Wednesday, December 25, 2013

Jurus Jitu Pensiun Nyaman


Siapa yang tidak ingin panjang umur dan menikmati masa pensiun yang indah, tenang serta nyaman? Semua orang pasti menginginkannya. Hidup mapan dan berkecukupan di masa tua, tanpa harus pusing memikirkan tetek bengek ekonomi lagi, adalah sebuah potongan terakhir lukisan mosaik kehidupan yang didamba setiap persona. Alangkah baiknya jika saat kita memasuki usia sepuh, sudah ada suatu jaminan bagi pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan kebutuhan akan perumahan kita.

Siapa saja boleh bermimpi, namun kenyataannya,  tidak semua orang dianugerahi kesempatan dan kemampuan untuk mendapatkan masa tua yang tenang dan indah. Ada banyak manula yang masih harus bekerja setiap hari, menyeret langkah membanting tulang, sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar. Di antara mereka ada yang memang ditakdirkan untuk menjadi pekerja seumur hidup, tapi banyak juga yang demikian tersiksa karena kesalahannya sendiri dalam mempersiapkan masa pensiun. Misalnya karena boros dan konsumtif di masa muda.

Salah dalam mempersiapkan masa pensiun, adalah hal yang benar-benar harus dihindari. Sebab, bila hal ini terjadi, maka akan sangat sulit untuk kembali menata ulang dari awal, mengingat kemampuan fisik yang semakin merapuh dan waktu yang tidak lagi banyak.

Bila anda bukanlah seorang  pegawai, maka waktu terbaik memulai investasi untuk masa pensiun adalah pada umur 30 tahun. Bila hal ini dilakukan, maka akan ada rentang waktu yang cukup untuk membuat persiapan yang matang bagi terwujudnya sebuah masa pensiun yang berkualitas.

Bentuk persiapan investasi terbaik tentunya adalah dalam bentuk tabungan. Dan tabungan itu bisa berupa logam mulia. Logam mulia (emas) adalah investasi jangka panjang yang aman dan bisa di cicil. Investasi yang lainnya adalah dalam bentuk Dolar atau Euro.

Mengapa bukan tabungan biasa dalam Rupiah? Maaf, bukannya tidak nasionalis, tetapi pengalaman menunjukkan bahwa menabung dalam rupiah sering kali  merugikan, akibat inflasi yang lebih besar dari pada gain yang didapat. Untuk bahan perbandingan saja, dulu uang jajan sekolah saya rp.10. Sekarang uang jajan sekolah anak saya, yang kecil, rp.5.000.- Artinya, dalam dalam masa 33 tahun, ada inflasi sebesar lima ratus kali lipat. Walah !

Karena itu,  berinvestasi jangka panjang dalam bentuk emas, adealah lebih aman, karena emas adalah benda jual yang sama sekali tidak mengalami inflasi. paling-paling hanya fluktuasi harga, yang tak seberapa besar pengaruhnya.

Atau, anda mau pilih simpan rupiah dalam deposito berjangka? Terserah anda saja. Yang penting, saat-saat tubuh masih kuat dan keuangan masih berjaya, janganlah terlena, janganlah lupa untuk menabung. Biar sedikit tetapi nalar, maka kelak akan menuai hasil yang manis di hari tua.

***

Jujur saja, saya sudah termasuk orang yang agak salah dalam mempersiapkan masa pensiun. Sebagian dana persiapan masa pensiun, saya belikan tanah daratan kering. Lokasinya tepat di antara pemukiman warga dengan peladangan. Tidak luas, cuma sekira 4.000 meter persegi. Waktu saya beli sepuluh tahun yang lalu, harganya 30 jutaan. Sekarang sudah senilai 150 jutaan. Mungkin lebih. Sebenarnya, bila tanah itu dijual lalu uangnya dibelikan lahan yang sedikit lebih ke dalam, maka bisa didapatkan tanah yang luasnya tiga kali lipat. Tapi saya sayang pada lahan secuil ini, karena tepat di depan tanah itu, jalannya sudah besar dan bagus, juga ada jaringan PLN. Di samping itu, air tanahnya juga bening dan rasanya enak, sehingga memenuhi syarat jika kelak dijadikan kawasan pemukiman.

Lahan itu saya tanami kelapa sawit. Nah, disinilah salahnya. Kelapa sawit ternyata bukanlah tanaman untuk lahan sempit. Kelapa sawit sejatinya adalah tanaman untuk lahan yang luas dan/atau lahan yang tidak dapat ditanami jenis tanaman lain yang lebih produktif. Jujur saja, saat ini uang hasil penjualan tandan buah segar (TBS) sawit dari lahan saya itu rerata hanya sekitar rp.800.000/bulan. Itu masih harus dipotong biaya pembelian pupuk, racun rumput, upah panen dan lain-lain yang rerata perbulannya adalah rp.120.000.

