Bentuk keadilan
Allah Rabbul Azis adalah tentang adanya kematian. Semua manusia pasti akan
menemui kematian.
Tak ada satupun
manusia yang dapat menolak dan menunda datangnya kematian. Kematian bukanlah
episode akhir kehidupan manusia. Masih ada kehidupan yang lebih panjang, yang
bersifat kekal-abadi, dan selama-lamanya, yaitu kehidupan akhirat. Kelak,
posisi manusia di akhirat, sangatlah ditentukan selama kehidupannya di dunia.
Abu Bakar
As-Shidiq ra, menjelang wafatnya, putrinya Aisyah datang menemui beliau. Aisyah
duduk di dekat kepala ayahnya. Ia menangis: “Ayah, benar kata orang dahulu yang
bersyair,
“Sungguh! Tidak
ada gunanya kekayaan dunia,
Ketika napas
tersengal dan dada sesak”.
Lalu, Abu Bakar ra
menoleh kepada Aisyah, dan berkata: “Anakku, jangan bicara seperti itu”, ucap
ayahnya. Lalu Khalifah Abu Bakar melanjutkan, katakanlah: “Dan, datanglah
sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu
hindari”. (Qur’an: Qaf:19).
Sesudah Abu Bakar
As-Shidiq wafat, banyak orang yang sibuk mencari harta peninggalannya. Khalifah
Islam yang kekuasaannya sangat luas, membentang dari Bagdad sampai ke Afrika Utara,
dan memimpin Dunia Islam, di mana ‘emas dunia’ (harta kekayaan ) berada di
bawah kekuasaannya, rakyatnya hanya mendapati peninggalannya berupa seekor
baghal dan dua potong pakaian. Sebelum wafatnya Abu Bakar berwasiat: “Kafani
aku dengan satu kain saja. Kirimkan baghal dan pakaian yang satunya kepada
Khalifah Umar Ibn Kaththab. Dan, katakana kepadanya: “Wahai Umar, bertakwalah
kepada Allah. Jangan sampai Allah Ta’ala mewafatkan seperti aku ini”.
Ketika baghal dan
kain itu sampai kepada Umar, ia terduduk menangis seraya berkata: “Engkau
menyusahkan khalifah sesudahmu, wahai Abu Bakar!”. Benar, demi Allah, Abu Bakar
telah menyulitkan kahlifah sesudahnya. Demi Allah, Abu Bakar menyusahkan setiap
pemimpin (Khalifah) sesudahnya untuk meneladani dan mengikuti jejak langkahnya.
Ibnul Qayim
mengisahkan bahwa setiap pagi, bersamaan terbitnya fajar matahari, Abu Bakar
keluar rumah menuju kemah yang berada dipinggiran kota Madinah, tujuannya ia
menemui seorang rakyatnya, wanita tua renta, buta, malang, dan sangat
menderita. Abu Bakar ra menyapukan rumahnya, memasakkan makanan, dan memerahkan
susu kambingnya. Inilah yang dilakukan Abu Bakar ra, orang pertama setelah
Rasulullah Saw, mujahid agung, dan Khalifah Rasulullah Saw. Dan, usai membantu
wanita tua itu, Abu Bakar ra, kembali ke Madinah.
Umar pernah
mengkuti kepergian Abu Bakar. Ke mana Khalifah Islam itu pergi setiap pagi?
Ketika Abu Bakar keluar dari rumah orang tua itu, Umar pun masuk. Umar
bertanya:“Kamu siapa?”, ucapnya. “Saya hanyalah seoran perempuan tua yang
malang, dan menderita. Suami saya sudah lama meninggal dunia, dan tidak ada
yang menghidupi saya setelah Allah, kecuali orang yang datang tadi”, jawab
wanita tua itu.
Umar
bertanya:“Kamu mengenalnya?”,
“Tidak.Demi Allah,
saya tidak mengenalnya”, jawab wanita tua itu.
Umar bertanya
lagi: “Lalu apa yang dia lakukan?”,
“Menyapu rumah,
menolong memerahkan susu, dan membuatkan makanan!”, jawab wanita tua itu.
Mendengar tutur
wanita itu, Umar terduduk sambil menangis.
Semoga Allah
Ta’ala melimpahkan kesejahteraan kepada Abu Bakar, dan di antara orang-orang
yang kekal di surga Nya. Semoga Allah Ta’ala meridhai nya di antara orang-orang
yang shidiqin. Semoga pula Allah Ta’ala mempertemukan orangl-orang mu’min
dengannya di surga. Amin. (disarikan dari Saat Maut Menjemput – Aid al-Qarni/Mashadi/www.eramuslim.com)
No comments:
Post a Comment