Setelah Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi membunuh Abdullah bin Zubair, dia mengutus seseorang untuk memanggil ibunya (Asma’). Namun, Asma’ menolak datang. Kemudian Hajjaj mengutus kembali seseorang untuk menyampaikan pesannya, “Datanglah kepada saya. Kalau tidak, saya akan mengutus seseorang untuk menyeretmu ke sini.”[1] Asma’ tetap menolak, bahkan dia berkata, “Demi Allah saya tidak akan mendatangimu, sampai kamu mengutus seseorang untuk menyeret saya.”
Lalu
Hajjaj lekas-lekas menghampiri Asma’ dan bertanya, “Bagaimana pendapatmu
tentang apa yang telah saya perbuat terhadap musuh Allah?”[2]
Asma’
menjawab, “Menurut saya, kamu telah menghancurkan kehidupan dunianya dan kamu
sendiri telah menghancurkan akhiratmu. Saya mendengar
bahwa kamu telah berkata kepadanya, ‘Wahai putra perempuan pemakai dua sarung (dzatu
an-nithaqaini).’ Saya, demi Allah, adalah perempuan pemakai dua sarung
tersebut. Dua sarung tersebut salah satunya saya gunakan untuk membawa makanan buat
Rasulullah dan Abu Bakar. Sementara yang lain adalah sarung yang dibutuhkan
setiap perempuan. Tahukah sesungguhnya Rasulullah menceritakan kepada kami
bahwa di Tsaqif akan ada seorang pembohong dan pembunuh.[3]
Adapun pembohong tersebut, kita telah melihatnya, sementara pembunuh, saya
melihat bahwa dia adalah kamu.” Hajjaj lantas pergi meninggalkannya.[4]
Dalam
riwayat lain dikisahkan bahwa sewaktu Abdullah bin Zubair dibunuh, Asma’ r.a.
sedang berada di Makkah. Asma’ mendengar putranya disalib, karena itu, dia mendatangi
Hajjaj, kemudian dia meminta kepadanya, “Tidakkah orang yang disalib ini sudah
waktunya untuk diturunkan?”
Jawab
Hajjaj, “Dia adalah orang munafik.”
Asma’
mengomentari, “Tidak, demi Allah, dia bukan orang munafik. Di siang hari dia
berpuasa, sementara malamnya dia gunakan tahajud.”
Hajjaj
berkata keras, “Enyahlah dari hadapan saya, karena sesungguhnya kamu adalah seorang
perempuan tua renta yang tidak berakal.”
Asma’
menukas, “Tidak, demi Allah, saya masih berakal. Saya mendengar Rasulullah
berkata, ‘Akan keluar dari Tsaqif, seorang pembohong dan pembunuh. Adapun
pembohong, kami telah menyaksikannya, sementara pembunuh itu adalah kamu.”[5]
Sebuah
riwayat mengungkapkan bahwa Asma’ bertahan hidup sepuluh malam setelah kematian
putranya. Ada riwayat lain yang mengatakan dua puluh hari dan ada yang
mengatakan lebih dari dua puluh hari, hingga Abdul Malik bin Marwan meminta
agar Abdullah diturunkan dari kayu penyalib. Asma’ meninggal pada saat berumur
seratus tahun. Semoga Allah meridhainya.
Dikatakan
pula bahwa ketika Hajjaj mendatangi Asma’, dia berkata kepadanya – dengan
menampakkan ekspresi cinta, karena merasa takut kepadanya– “Ada apa wahai ibu?”
Asma’ menjawab, “Saya bukan ibumu, saya adalah ibu dari laki-laki yang telah kamu
salib.”
Ibnu
Umar mendapatkan kabar bahwa Asma’ sedang berada di pinggir masjid (ketika
putranya disalib). Ibnu Umar mendatanginya, kemudian menyapa, “Sesungguhnya
mayat ini, bukan apa-apa, tetapi ruhnya tetap hidup berada di sisi Allah,
karena itu bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.”
` Asma’
berkomentar, “Adakah yang mencegah saya begini? Sementara kepala Yahya putra
Zakaria telah dihadiahkan kepada para pelacur Bani Israil.”
Asma’
menyambangi putranya dalam keadaan sudah disalib. Lalu dia berdo’a, “Wahai
Tuhan, jangan Engkau cabut nyawa saya, hingga Abdullah dikembalikan kepadaku,
maka saya akan memandikan dan mengkafaninya.”
Kemudian
Abdullah dikembalikan kepadanya. Asma’ memandikannya sendiri dan mengkafaninya.
Pada saat itu penglihatan Asma’ sudah kabur.[6]
Uday
bin Hatim dan Bibinya
Terkisah dari Uday bin Hatim al-Thâi r.a. bahwa Rasulullah mendatangi
bibiku dengan menaiki kuda.[7]
Pada saat itu, Uday sedang berada di kota Aqrab.[8]
Orang-orang berkumpul di sekeliling Rasulullah, dan bibinya[9]
berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, para penolong sudah pergi jauh,
anak juga telah telah tiada. Sementara saya yang sudah tua tinggal seorang diri
dan tidak bisa apa-apa. Sebab itu, tolonglah saya, semoga Allah memberikan
pertolongan kepadamu.”
