Wednesday, January 29, 2014

Jadi Bupati Itu Sebuah Anugerah




Perjalanan hidup memang penuh misteri. Tak seorang pun tahu apa yang hendak terjadi di masa esok. Begitulah kisah kehidupan yang dilewati oleh Bupati Tana Tidung (2010-2015) Undunsyah. Dia tidak pernah bercita-cita jadi seorang pemimpin daerah alias bupati. Dia seolah tahu diri, karir sebagai guru yang cukup cemerlang sudah menjadi garis tangan yang sangat pantas disyukuri. Terlebih dia hanya seorang anak nelayan dari sebuah desa yang jauh dari terkenal dan potensial. Kini dia justru dipercaya memimpin Kabupaten Tana Tidung. Tanggal 18 Januari 2013, Undunsyah genap tiga tahun memimpin Tana Tidung pada periode 2010-2015. Apa dan bagaimana sebagian perjalanan hidupnya, mari kita simak kutipan berikut:


Bagaimana kisah masa kecil Anda?
Saya dilahirkan di Desa Salimbatu, desa tertua di Kabupaten Bulungan. Saya anak kelima dari tujuh bersaudara (4 lelaki dan 3 perempuan). Semua saudara saya masih hidup sih. Haji Fidu, Siti Hajah, Hanafi, Maryatun dan Udin. Tiga (perempuan semua) masih berdomisili di Desa Salimbatu, dua (kakak lelaki) di Tarakan, saya di sini bersama Udin. Saya dari kalangan keluarga yang sangat miskin, nelayan-petani yang tradisional. Sejak lahir sampai sekitar umur tujuh tahun, kondisi masyarakat pada umumnya sangat memprihatinkan. Lahir tanggal 27 Februari 1962.
Di kalangan keluarga, kami tidak dididik secara akademis. Cukup bisa baca tulis bahasa Melayu dan Al Quran. Istilah sekarang, kami tidak mengikuti Paket A. Komunikasi keluarga dengan keluarga lain menggunakan bahasa Arab Melayu. Tapi, kakak saya rata-rata punya pendidikan, mulai yang nomor dua itu sudah berpendidikan SD dan SMP. Ya rata-rata semua lulusan SD. Kakak-kakak saya bisa lulus SMP karena pendidikan kami utamakan. Keluarga menerapkan prinsip pendidikan, kami harus bisa mengaji. Kami bisa lah membaca Al Quran. Yang mengajar orang tua sendiri, karena mamak saya dan kakak biasa mengajar di kalangan keluarga. Sejak sekolah saya mulai diajari ngaji, bukan hanya saya tapi juga warga masyarakat yang dekat dengan rumah tinggal kami. Bapak saya dulu imam di Desa Salimbatu. Saya tidak lupa, anak memang dididik dengan cara seperti itu.
Umur 7 tahun saya pindah dari Salimbatu ke Kota Tarakan, ikut nenek saya yang juga amat sederhana. Dari situlah saya pandai bagaimana menghadapi hidup ini, karena di umur itu bapak saya meninggal. Sekolah SD saya sudah pindah ke Tarakan, lulus SD masuk SMP tetap di Tarakan, SMA lulus di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan. Dari situ saya melanjutkan kuliah di Universitas Mulawarman, 1982-1982 dan tahun 1986 saya lulus. Tahun 1987 saya jadi pengajar SMEA di Tarakan. Pendidikan saya dan organisasi ada di sana.
Namun dalam situasi mahasiswa, saya sempat ikut beberapa organisasi seperti PMII, bahkan sekarang saya menjadi ketua alumni PMII. Di masa mahasiswa itu saya tahu organisasi, masa itu kan senengnya ngumpul-ngumpul. Pernah sekretaris di PMII, selanjutnya organisasi di senat dan BPM. Saya pernah jadi ketua, koordinator organisasi. Inilah yang mengajari saya hidup. Saya belajar menjadi kader dari organisasi-organisasi ini. Beitu jadi pegawai, saya masuk ke organisasi, kalau gak jadi sekretaris ya ketua.
