Sepulang Rasulullah dari perang Uhud menuju
Madinah, Rasulullah berjumpa dengan Hamnah binti Jahsy.
Orang-orang yang berpapasan dengan Hamnah menyampaikan berita
meninggalnya saudara laki-laki dia, Abdullah bin Jahsy.[1]
Seketika Hamnah mengucapkan kalimat istirjak[2] dan istighfar
untuk saudaranya. Setelah itu, disusul
kemudian kabar mengenai syahidnya pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib. Hamnah
pun mengucapkan lafadz istirjak dan membacakan istighfar untuk pamannya.
Setelah itu tentara Islam menyampaikan pula kabar kematian suaminya, Mus'ab bin
Umair, seketika Hamnah menjerit, meratap dan menangis histeris.
Saat Rasulullah melihat reaksi Hamnah yang
terakhir, Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya seorang suami mempunyai
posisi yang sangat penting bagi perempuan." Perempuan akan menangis
histeris ketika suaminya meninggal. Sementara selainnya tidak demikian.[3]
Dahulukan Allah SWT
Sebelum Suami
Diceritakan oleh Abu Said al-Khudri, “Suatu hari, datang
seorang perempuan kepada Rasulullah dan kebetulan saat itu, saya sedang bersama
Rasulullah. Perempuan itu mengadu kepadanya mengenai perangai suaminya. Dia mengungkapkan,
‘Saya punya suami bernama Shafwan bin Mu’attal. Dia berlaku kasar dan memukulku
bila saya melaksanakan shalat. Dia memaksa saya makan saat saya melaksanakan puasa,
dan dia tidak pernah melaksanakan shalat Subuh kecuali setelah terbitnya
matahari’."
Abu Said melanjutkan ceritanya, “Saat itu Shafwan bin Mu’attal
sedang bersama Rasulullah. Lalu Rasulullah mengklarifikasi kebenaran pengaduan
perempuan tersebut kepada Shafwan. Shafwan menjawab, ‘Wahai Rasulullah,
mengenai perkataan istriku bahwa saya memukulnya bila dia melaksanakan shalat,
hal itu karena setiap shalat dia membaca dua surat dan saya telah melarangnya.’
Rasulullah kemudian menasehati perempuan itu, ‘Seandainya kamu membaca satu surat
saja, maka sungguh itu sudah menggugurkan kewajibanmu.’
Shafwan berkata lagi, ‘Adapun bahwa saya memaksanya makan
saat dia melaksanakan puasa, itu karena dia selalu menjalankan puasa tathawu’.[4]
Sedang saya adalah laki-laki muda yang tidak sabar bila terus menerus melihat
istriku susah digauli lantaran dia berpuasa sunnah.’
Setelah Rasulullah mendengar jawaban Shafwan, beliau
berkata, ‘Jangan sekali-kali perempuan berpuasa sunnah kecuali atas izin suaminya.’
Shafwan melanjutkan, ‘Adapun mengenai pengaduan istriku
bahwa saya tidak melaksanakan shalat Subuh kecuali setelah terbit matahari, sesungguhnya
saya adalah kepala rumah tangga yang tidak tidur malam dan kalian tahu soal itu,
sehingga saya hampir tidak bangun sampai matahari terbit.’[5]
Kemudian Rasulullah menasehati Shafwan, ‘Bila kamu telah
bangun, wahai Shafwan, maka segeralah melaksanakan shalat Subuh’.”[6]
[1]Dia menjadi syahid pada perang Uhud dan dikatakan bahwa dia dikuburkan bersama
dengan Hamzah bin Abdul Muthallib dalam satu liang lahat.
[2]Kalimat “Innâ lillahi Wainnâ
ilaihi Rajiûn”
[4]Melaksanakan puasa sunnah dalam
beberapa hari.
[5]Ahlu Sun’ah adalah penduduk (pekerja) yang
punya kebiasaan tidak tidur malam karena mereka bekerja menjalankan irigasi
sepanjang malam. Sehingga, karena kantuk yang luar biasa, mereka susah bangun saat
menjelang shalat Subuh. Mengenai hal ini, Rasulullah telah memerintahkan mereka
untuk melaksanakan shalat Subuh bilamana mereka telah bangun. Ini merupakan
belas kasih dari Allah kepada hambanya dan dari Rasulullah kepada umatnya, dan keadaan
demikian bisa terjadi dalam waktu-waktu tertentu.
[6]Sunan Abu Daud, hal. 2459.
No comments:
Post a Comment