau ransum, Zainun juga berupaya sekuat tenaga mengumpulkan bantuan
berupa apa saja dari masyarakat untuk dikirim ke garis depan. Sepanjang era
revolusi fisik, sekitar tahun 1946-1949 (aksi revolusi), jika tentara berjuang
di garis depan, maka Zainun adalah pejuang yang rela dan bersedia berkorban
mempertahankan proklamasi kemerdekaan yang telah diproklamirkan 17 Agustus 1945
di Jakarta
Di mata
Belanda, Zainun Bakry dicap sebagai penjahat, pembohong dan penipu yang harus
dimusnahkan dari muka bumi. Dia menjadi orang yang paling dicari oleh Belanda,
lebih-lebih dengan keberaniannya menangkap orang-orang yang disinyalir berkhianat
kepada bangsa. Mereka ditangkap dan diserahkan kepada para pejuang di garis
depan agar tidak akan kembali lagi ke rumahnya.
Belanda
benar-benar geram terhadap daya juang Zainun. Tidak henti-hentinya setiap siang
dan malam para serdadu Belanda datang ke rumah ibunya Siti Syarifah untuk
menanyakan keberadaan Zainun. Para penjajah itu masuk ke dalam rumah memeriksa
dan mengobrak-abrik seluruh isi kamar sampai-sampai memanjat ke atas loteng hanya
untuk mencari Zainun.
Sebab itu,
seluruh benda berupa apa saja yang berhubungan dengan Zainun --seperti
surat-surat, foto dan lukisan yang pernah dibuat dengan tangannya sendiri
termasuk pakaiannya-- dimasukkan oleh ibunya ke dalam sebuah koper besi dan
dipendam ke dalam tanah.
Sampai
akhirnya Zainun tewas diberondong peluru. Menurut pengisahan Mak Adang Kabut,
sahabat dekat Zainun, kepada Nurbahri, Zainun dihabisi oleh serdadu Belanda
pada Jumat, 19 September 1949, selesai melaksanakan sholat Jumat di Masjid Raya
Silaban. Ketika para jamaah telah pulang, tinggallah tiga sahabat karib: Zainun,
Mak Adang Kabut dan Mak Fiari. Mereka tidak segera keluar masjid karena
menunggu ibunya Zainun yang telah berjanji akan mengantarkan ransum makan siang
hari itu.
Di luar,
udara mendung dan sekali-kali gerimis. Itu membuat mereka tambah betah untuk
duduk berlama-lama di dalam masjid sambil ngobrol membicarakan hal-hal penting,
menyusun rencana dan strategi perjuangan hari-hari ke depan.
Tiba-tiba
saja Zainun menepuk paha kiri Mak Adang Kabut sembari menunjuk ke arah jalan raya yang hanya berjarak kira-kira
30 meter dari masjid sambil berkata, ”Itu si Taroki Mairingau Padati!”
Sebagaimana
diketahui Taraki adalah urang awak yang menjadi kaki tangan Belanda.
“Berani-beraninya dia lewat di depan kita. Tunggu di sini, biar saya hajar,”
kata Zainun sambil berlari keluar.
Zainun
langsung berteriak, “Hai Taroki, buang padati ang a nan ang baok tu?” Namun Taroki justru balik berteriak dengan
menyebut ada orang jahat kepada serdadu Belanda yang berada di dalam pedati. Serta
merta sepasang kepala bule nongol dari balik dinding pedati dengan mengacungkan
senjata laras panjang ke tubuh Zainun yang tengah berdiri di pinggir jalan.
Tanpa menunggu lama-lama, serdadu itu langsung menembakkan peluru panas ke
Zainun.
Terakhir
diketahui bahwa serdadu bule yang menembak Zainun itu bernama Yan List Town,
kepala pasukan Belanda di Pauh Kambar. Kata Mak Kabut, “Saya tidak lagi tahu
apa yang terjadi setelah itu, karena saya dan Mak Fiari lari berpencar
menyelamatkan diri masing-masing.”
Mendengar
suara letusan senapan, para warga di sekitar pun bersembunyi di rumah
masing-masing.