PNS saya tuh tahun 1988 dan tahun 1988 itu pula saya menikah dengan isteri saya. Saya ketemu isteri, saya masih berumur 18 tahun. Saya salah satu pengajardi lembaga pendidikan SPG, menurut saya begitu ada kecocokan ya menikah. Begitu ia lulus SPG langsung saya menikah, saya sendiri waktu itu sudah pegawai. Isteri saya orang asli Tana Tidung, Desa Bebatu, keluarganya di sana. Orangtua lelaki isteri saya orang Jawa Timur.
Pelajaran apa yang Anda peroleh dari organisasi?
Dari organisasi, di antaranya saya belajar berinteraksi dengan oranglain. Yang kedua, belajar menjadi seorang pemimpin. Karena di organisasiini kita tidak dibayar, tidak dikasih apa-apa. Tapi kalau organisasi itu kita lakoni maka kepemimpinan kita akan terbentuk lewat organisasi. Pembentukan saya, karena saya lakoni, maka saya terbentuk lewat organisasi itu. Saya bisa berinteraksi dengan orang lain, berkomunikasi dengan siapa saja. Itu tidak ada kelas, kita berani ngomong dengan siapa saja. Kita biasa hadapi situasi apapun di organisasi.
Dalam dunia kerja, saya gak terlalu canggung lagi. Itulah, dengan organisasi manfaatnya sangat besar untuk membentuk saya kader ke depannya.
Apa motivasi Anda masuk organisasi?
Saya memang ada keinginan masuk organisasi. Sejak SMP dan SMA saya sudah masuk organisasi sekolah. Mulai dari pelajar sampai mahasiswa, saya sudah belajar di organisasi. Pernah jadi ketua kelas, ketus OSIS, macam-macam pengalaman. Mulai dari SMP, SMA sampai perguruan tinggi sudah ada di organisasi. Jadi saya organisasi bukan karena melihat orang lain. Sudah diawali, saya pun gak tahu itu merupakan garis atau janji Allah, memang saya sudah dibentuk sejak dari SMP, bahkan di SD sudah jadi ketua kelas.
Apa sebenarnya cita-cita awal Anda?
Jadi bupati ini sebuah anugerah. Saya kemarin itu begitu jadi guru, saya kan awalnya tenaga pengajar sekolah di Tarakan. Awalnya tidak ada pemikiran menjadi bupati, menjadi kepala dinas saja tidak ngimpi-ngimpi.  
Saya bekerja, punya filosofi: disiplin, jujur dan punya semangat. Punya motivasi itu saja. Jadi apa pun pekerjaan itu, ya saya kerjakan, tidak pernah mengharapkan suatu imbalan. Saya gantungkan pada Allah SWT. Itu saja yang saya lakukan. Kemungkinan hal inilah yang dilihat oleh Haji Yusuf SK sebagai Walikota Tarakan menunjuk saya menjadi Kepala Dinas Pariwisata. Karir guru kan biasanya jadi kepala sekolah, penilik, jadi kepala sekolah naik mobil sudah seneng. Impian itu yang hanya sebatas itu, gak ada impian lain-lain.
Selama jadi guru sejak 1988 sampai 1999, saya pernah beberapa kali mengikuti tes calon kepala sekolah, pernah ikut diklat kepala sekolah, pernah ditawari menjadi kepala sekolah. Tapi, saya tidak pernah mau menerima tawaran untuk menjadi kepala sekolah. Menurut saya, menjadi PNS dan sarjana ini sebuah loncatan, dari keluarga miskin yang tidak tahu apa-apa kemudian menjadi guru. Di kalangan keluarga, saya pikir sudah cukup lumayan. Sempat ditawari jadi kepala sekolah di SMA 2 Tanjung Selor tahun 1977, saya gak mau, terlalu jauh. Saya lebih senang di Tarakan. Jadi gak ada mimpin jadi bupati, kepala dinas saja tidak. Teman-teman seangkatan paling kepala sekolah. Ada keinginan tapi kan suatu hal yang tidak mungkin.
