Siapa yang tidak ingin panjang umur dan menikmati masa pensiun yang indah, tenang serta nyaman? Semua orang pasti menginginkannya. Hidup mapan dan berkecukupan di masa tua, tanpa harus pusing memikirkan tetek bengek ekonomi lagi, adalah sebuah potongan terakhir lukisan mosaik kehidupan yang didamba setiap persona. Alangkah baiknya jika saat kita memasuki usia sepuh, sudah ada suatu jaminan bagi pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan kebutuhan akan perumahan kita.
Siapa saja
boleh bermimpi, namun kenyataannya,
tidak semua orang dianugerahi kesempatan dan kemampuan untuk mendapatkan
masa tua yang tenang dan indah. Ada banyak manula yang masih harus bekerja
setiap hari, menyeret langkah membanting tulang, sekedar untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang paling mendasar. Di antara mereka ada yang memang
ditakdirkan untuk menjadi pekerja seumur hidup, tapi banyak juga yang demikian
tersiksa karena kesalahannya sendiri dalam mempersiapkan masa pensiun. Misalnya
karena boros dan konsumtif di masa muda.
Salah dalam
mempersiapkan masa pensiun, adalah hal yang benar-benar harus dihindari. Sebab,
bila hal ini terjadi, maka akan sangat sulit untuk kembali menata ulang dari
awal, mengingat kemampuan fisik yang semakin merapuh dan waktu yang tidak lagi
banyak.
Bila anda
bukanlah seorang pegawai, maka waktu
terbaik memulai investasi untuk masa pensiun adalah pada umur 30 tahun. Bila
hal ini dilakukan, maka akan ada rentang waktu yang cukup untuk membuat
persiapan yang matang bagi terwujudnya sebuah masa pensiun yang berkualitas.
Bentuk
persiapan investasi terbaik tentunya adalah dalam bentuk tabungan. Dan tabungan
itu bisa berupa logam mulia. Logam mulia (emas) adalah investasi jangka panjang
yang aman dan bisa di cicil. Investasi yang lainnya adalah dalam bentuk Dolar
atau Euro.
Mengapa
bukan tabungan biasa dalam Rupiah? Maaf, bukannya tidak nasionalis, tetapi
pengalaman menunjukkan bahwa menabung dalam rupiah sering kali merugikan, akibat inflasi yang lebih besar
dari pada gain yang didapat. Untuk bahan perbandingan saja, dulu uang jajan
sekolah saya rp.10. Sekarang uang jajan sekolah anak saya, yang kecil,
rp.5.000.- Artinya, dalam dalam masa 33 tahun, ada inflasi sebesar lima ratus
kali lipat. Walah !
Karena
itu, berinvestasi jangka panjang dalam
bentuk emas, adealah lebih aman, karena emas adalah benda jual yang sama sekali
tidak mengalami inflasi. paling-paling hanya fluktuasi harga, yang tak seberapa
besar pengaruhnya.
Atau, anda
mau pilih simpan rupiah dalam deposito berjangka? Terserah anda saja. Yang
penting, saat-saat tubuh masih kuat dan keuangan masih berjaya, janganlah
terlena, janganlah lupa untuk menabung. Biar sedikit tetapi nalar, maka kelak
akan menuai hasil yang manis di hari tua.
***
Jujur saja,
saya sudah termasuk orang yang agak salah dalam mempersiapkan masa pensiun.
Sebagian dana persiapan masa pensiun, saya belikan tanah daratan kering.
Lokasinya tepat di antara pemukiman warga dengan peladangan. Tidak luas, cuma
sekira 4.000 meter persegi. Waktu saya beli sepuluh tahun yang lalu, harganya
30 jutaan. Sekarang sudah senilai 150 jutaan. Mungkin lebih. Sebenarnya, bila
tanah itu dijual lalu uangnya dibelikan lahan yang sedikit lebih ke dalam, maka
bisa didapatkan tanah yang luasnya tiga kali lipat. Tapi saya sayang pada lahan
secuil ini, karena tepat di depan tanah itu, jalannya sudah besar dan bagus,
juga ada jaringan PLN. Di samping itu, air tanahnya juga bening dan rasanya
enak, sehingga memenuhi syarat jika kelak dijadikan kawasan pemukiman.
Lahan itu
saya tanami kelapa sawit. Nah, disinilah salahnya. Kelapa sawit ternyata
bukanlah tanaman untuk lahan sempit. Kelapa sawit sejatinya adalah tanaman
untuk lahan yang luas dan/atau lahan yang tidak dapat ditanami jenis tanaman
lain yang lebih produktif. Jujur saja, saat ini uang hasil penjualan tandan buah
segar (TBS) sawit dari lahan saya itu rerata hanya sekitar rp.800.000/bulan.
Itu masih harus dipotong biaya pembelian pupuk, racun rumput, upah panen dan
lain-lain yang rerata perbulannya adalah rp.120.000.
Saat ini
hasil yang sedikit itu belum terlalu mengganggu keuangan keluarga karena bisnis
Bridal and Wedding Party Creator yang saya jalankan masih lumayan bagus.