Saat ini hasil yang sedikit itu belum terlalu mengganggu keuangan keluarga karena bisnis Bridal and Wedding Party Creator yang saya jalankan masih lumayan bagus.

Tetapi, pebisnis mana pun pasti tahu, bahwa hasil yang kurang dari rp.700.000/bulan dari lahan itu adalah sangat tidak sesuai dengan kapital awal (harga tanah) yang lebih dari rp.150 juta. Karena itu, saya harus mengganti varian tanaman di lahan sempit itu! Tetapi haruslah jenis yang bisa di tanam di sela pohon sawit. Bila nanti ia sudah berproduksi, tidaklah mengapa pohon kelapa sawitnya ditebang.

Tapi, tanaman jenis apa yang hasilnya bisa sepuluh kali lipat dibandingkan kelapa sawit, dapat ditanam di sela pohon yang sudah tinggi, dan masa produksinya bisa lebih dari lima belas tahun? Tanaman pohon apa pula yang pengelolaannya dapat menyerap tenaga kerja paling banyak, menghasilkan oksigen yang juga banyak, akarnya sungguh banyak sehingga dapat menyimpan air serta menahan erosi, dan pada akhir usianya memberikan bahan pangan bagi manusia? Tanaman apakah yang seluruh bagian tubuhnya bisa berguna dan tidak menjadi limbah?

Setelah guling-guling gugling pas malam Jum’at Kliwon, ditemukanlah satu kandidat kuat yang akan menggantikan tanaman sawit di lahan sempit milik saya itu. Nama tanamannya : arenga pinnata merr, alias aren alias enau alias bargat.

Wow, tanaman ini tidak asing! Bahkan sangat akrab dengan kehidupanku di masa lalu. Dulu ada beberapa pohon aren yang tumbuh dengan sendirinya di samping rumah. Dan saya pernah menjadi tukang membuat kolang-kaling, salah satu hasil sampingan dari tanaman aren. Koq tidak terpikir ya?

Tapi tentu saja keputusan tidak bisa diambil tanpa riset yang lebih mendalam di lapangan. Data-data di dunia maya tidak boleh ditelan mentah-mentah begitu saja, apalagi jika kemudian dipraktekkan langsung. Harus ada bahan pembanding dari dunia nyata!

Saya pun melakukan beberapa wawancara kepada beberapa orang yang kebetulan berprofesi sebagai penyadap dan pengolah hasil pohon aren. Singkat cerita, kesimpulan dari hasil melakukan wawancara itu adalah : satu pohon aren yang sudah berproduksi akan menghasilkan uang antara rp.25.000 sampai dengan rp.30.000 per hari. Hasil bersihnya untuk pemilik pohon adalah rp.15.000 sampai dengan rp.20.000/pohon/hari.

Persentase pohon produksi adalah 50%, sehingga pemilik 100 pohon aren akan memperoleh penghasilan bersih minimal 15.000×50= rp.750.000,- setiap harinya. Seratus pohon aren dapat tumbuh dengan baik pada lahan darat kering seluas lahan milik saya.

Saya pikir, uang rp.750.000 per hari sudah lebih dari cukup untuk menupang masa pensiun yang nyaman buat saya kelak. Mungkin juga bisa untuk membiayai dana perjalanan suci, impian setiap muslim, yakni naik haji ke Makkah al Mukaromah, buat saya berdua dengan istri tercinta.

Saya, seperti anda juga, tentu selalu ingin membahagiakan keluarga. Bagi saya, yang paling penting adalah ingin membahagiakan istri saya, yang telah berpeluh berderai air mata, bersama saya berjuang sepanjang hidup. Saya pastinya ingin melihat istri saya, yang sudah menua namun tetap cantik dan indah itu, dapat tersenyum bahagia. Kebahagiaan yang indah setelah melewati pertarungannya yang luar biasa panjang dan melelahkan.

Untuk mewujudkan semua impian itu, saya pun kini menyemaikan bibit aren seratus lima puluh pohon di samping rumah. Lima bulan lagi akan saya tanam di ladang, Insya Allah hasilnya bisa untuk mengamankan masa pensiun saya nantinya.

Saya tidak tahu, apakah saya seberuntung itu, atau mungkin juga besok saya sudah tidak bernyawa lagi. Namun, persiapan terbaik tetaplah harus direncanakan, dan dilakukan.

Jika pun saya tak cukup umur untuk menikmati hasil dari pohon aren tanaman tangan saya, mungkin anak cucu yang akan bahagia mendapat limpahan hasilnya.

Saya hanya berusaha, selebihnya, berdoa dan berserah kepada sang maha pencipta.

Hasbunallah wa nikmal wakil.

Wasalam, selamat berbuka puasa wahai sahabatku.

Sayangilah sesama makhluk, dan bersegeralah berbagi sepenuh keikhlasan.

Insya Allah hidup berkah.
(bang pilot, http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ sebagaimana dipublikasikan oleh http://ekonomi.kompasiana.com)

No comments:

Post a Comment