Awal 1999, 6 Januari, saya dilantik jadi Pj Kepala Dinas, ini sebuah anugerah. Satu-satunya yang diangkat langsung karena masih pakai UU Nomor 22/1999 tuh menginginkan begitu. Data hukum kepegawaian saat itu masih boleh. Pada umur 37 tahun pada waktu itu menjadi eselon dua. Saya katakan ini sebuah hasil karya, hasil pengabdian. Ini dilihat dari pembentukan organisasi. Saat itu banyak juga orang pintar, akademik bagus. Mungkin yang dilihat walikota saat itu adalah pengabdian dan ketulusan saya dalam bekerja. Itulah yang pertama-tama saya terima, itu hanya sampai 2004. Tahun 2004-2006 saya menjadi staf khusus beliau. Gelombang karir saya turun-naik, tidak seperti orang-orang yang stabil. Ya itu tadi, kalau prinsip tidak sesuai, saya siap mundur. Konsep saya begitu.
Apa yang Anda teladani dari Pak Jusuf SK (mantan Walikota Tarakan) yang sedikit-banyak sangat berpengaruh terhadap karir Anda?
Saya lihat beliau memiliki keberanian, pintar, secara akademik beliau memiliki kemampuan. Dia seorang orator yang baik. Saya melihat sisi positifnya, terlepas dari yang lain-lain. Dia punya berbagai kiat dalam membangun. Kita bisa melihat prestasi positi dan negatif beliau. Ini yang saya lihat dalam diri Pak Yusuf SK ketika memimpin Kota Tarakan pada saat itu. Dan masanya bisa, masanya kini sudah tidak memungkinkan. Visi hukum membaik, dapat dilaksanakan di masa-masa beliau.
Siapa yang berpengaruh pada karir Anda?
Yang utama adalah isteri saya. Memang ada pengaruh dari Pak Yusuf SK. Tapi, pembinaan karir, kembali ke keluarga saya. Karena itu setiap kali saya melangkah dalam kegiatan karir selalu berkomunikasi dengan isteri saya.
Cerita masuk ke ranah politik?
Pertama ini adalah anugerah Allah, sebagai pemimpin saya gantungkan pada Allah. Sisi kedua, memang saya sebenarnya tidak terbetik sedikit pun untuk jadi bupati. Tahun 2007-2007, organisasi ini sudah dibentuk, saya ditawari di sini untuk menjadi bagian birokrasi di Kabupaten Tana Tidung ini. Menurut saya, kita menanam belum tentu akan panen. Itu prinsip. Setelah perkembangan-perkembangan tahun 2007-2008, 2009, yang kita perjuangkan dengan hati yang tulus kok begini-begini saja. Itu kacamata saya pada saat itu. Jadi kita ngobrol lah dengan teman-teman mengapa perjuangantidak tuntas. Kalau kita melihat kondisi terakhir ini kok gak ada jalan-jalannya. Saya bicara dengan keluarga, dengan isteri dan anak karena mereka yang akan menerima bebannya, teman-teman, saya bilang kalau kita ikut untuk meluruskan perjuangan ini. Itulah konsep kita. Karena kabupaten ini kita perjuangkan bagaimana nanti mengabdi kepada masyarakat, bagaimana membangun kabupaten ini sesuai dengan visi-misi dia. Tapi, setelah perjalanan ini masih timbul keraguan-keraguan kita yang duduk di presidium yang jalannya masih sangat lamban. Bukan tidak ada, tapi lamban. Padahal, kita membutuhkan gerak cepat, karena tidak bisa lagi.