Tetapi,
pebisnis mana pun pasti tahu, bahwa hasil yang kurang dari rp.700.000/bulan
dari lahan itu adalah sangat tidak sesuai dengan kapital awal (harga tanah)
yang lebih dari rp.150 juta. Karena itu, saya harus mengganti varian tanaman di
lahan sempit itu! Tetapi haruslah jenis yang bisa di tanam di sela pohon sawit.
Bila nanti ia sudah berproduksi, tidaklah mengapa pohon kelapa sawitnya ditebang.
Tapi,
tanaman jenis apa yang hasilnya bisa sepuluh kali lipat dibandingkan kelapa
sawit, dapat ditanam di sela pohon yang sudah tinggi, dan masa produksinya bisa
lebih dari lima belas tahun? Tanaman pohon apa pula yang pengelolaannya dapat
menyerap tenaga kerja paling banyak, menghasilkan oksigen yang juga banyak,
akarnya sungguh banyak sehingga dapat menyimpan air serta menahan erosi, dan
pada akhir usianya memberikan bahan pangan bagi manusia? Tanaman apakah yang
seluruh bagian tubuhnya bisa berguna dan tidak menjadi limbah?
Setelah
guling-guling gugling pas malam Jum’at Kliwon, ditemukanlah satu kandidat kuat
yang akan menggantikan tanaman sawit di lahan sempit milik saya itu. Nama
tanamannya : arenga pinnata merr, alias aren alias enau alias bargat.
Wow,
tanaman ini tidak asing! Bahkan sangat akrab dengan kehidupanku di masa lalu.
Dulu ada beberapa pohon aren yang tumbuh dengan sendirinya di samping rumah.
Dan saya pernah menjadi tukang membuat kolang-kaling, salah satu hasil
sampingan dari tanaman aren. Koq tidak terpikir ya?
Tapi tentu
saja keputusan tidak bisa diambil tanpa riset yang lebih mendalam di lapangan.
Data-data di dunia maya tidak boleh ditelan mentah-mentah begitu saja, apalagi
jika kemudian dipraktekkan langsung. Harus ada bahan pembanding dari dunia
nyata!
Saya pun
melakukan beberapa wawancara kepada beberapa orang yang kebetulan berprofesi
sebagai penyadap dan pengolah hasil pohon aren. Singkat cerita, kesimpulan dari
hasil melakukan wawancara itu adalah : satu pohon aren yang sudah berproduksi
akan menghasilkan uang antara rp.25.000 sampai dengan rp.30.000 per hari. Hasil
bersihnya untuk pemilik pohon adalah rp.15.000 sampai dengan
rp.20.000/pohon/hari.
Persentase
pohon produksi adalah 50%, sehingga pemilik 100 pohon aren akan memperoleh
penghasilan bersih minimal 15.000×50= rp.750.000,- setiap harinya. Seratus
pohon aren dapat tumbuh dengan baik pada lahan darat kering seluas lahan milik
saya.
Saya pikir,
uang rp.750.000 per hari sudah lebih dari cukup untuk menupang masa pensiun
yang nyaman buat saya kelak. Mungkin juga bisa untuk membiayai dana perjalanan
suci, impian setiap muslim, yakni naik haji ke Makkah al Mukaromah, buat saya
berdua dengan istri tercinta.
Saya,
seperti anda juga, tentu selalu ingin membahagiakan keluarga. Bagi saya, yang
paling penting adalah ingin membahagiakan istri saya, yang telah berpeluh
berderai air mata, bersama saya berjuang sepanjang hidup. Saya pastinya ingin
melihat istri saya, yang sudah menua namun tetap cantik dan indah itu, dapat tersenyum
bahagia. Kebahagiaan yang indah setelah melewati pertarungannya yang luar biasa
panjang dan melelahkan.
Untuk
mewujudkan semua impian itu, saya pun kini menyemaikan bibit aren seratus lima
puluh pohon di samping rumah. Lima bulan lagi akan saya tanam di ladang, Insya
Allah hasilnya bisa untuk mengamankan masa pensiun saya nantinya.
Saya tidak
tahu, apakah saya seberuntung itu, atau mungkin juga besok saya sudah tidak
bernyawa lagi. Namun, persiapan terbaik tetaplah harus direncanakan, dan
dilakukan.
Jika pun
saya tak cukup umur untuk menikmati hasil dari pohon aren tanaman tangan saya,
mungkin anak cucu yang akan bahagia mendapat limpahan hasilnya.
Saya hanya
berusaha, selebihnya, berdoa dan berserah kepada sang maha pencipta.
Hasbunallah
wa nikmal wakil.
Wasalam,
selamat berbuka puasa wahai sahabatku.
Sayangilah
sesama makhluk, dan bersegeralah berbagi sepenuh keikhlasan.
Insya Allah
hidup berkah.
(bang
pilot, http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ sebagaimana dipublikasikan oleh http://ekonomi.kompasiana.com)
No comments:
Post a Comment