Setelah
berhasil menembak Zainun, pedati Taroki cepat-cepat berlalu ke arah Nagari Kurai
Taji. Sementara sebagian ibu-ibu ada yang memberanikan diri melihat apa yang
terjadi. Namun mereka hanya bisa saling bertanya antara yang satu dan yang
lain.
Dua jam berselang,
ibu-ibu kembali lari bersembunyi ke dalam rumah gara-gara mendengar suara
konvoi serdadu Belanda dengan persenjataan lengkap diiringi beberapa ekor
anjing pelacak. Para ibu yang bermental kuat berusaha mengintip dari balik
jendela masing-masing untuk melihat apa sebenarnya yang sedang terjadi.
Konvoi
serdadu Belanda itu berhenti tepat di mana sebelumnya padati Taroki berhenti.
Sepasukan serdadu NICA --diiringi beberapa orang pengkhianat-- turun mengiringi
langkah anjing pelacak. Dan tidak lama berlalu, anjing-anjing pelacak itu telah
menemukan tubuh Zainun di tengah sawah. Dia telah terbaring tak berdaya karena
lututnya robek ditembus peluru.
Dalam
keadaan masih hidup dan sadar, tubuh Zainun langsung diseret oleh beberapa ekor
anjing ke tepi pematang dengan diiringi sorak-sorai kemenangan sejumlah serdadu
dan kaum pengkhianat. Serdadu itu pun menyeret tubuh Zainun ke atas sebidang
rumput yang agak luas. Sekali lagi, Zainun ditembak.
Tindakan
sadis itu belumlah cukup. Kemudian majulah ke depan seorang pengkhianat bangsa
yang bernama Daud Gadah, menenteng sebilah pedang panjang dengan gagah
beraninya. Daud Gadah langsung mengayunkan pedang ke tubuh Zainun secara
membabi-buta dan biadab. Setelah puas menghabisi nyawa rivalnya, Daud
merenggutnya secara bengis dan kasar sehelai kain sarung yang telah sobek-sobek
dan berlumuran darah yang sedari melilit tubuh Zainun, sebagai bukti bahwa dia
telah berhasil membunuh orang ‘jahat’ yang paling dicari selama ini.
Jasad
Zainun pun langsung dibawa ke Kurai Taji. Dalam perjalanan antara Silaban dan
Kurai Taji, Daud Gadah selalu melambai-lambaikan kain sarung yang berlumuran
darah itu sambil berteriak-teriak, “Zainun lah den bunuh.” Berulang-ulang di
meneriakkan itu.
Dan tepat
di pendakian Pagal Duka, konvoi serdadu itu sengaja berhenti untuk memberitahu Bunda
Syarifah bahwa Zainun telah mati dibunuh. Betapa hancurnya hati Bunda Syarifah
yang baru saja kehilangan putra tersayang Samaun Bakry, lalu harus melihat
putra keduanya Zainun mati secara sadisdi tangan pengkhianat.
Jenazah
Zainun yang sudah tidak utuh itu digotong oleh orang para sahabat dan kerabat
ke atas rumah kayu Siti Berau (istri Zainun). Riuh suara ratap tangis anak
manusia pun terdengar. Dengan pakaian yang lekat di badannya, Zainun
dibaringkan ke dalam sebuah lahat persis
di belakang rumah di Sungai Laban, Nagari Kurai Taji, Kecamatan Nan Sabaris.
Zainun meninggal pada usia 31 tahun dengan meninggalkan istri (Siti Berau) dan
dua anak (Nurbahri dan Tri Murni). Siti Berau meninggal pada 7 Juni 2009.
Kini
setelah 64 tahun berlalu jasadnya tegolek tenang di dalam pusara tanpa nisan
tidak ada pagar tidak ada batu nisan, yang ada hanyalah seonggok tanah merah
yang diselimuti semak belukar nun di sana di belakang rumah Nurbahri. Bagi
Nurbahri, hanya ada satu pertanyaan, ”Beginikah caranya bangsa ini menghargai
suatu perjuangan?” ***
No comments:
Post a Comment