Kemudian saya bincang-bincang dengan teman-teman bagaimana, akhirnya teman-teman katakan sebaiknya kamu ikut. Saya kemudian minta pendapat beberapa bupati, saya datangi Pak Yusuf SK, Pak Budiman Arifin, semua bupati yang ada di Kaltim ini saya datangi. Termasuk Gubernur Pak Awang Faroek, saya datangi juga.
Kedua, kenapa saya berhasil, karena saya aplikatif. Ke lapangan saat memproklamasikan kabupaten ini. Sosialisasi, kita kepinginnya seperti ini lho kabupaten ini. Mungkin ini yang diingat warga di Kabupaten Tana Tidung ini. Memang tantangan sangat besar. Namun pelan-pelan kita atasi tantangan itu. Ada jalur hukum orang hantamkan kepada saya, macam-macam. Semua saya pasrahkan kepada Tuhan.
Bagaimana hubungan dengan kandidat lain?
Kalau saya gak ada persoalan, karena motivasi hidup kita begini, filosofi di ranah politik, kalau sudah selesai ya kita anggap selesai. Saya tidak pernah berpikir bahwa orang itu jahat. Saya melihat orang, saya pandang orang itu utuh. Apa dia penipu, apakah dia pembohong, tidak pernah terbetik dalam benak saya bahwa orang itu penipu atau pembohong. Karena nanti akan timbul perasaan yang tidak-tidak. Kita biarkan saja. Sekali, dua kali, ketiga baru kita ingatkan. Walaupun munculnya dari orang paling dekat yang kita percayai. Sekalipun itu wakil atau isteri saya, gak bisa saya dimasuki paham-paham  hasutan atau segala macam. Itulah konsep hidup saya.
Saya paling dekat dengan kakak saya yang nomor dua, termasuk dia yang membiayai sekolah. Dia juga nelayan. Dari tujuh bersaudara itu, tiga ikut suami dan yang lainnya nelayan.
Begitu mamak saya meninggal, karena mamak saya begitu dekat, “Eh Ndun kamujangan mau jadi nelayan.semua keluargamu nelayan, kakak-kakakmu nelayan. Kalau mau jadi orang harus sekolah. Sekolah harus kamu pertahankan.” Sebelum bapak meninggal berpesan, “kamu tidak kami tinggalkan dengan harta, karena harta tidak ada artinya. Yang harus kamu kejar adalah pendidikan. Pendidikan harus kamu lakoni sendiri. Jangan mengharap dari keluarga karena keluargamu orang miskin.” Kamu baca Yaasiin tiap malam Jumat, seperti yang dilakukan orantua mamak dan bapak saya. Kamu harus jadi orang. Begitulah bahasa-bahasa orang tua saya sesaat sebelum meninggal.
 Adakah keluarga yang merepotkan?
Gak ada, alhamdulillah saya tidak terlalu direpoti. Begitu terpilih saya kumpulkan keluarga, paman, keluarga dari isteri, kita ngobrol , saya bupati jangan diharapkan terlalu tinggi dan jangan mencoba-coba. Saya pernah memarahi paman saya, beliau sampai nangis. Ini memang hukum, jangan coba-coba bawa pihak ketiga. Salah satu kakak saya juga pernah mencoba, saya marah banget. Karena dia tidak di ranah itu. Teman-teman juga kita ingatkan, makanya orang yang merasa dulu membantu, seakan-akan kita naik ini karena dia, marah-marah akhirnya macam-macam. Hubungan jadi urang bagus. Konsep kita tidak demikian gitu. Kalau itu kewenangan orang, ya jangan kita masuk.
Saya tidak pernah mendengar macam-macam dari teman-teman. Saya gak pernah percaya kalau ada yang menyatakan si Anu ini jelak atau apa. Kecuali bila orang itu sudah melakukan terhadap diri saya. Sekali dua kali kita beri kesempatan, tiga kali ya kita ingatkan. Saya tidak pernah berpikir negatif terhadap pesaing saya. Justru kita tunjukkan, begitu saya jadi bupati ya saya angkat dan tetap kita pertahankan mereka. Saya selalu berpikir positif terhadap semua teman, termasuk staf.
Apa yang ada dalam benak saat mulai memimpin Kabupaten Tana Tidung ini?
Awalnya, sebelum wilayah ini menjadi kabupaten, karena basic saya bukan ahli kehutanan, wilayah dengan luas 4800 Km2 ini wilayah KBK (Kawasan Budidaya Kehutanan) bisa kita lakukan apa saja. Ternyata bukan, ini KBK di sini ada pemilik izin HPH, izin Hutan Tanam Industri. Nah inilah yang tidak terpikirkan oleh saya. Masa itu dalam benak pikir saya, wah luas wilayah kita bisa membangun apa saja. Saya pikir ini KBNK (Kawasan Budidaya Non Kehutanan), ternyata bukan. Begitu saya jadi bupati menghadapi persoalan bagaimana membangun wilayah yang 52% berupa KBK, saat mau membangun berhadapan dengan pemilik hak. Ini tantangan terbesar buat saya. Angan-angan saya untuk cepat membangun ternyata menghadapi hambatan. Awalnya tidak pernah terpikir sampai ke situ karena dilatarbelakangi kondisi pendidikan.
Saya dilantik 18 Januari 2010, saya gunakan APBD rancangan Pj Bupati yang programnya tidak sama dengan program yang ada pada kita. Kita renovasi habis, kita tingkatkan di 2010 itu, bagaimana mencapai misi kita tadinya. Di awal saya memimpin, yang prioritas dikerjakan adalah infrastruktur dasar dan fasilitas umum. Seperti pendidikan, kesehatan, selanjutnya infrastruktur jalan. Ini angan-angan saya, selanjutnya listrik. Ini yang saya lakukan secepatnya, di samping yang lain juga kita kejar.
Tahun 2010 kita merancang beberapa paket kegiatan. Di antaranya paket jalan yang menelan dana hampir Rp1,4 triliun, 18 paket yang kita programkan, hampir 88,9 kilometer. Kemudian membangun jaringan listrik sekitar 30 Km, selanjutnya set pile ini hampir 7 Km di tiga kecamatan. Kemudian rumah sakit, rumah-rumah ibadah (masjid dan gereja). Kita bangun percepat. Tiga unit pendidikan juga kita bangun. Kita prediksi tahun 2013 pembangunan ini tuntas. Dalam pengertian bisa dijalani oleh roga dua dan roda empat. Kegiatan tahun jamak. Ini akan membuka akses baru. Masyarakat tidak lagi langsung menggunakan transportasi laut, ada beberapa bagian memperpendek waktu tempuh. Tapi tidak kita perkirakan untuk beberapa jalan poros ini ada rawa-rawa, dari 88 Km itu sekitar 20 Km adalah rawa. Persoalan lain kita harus pinjam pakai dengan Kementerian Kehutanan, KBK, harus ada rekomendasi. Ini yang memperpanjang waktu. Kalau tadi KBK tidak cukup kepala daerah. Ini persoalan yang saya hadapi. Alhamdulillah di 2012 ini semuanya tuntas. Tahun 2010 kita dapat izin prinsip, tahun 2012 ini dapat izin pinjam pakai dari Kementerian Kehutanan.
Ini fasilitas dasar, baik listrik maupun PDAM, itu yang akan kita pacu. Tahun 2015 semuanya akan bisa tuntas. Harapannya juga bagaimana memanfaatkan sumber daya alam yang kita miliki. Di atas ada kelapa sawit sementara di bawah ada minyak, gas dan batubara. Termasuk blok Simangganis.
Bagaimana untuk perkantoran?
