Untuk mencapai Universal Health
Coverage pada 2019.
Salah satu
tujuan pelaksanaan BPJS Kesehatan adalah menggelar layanan kesehatan bagi
seluruh rakyat Indonesia atau mencapai Universal Health Coverage (UHC). Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Armida Alisjahbana, mengatakan
lewat BPJS Kesehatan pemerintah menargetkan UHC tercapai pada 2019. Dalam waktu
waktu singkat para pemangku kepentingan harus melakukan upaya nyata untuk
mencapai target. Karena itu Pusat dan daerah harus bersinergi.
Dalam
rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) di bidang kesehatan, salah
satu yang disasar pemerintah adalah persiapan pelaksanaan BPJS Kesehatan
sebagai implementasi dari SJSN. Menurut Armida, RPJMN periode 2010-2014 itu
rampung disusun sebelum UU BPJS diterbitkan. Dalam rancangan itu, ada sejumlah
hal yang harus dilakukan. Antara lain penguatan pelayanan kesehatan promotif
dan preventif, penguatan regulasi seperti tarif, rujukan, informasi dan
transformasi.
Ditambahkan
Armida, dalam pembangunan itu pembagian kewenangan pemerintah pusat dan daerah
harus diperkuat. Misalnya, Pemda menyiapkan fasilitas dan tenaga kesehatan.
Lalu, dukungan dana operasional pelayanan kesehatan. “Mendorong komitmen daerah
(provinsi/kabupaten/kota),” katanya dalam acara Integrasi Jamkesda Dalam SJSN
dan Persiapan Peluncuran BPJS di Jakarta, Selasa (17/12).
Armida
menjelaskan kesiapan itu harus dilakukan untuk menghadapi permintaan atas
pelayanan kesehatan dari peserta. Seperti Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan
dasar dan RS milik pemerintah selaku penyedia pelayanan kesehatan rujukan. Juga
tenaga kesehatan seperti dokter umum dan gigi, bidan serta perawat. Dalam
memantau persiapan pelaksanaan BPJS Kesehatan, Armida mengatakan Wapres
Boediono sudah melakukan pengecekan ke lapangan. Walau begitu Wapres akan melakukan
cek ulang ke lapangan untuk memastikan persiapan itu berjalan baik sebelum BPJS
Kesehatan diluncurkan 1 Januari 2014.
Terkait
anggaran, Armida menandaskan untuk tahun depan pemerintah telah mengalokasikan
subsidi iuran bagi peserta golongan PNS, POLRI, TNI dan penerima bantuan iuran
(PBI). Total anggaran yang dialokasikan dari APBN mencapai Rp28,3 triliun.
Selain itu pemerintah juga mengangarkan dana untuk peningkatan pelayanan dan
fasilitas kesehatan.
Untuk
mencapai UHC, Armida mengatakan penting untuk mengintegrasikan program Jamkesda
ke BPJS Kesehatan. Menurutnya integrasi itu bukan hanya mengalihkan peserta,
tapi juga sinergisitas dalam memenuhi kebutuhan fasilitas dan tenaga kesehatan
di daerah.
Bagi
Armida, Jamkesda penting untuk diintegrasikan ke BPJS Kesehatan karena Jamkesda
sifatnya berdiri sendiri dan anggarannya diambil dari APBD. Sehingga
pelaksanaan Jamkesda tergantung pada komitmen Pemda. Serta ketersediaan dana,
bukan berdasarkan aktuaria. Payung hukum pelaksanaan Jamkesda pun dirasa tidak
jelas dan manfaat yang diterima peserta di berbagai daerah berbeda-beda.
Sesuai
dengan peta jalan BPJS Kesehatan, Armida mengatakan pada tahun 2016 integrasi
Jamkesda ditargetkan tuntas. Ia menghitung waktu efektif yang tersedia untuk
menyiapkan integrasi itu hanya 2 tahun. Jangka waktu tersebut menurut Armida
sangat singkat sehingga menuntut pihak terkait bekerja keras. “Jadi kita harus
upayakan (integrasi Jamkesda,-red) agar sistematis dan berjalan baik,”
paparnya.