Rasulullah bertanya, “Siapa yang telah menolongmu?”
Bibi
Uday menjawab, “Uday putra Hatim.”
Rasulullah
melanjutkan pertanyaan, “Laki-laki yang lari dari Allah dan Rasul-Nya?”
Bibi
Uday kembali menjawab, “Tolonglah saya.” Bibi Uday kemudian melihat Ali bin Abu
Thalib menghampiri Nabi dan berkata ke bibi Uday, “Mintalah kepada Nabi agar
beliau memberikan hewan yang dapat membawamu.”
Uday bin Hatim melanjutkan ceritanya,
“Kemudian bibi saya meminta kepada Rasulullah dan beliau pun memberikan.”[10]
Lalu bibinya mendatangi Uday dan berkata, “Sungguh kamu telah melakukan
perbuatan yang tidak pernah dikerjakan oleh ayahmu! Datanglah kepada
Rasulullah, baik dengan suka hati atau rasa takut, karena
setiap yang mendatanginya pasti bahagia."
Uday
lantas menyambangi Rasulullah. Dia terkejut karena melihat perempuan dan
anak-anak kecil di sekeliling beliau. Selang beberapa waktu, ada yang
menuturkan kedekatan mereka dengan Nabi Saw. Mulai saat itu Uday menyadari
bahwa Rasulullah bukanlah raja Kisra di Persia atau Kaisar di Romawi.[11]
Rasulullah
bertanya kepada Uday, “Wahai Uday putra Hatim, apa yang menyebabkanmu
tidak mau mengucapkan lâ ilaha illallah? Ada apa dengan lâ ilaha illa
allah? Apa yang menyebabkanmu tidak mau mengucapkan Allahu akbar?
Apakah ada sesuatu yang lebih besar dari Allah, Maha Suci dan Agung?”
Ujar Uday, “Kemudian saya memeluk Islam dan
melihat wajah beliau berseri-seri.”[12]
[1]Menarik rambut Asma’ untuk
diseret ke Hajjaj.
[2]Abdullah bin Zubair, putranya.
[3]Ulama sepakat bahwa yang dimaksud
pembohong di sini adalah Mukhtar bin Abi
Ubaid al-Tsaqafi. Dia benar-benar pembohong. Dia juga mengaku bahwa Jibril
telah mendatanginya. Lihat, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, 8/311-314). Dalam
kitab tersebut diuraikan profilnya secara rinci. Ulama juga sepakat bahwa yang
dimaksud dengan pembunuh (al-mubir) adalah Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi.
[4]Diriwayatkan oleh imam Muslim
(2545), Hakim (3/553), Tirmidzi (3220, 3944) dan Ahmad (2/26).
[7]Dalam riwayat al-Thabrani dalam
kitab ‘al-Ausath’ disebutkan bahwa peperangan ini dipimpin oleh Khalid
bin Walid. Lihat,
Majma’ al-Zawâid (5/335).
[9]Pada riwayat Ibnu Ishaq dalam Sirah
Ibnu Hisyâm disebutkan bahwa perempuan di atas adalah putri Hatim,
bukan bibi Uday bin Hatim (saudara Hatim). Sementara dalam kitab Ishâbah
disebutkan bahwa perempuan di atas adalah Safanah putri Uday bin Hatim. Tetapi
yang lebih mendekati kebenaran, dia adalah bibi Uday, terkhusus ketika melihat
bahwa riwayat Ibnu Hisyam sanadnya lemah. Adapun riwayat yang terdapat dalam
Musnad Ahmad sanadnya shahih, sebagaimana yang nanti akan dijelaskan.
[10]Dalam riwayat al-Thabrani yang
sebelumnya telah disebutkan, sesungguhnya Rasulullah berkata kepadanya,
“Sesungguhnya Allah telah memerdekakanmu, maka di sinilah dan jangan pergi, hingga
ada sesuatu yang datang kepada kami, maka kami akan mempersiapkannya untukmu.”
Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan bahwa Rasulullah berkata padanya, “Kamu
telah datang ke sini, maka jangan lekas-lekas pergi, hingga kamu menemukan
orang yang bisa dipercaya dari kaummu yang dapat mengantarkanmu ke negaramu.”
[11]Penjelasan di atas diterangkan
oleh riwayat yang terdapat dalam Sunan al-Tirmidzi (2953). Dalam riwayat
tersebut Uday bin Hatim berkata, “Rasulullah bertemu perempuan yang
bersama anak kecil. Kemudian keduanya berkata, ‘Kami ada kebutuhan kepadamu.’
Rasulullah berdiri bersama keduanya hingga memenuhi kebutuhannya.”
[12]Diriwayatkan oleh Imam Ahmad
(4/378-379), Thabrani. Perawinya semuanya shahih, kecuali Ubbad bin Habisy.
Cerita ini terdapat dalam Sirah Ibnu Hisyâm (4/154-155), al-Ishâbah
(94/329).
No comments:
Post a Comment