Jadi begini, bagaimana menyediakan fasilitas pemerintahan, yang kita utamakan bagaimana menyediakan fasilitas masyarakat: jalan, pembangunan Pustu, pendidikan, listrik. Kita arahkan ke situ dulu, belum berpikir bagaimana kantor bupati, rumah bupati yang mewah, rumah anggota DPRD, kita belum berpikir ke sana. Dari sekian banyak program kita, dia tidak mendapat prioritas di tahapan awal (2010-2013). Di tahapan 2014-2015 kita siapkan 16.000 Ha untuk pusat perkantoran, pemerintahan di sana nantinya. Menjadi satu pusat di mana semua instansi ada di sana. Ini di Kecamatan Sesayap Hilir. Ini yang kita pakai sekarang Kantor Dinas Kesehatan.
Bagaimana dengan aparatur pemerintahan?
SDM masih standar, masih memungkinkan kita tidak menggunakan PP Nomor 41. Dinas minimalis, dulunya 13 sekarang cukup 10, biro dari tujuh menjadi lima, bagian juga kita minimalkan. Karena bukan soal sumber daya manusia, SDM banyak sekali yang mau, lebih mengarah kepada kemampuan dari kita. PNS di sini saat ini sekitar 1.350 orang. Beberapa kantor menggunakan pelayanan minimal. Sudah cukup baik sebenarnya. Apalagi 5 tahun ke depan, dari rekrutmen PNS 2010-2011 sudah mulai bisa bekerja secara baik. Sumber yang alami sudah kita penuhi.
Kita harus berpikir profesional. Memang kadang ada suara sumbang sebagai putera daerah kok tidak memanfaatkan keadaan. Kalau kita mau maju kenapa tidak kita manfaatkan produk luar itu. Kalau mau mundur boleh saja berpikir sempit. Saya maunya maju, kalau perlu lari sprint. Makanya kepala dinas banyak yang berasal dari luar Tana Tidung, tidak semuanya produk lokal. Produk lokal kita gunakan bila kapabilitas dan akuntabilitasnya bagus, profesional. Itu prinsip saya. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Jangan kita menyalahi aturan budaya orang setempat, supaya tidak ada mis, tidak ada gesekan-gesekan. Ternyata teman-teman sangat mengerti.
Produk unggulan?
Ke depan saya menjadi pusat agroindustri. Saat ini sudah saya buktikan, perkebunan kita ini nantinya total hampir 100.000 hektar sehingga mampu meng-cover masyarakat di sini sebagai plasma. Lahan yang sudah terbuka sekitar 40.000 hektar. Ini adalah PMA dari Malaysia. Agroindustri, pangan, hortikultura akan dikelola di sini. Di samping ini juga kita dorong produk pertanian. Pertanian ini tetap unggulan kita. Karena ini satu-satunya usaha warga masyarakat kita. Kemudian peternakan. Lalu perikanan, tidak lagi konvensional, tapi teknikal modern, kerjasama dengan investor Jepang, akan membangun 202.000 hektar di daerah Sesayap Hilir. Pertambakan dan perikanan untuk semua jenis ikan dan udang. Peternakan sapi sudah lumayan bagus, ada desa mandiri biogas. Transmigrasi sudah bisa dimaksimalkan.
Bana Bagi Hasil lumayan baik dari batubara dan gas. Kalau SDA dikelola secara baik maka kita tidak kalah dibandingkan kabupaten-kabupaten lain. Hanya kita masih mempelajari Amdal-nya, lingkungannya. Kita tidak akan gegabah mengeksploitasi alam yang kita miliki saat ini.
Apa mimpi Anda setelah selesai periode pertama ini?
Saya hanya berpikir, sampai tahun 2015 menyelesaikan amanah yang diberikan kepada saya, menyediakan infrastruktur yang ada, fasilitas umum masyarakat ini. Tahun 2015 semuanya sudah harus selesai. Listrik 24 jam dengan menggunakan sumber daya alam kita, saat ini masih subsidi PLN, tahun 2013 kita usahakan gas untuk listrik kita. Ada dua perusahaan besar di kabupaten ini. Ada gas buang dari minyak, ini yang kita akan manfaatkan. Kita juga punya ladang minyak yang dikelola Medco di Tanah Merah, saat ini sudah peroleh deposit 30-40 MM. Ini yang akan kita kelola untuk pembangkit listrik kita. Kita juga akan bangun mini LNG di kabupaten ini.