Atas dasar
itu dalam mengintegrasikan Jamkesda ke BPJS Kesehatan Armida mengusulkan
beberapa langkah. Yaitu pada tahun 2014 harus dilakukan analisa dan pemetaan.
Seperti mengidentifikasi potensi kepesertaan yang disponsori APBD. Untuk
melakukan hal itu perlu triangulasi dengan data calon PBI dari pemerintah
pusat. Kemudian, identifikasi keseriusan daerah untuk bergabung dengan BPJS
Kesehatan. Serta pemetaan kapasitas fiskal.
Setelah itu
pada 2015-2016, Armida berharap terjadi proses transfer peserta Jamkesda ke
BPJS Kesehatan. Mengingat pelaksanaan Jamkesda sangat variatif, maka proses
integrasi tidak dapat dilakukan dengan satu cara. Misalnya, Jamkesda yang
selama ini dikelola PT Askes tergolong mudah diintegrasikan karena yang
dibutuhkan hanya penyesuaian besaran iuran. Tapi untuk Jamkesda yang dikelola
oleh badan hukum selain PT Askes maka proses migrasi dilakukan secara bertahap.
Tak
ketinggalan Armida juga mengusulkan agar dibentuk rencana aksi guna menjalankan
konsep tersebut. Ia melihat DJSN sangat berperan mematangkan rencana itu.
Sehingga dapat dibentuk rencana aksi yang lebih detail dan kongkrit terkait
integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Menurutnya, proses integrasi itu
membutuhkan koordinasi yang kuat antara pusat dan daerah. “Jadi antara pusat
dan daerah harus bersinergis. Baik soal penganggaran dan lainnya,” tuturnya.
Sementara
Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, Yuswandi A Tumenggung, mengatakan selama ini
sudah dilakukan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah di bidang
kesehatan. Misalnya, pemerintah pusat menyelenggarakan program Jamkesmas,
Jampersal dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Sedangkan pemerintah daerah
menggelar program Jamkesda yang ditujukan untuk masyarakat daerah yang tidak
tercakup Jamkesmas. Kemudian, membangun Puskesmas, RS dan pengadaan alat
kesehatan. Ia mencatat dalam kurun 2011-2013, APBD yang dialokasikan untuk
bidang kesehatan di setiap daerah rata-rata mendekati 10 persen.
Menjelang
2014, Yuswandi menyebut pemerintah pusat mendorong proses integrasi program
Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Upaya itu telah dituangkan dalam sejumlah peraturan
seperti Permendagri No.27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun
Anggaran 2014. Dalam regulasi itu Pemda dituntut konsisten mengalokasikan
paling sedikit 10 persen APBD untuk bidang kesehatan. Kemudian, SE Mendagri
No.440/8130/SJ tertanggal 13 November 2013 yang intinya memerintahkan Pemda
melakukan percepatan pencairan dana kapitasi dari kas daerah ke Puskesmas atau
RS untuk menunjang kelancaran pelayanan kesehatan.
Selain
pusat dan daerah, Yuswandi menekankan antara pemerintah daerah di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota juga harus memperkuat koordinasi. Khususnya dalam
rangka mengintegrasikan Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Hal itu perlu dilakukan
agar besaran iuran yang ditanggung Pemda paling minim dapat setara dengan
peserta PBI yaitu Rp19.225.
Yuswandi
mengatakan untuk melaksanakan hal tersebut, Pemda harus memperkuat data.
Sehingga dapat diketahui mana warganya yang sudah atau belum tercakup PBI BPJS
Kesehatan. “Jadi penting biar tidak ada tumpang tindih mana yang dibiayai
nasional (pemerintah pusat,-red) dan daerah,” papar Yuswandi.
(www.hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment