Pemerintah membatasi investasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hanya pada instrumen investasi di dalam negeri. Rambu-rambu itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 87/2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Desember 2013 atau sepekan sebelum seremoni peluncuran BPJS Kesehatan di Istana Bogor.
Dalam pasal 23
beleid tersebut, pemerintah menegaskan bahwa pengembangan aset BPJS Kesehatan
hanya dapat dilakukan dalam investasi yang dikembangkan melalui penempatannya
pada instrumen investasi dalam negeri.
“Instrumen dalam
negeri yang dimaksud antara lain deposito berjangka – termasuk deposit on call
dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 bulan, surat
berharga negara, surat berharga Bank Indonesia, surat utang korporasi yang
tercatat dan diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia, saham yang tercatat di
BEI, reksadana, dan efek beragun aset,” demikian bunyi PP No. 87/2013
sebagaimana dirilis laman Sekretariat Kabinet RI pada Jumat (10/1/2013).
Selain itu,
instrumen lainnya yang diperbolehkan antara lain berupa dana investasi real
estate, penyertaan langsung, serta tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan.
Pemerintah tidak begitu saja memberikan keleluasaan untuk berinvestasi dalam
berbagai instrumen investasi dalam negeri tersebut. Dalam beleid tersebut, pemerintah
memberikan rambu-rambu lebih spesifik.
Jika BPJS memilih
berinvestasi pada instrumen berupa surat utang korporasi, peringkatnya harus
minimal A- atau yang setara dari perusahaan pemeringkat efek. Kemudian, jika
memilih investasi dalam bentuk reksadana, maka produk yang dipilih harus telah
terdaftar pada lembaga pengawas di bidang pasar modal.
Adapun jika
investasinya dalam bentuk penyertaan langsung, maka badan usaha yang dipilih
harus bergerak di bidang yang mendukung pelaksanaan tugas BPJS Kesehatan dalam
menyelenggarakan program jaminan sosial dan tidak berpotensi menyebabkan
benturan kepentingan.
Investasi dalam
bentuk tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan juga harus memenuhi
ketentuan tertentu. Misalnya bukti kepemilikan atas nama BPJS Kesehatan,
memberikan penghasilan kepada BPJS Kesehatan, dan tidak ditempatkan pada
portofolio yang sedang diagunkan, dalam sengketa, atau diblokir pihak lain.
Selain mengatur
jenis-jenis instrumen investasi yang boleh digunakan, PP No. 87/2013 juga membatasi
persentasi jumlah investasi. Investasi dalam portofolio deposito berjangka
dibatasi maksimal 5% dari jumlah investasi dan secara keseluruhan maksimal 50%
dari jumlah investasi.
Begitupun
investasi pada surat utang korporasi dibatasi maksimal 5% dari jumlah investasi
dan secara keseluruhan maksimal 50% dari jumlah investasi. Juga onvestasi
berupa saham yang tercatat dalam BEI dibatasi maksimal 5% untuk setiap emiten
dan secara keseluruhan paling tinggi 50% dari jumlah investasi.
Sementara itu,
investasi berupa reksadana dibatasi maksimal 15% dari jumlah investasi untuk
setiap manajer investasi dan secara keseluruhan paling tinggi 50%. Investasi
dalam bentuk dana investasi real estate dibatasi maksimal 10% untuk setiap
manajer investasi dan secara keseluruhan paling tinggi 20% dari jumlah
investasi.
Investasi dalam
bentuk penyertaan langsung dibatasi maksimal 1% dari jumlah investasi untuk
setiap pihak dan secara keseluruhan maksimal 5% dari jumlah investasi. Adapun
investasi berupa tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan seluruhnya paling
tinggi 5% dari jumlah investasi.
PP ini secara
tegas melarang BPJS Kesehatan melakukan investasi pada perusahaan yang sahamnya
dimiliki oleh anggota direksi, dewan pengawas, pegawai BPJS Kesehatan, pegawai
lembaga pengawas BPJS, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), atau pihak
yang mempunyai hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat
ketiga dengan anggota direksi, dewan pengawas, DJSN, pegawai BPJS, dan pegawai
lembaga pengawas BPJS.
Selain itu, BPJS
Kesehatan dilarang melakukan transaksi derivatif atau memiliki instrumen
derivatif untuk aset BPJS Kesehatan, kecuali efek beragun aset dan turunan
surat berharga yang tercatat di bursa efek Indonesia. BPJS Kesehatan juga
dilarang melakukan investasi berupa saham dan surat utang korporasi yang
emitennya merupakan badan hukum asing. (www.solopos.com)
No comments:
Post a Comment