Sunday, February 2, 2014

Pengembangan Aset, Investasi BPJS Hanya Boleh di Dalam Negeri


Pemerintah membatasi investasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hanya pada instrumen investasi di dalam negeri. Rambu-rambu itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 87/2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Desember 2013 atau sepekan sebelum seremoni peluncuran BPJS Kesehatan di Istana Bogor.

Dalam pasal 23 beleid tersebut, pemerintah menegaskan bahwa pengembangan aset BPJS Kesehatan hanya dapat dilakukan dalam investasi yang dikembangkan melalui penempatannya pada instrumen investasi dalam negeri.

“Instrumen dalam negeri yang dimaksud antara lain deposito berjangka – termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 bulan, surat berharga negara, surat berharga Bank Indonesia, surat utang korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia, saham yang tercatat di BEI, reksadana, dan efek beragun aset,” demikian bunyi PP No. 87/2013 sebagaimana dirilis laman Sekretariat Kabinet RI pada Jumat (10/1/2013).

Selain itu, instrumen lainnya yang diperbolehkan antara lain berupa dana investasi real estate, penyertaan langsung, serta tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan. Pemerintah tidak begitu saja memberikan keleluasaan untuk berinvestasi dalam berbagai instrumen investasi dalam negeri tersebut. Dalam beleid tersebut, pemerintah memberikan rambu-rambu lebih spesifik.

Jika BPJS memilih berinvestasi pada instrumen berupa surat utang korporasi, peringkatnya harus minimal A- atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek. Kemudian, jika memilih investasi dalam bentuk reksadana, maka produk yang dipilih harus telah terdaftar pada lembaga pengawas di bidang pasar modal.

Adapun jika investasinya dalam bentuk penyertaan langsung, maka badan usaha yang dipilih harus bergerak di bidang yang mendukung pelaksanaan tugas BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dan tidak berpotensi menyebabkan benturan kepentingan.

Investasi dalam bentuk tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan juga harus memenuhi ketentuan tertentu. Misalnya bukti kepemilikan atas nama BPJS Kesehatan, memberikan penghasilan kepada BPJS Kesehatan, dan tidak ditempatkan pada portofolio yang sedang diagunkan, dalam sengketa, atau diblokir pihak lain.

Selain mengatur jenis-jenis instrumen investasi yang boleh digunakan, PP No. 87/2013 juga membatasi persentasi jumlah investasi. Investasi dalam portofolio deposito berjangka dibatasi maksimal 5% dari jumlah investasi dan secara keseluruhan maksimal 50% dari jumlah investasi.

Begitupun investasi pada surat utang korporasi dibatasi maksimal 5% dari jumlah investasi dan secara keseluruhan maksimal 50% dari jumlah investasi. Juga onvestasi berupa saham yang tercatat dalam BEI dibatasi maksimal 5% untuk setiap emiten dan secara keseluruhan paling tinggi 50% dari jumlah investasi.

Sementara itu, investasi berupa reksadana dibatasi maksimal 15% dari jumlah investasi untuk setiap manajer investasi dan secara keseluruhan paling tinggi 50%. Investasi dalam bentuk dana investasi real estate dibatasi maksimal 10% untuk setiap manajer investasi dan secara keseluruhan paling tinggi 20% dari jumlah investasi.

Investasi dalam bentuk penyertaan langsung dibatasi maksimal 1% dari jumlah investasi untuk setiap pihak dan secara keseluruhan maksimal 5% dari jumlah investasi. Adapun investasi berupa tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan seluruhnya paling tinggi 5% dari jumlah investasi.

PP ini secara tegas melarang BPJS Kesehatan melakukan investasi pada perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh anggota direksi, dewan pengawas, pegawai BPJS Kesehatan, pegawai lembaga pengawas BPJS, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), atau pihak yang mempunyai hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat ketiga dengan anggota direksi, dewan pengawas, DJSN, pegawai BPJS, dan pegawai lembaga pengawas BPJS.

Selain itu, BPJS Kesehatan dilarang melakukan transaksi derivatif atau memiliki instrumen derivatif untuk aset BPJS Kesehatan, kecuali efek beragun aset dan turunan surat berharga yang tercatat di bursa efek Indonesia. BPJS Kesehatan juga dilarang melakukan investasi berupa saham dan surat utang korporasi yang emitennya merupakan badan hukum asing. (www.solopos.com)

No comments:

Post a Comment