Visi agroindustri unu mudah-mudahan terwujud pada 2013-2015 nanti. Sudah ada tanda-tanda hidup ke arah itu.
Hubungan dengan parpol?
Tergantung kita, ternyata setelah terpilih jadi pemimpin di sini, banyak tawaran untuk jadi ketua partai-partai yang sudah tua. Tapi karena saya masih berstatus PNS sampai 2018 kalau umur dipanjangkan oleh Allah SWT. Partai hanya pengusung, korelasi positif-negatif ada lah. Bagi partai yang welcome ya kita tetap menjalin tali silaturahim. Dulu partai-partai pengusung itipartai-partai kecil yang tidak punya kursi. Sekarang bagaimana saya menjalin komunikasi dengan partai-partai yang memiliki kursi. Sampai sekarang ada lah gesekan, tidak terlalu besar. Namanya juga demokrasi. Alhamdulillah produk-produk hukum, baik dari legislatif maupun datangnya dari pemerintah berjalan baik. Tidak ada kendala yang berarti. Sampai saat ini saya masih merasakan keharmonisan. Secara institusi, teman-teman di DPRD merespon baik bagaimana kiat-kiat membangun Kabupaten Tana Tidung ini.
Soal Provinsi Kaltara?
Sudah diamanatkan UU ya harus kita ikuti, diamankan, terlepas dari berbagai masalah. Adanya judicial review, gak ada masalah. Pasti ada sampak positif dan negatif. Positifnya pembangunan lebih tergerak. Negatifnya menurunnya dana bagi hasil, kita bikin strategi kedua, bagaimana mempertahankan stabilitas, jangan sampai fluktuatif. Ini pasti akan terjadi. Tunjangan Penambah Penghasilan (TPP), berbagai kegiatan sosial dan kegiatan lain, ini pasti akan terpotong. Karena dana ini mungkin gak ada lagi. Dari yang biasa terima 1,4 triliun, bisa jadi hanya terima Rp600 miliar. Jelas tidak mencukupi. Tapi kita harus bisa mengatasi persoalan ini. Kita sudah lakukan berbagai tahapan, bagaimana mengeksploitasi lahan-lahan yang telah memperoleh izin, bagaimana peningkatan pendapatan per kapita penduduk, kita akan genjot habis-habisan sebelum berlakunya UU ini (2015). Ada rentang waktu 3 atau 2 tahun ini. Kita harus mempersiapkan diri, kalau tidak ya konyol.
Kalau dinyatakan tidak siap, kita ini siap. Sudah mempelajari kondisi yang akan terjadi kepada kita. Begitu pula dengan teman-teman, sudah kita informasikan. Ada impian kita punya terminal gas sepeti Bontang, penggunaan gas untuk pembangkit listrik. Pada saat tertentu nanti kita ada terminal-terminal jalan untuk gas gratis untuk rakyat. Sisi beasiswa, saat ini ada kartu pintar, wajib sekolah 15 tahun, artinya dari SD sampai SMA sudah gratis, perguruan tinggi kita kasih beasiswa. Ini jaminan untuk pendidikan. Alokasi untuk sektor pendidikan 29 persen. Jaminan kesehatan, ada kartu sehat, kartu kematian, subsidi-subsidi, jaminan hidup plasma 2 hektar, produksi sudah dapat uang. Mimpi saya bagaimana masyarakatnya sejahtera, kondisi apapun akan stabil.
Kita belajar dari pengalaman nasional yang sulit pulih sementara Malaysia, Thailand bisa pulih dalam waktu tiga tahun. Kita coba mempelajari apa sih kiat mereka. Thailan dengan pertanian dan perkebunan. Industri cepat hancur, sekarang bagaimana pertanian kita giatkan. Karena jaminan telah lengkap. ***      
                                         


                           

No comments:

Post a Comment