Tuesday, February 4, 2014

RSUD Buang Pasien Bukti JKN tak Berjalan Baik

Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar menilai kasus tewasnya seorang pasien dari kalangan tidak mampu atas nama Suparman bin Sariun alias Mbah Edi (63), karena dibuang oleh pegawai RSUD dr Dadi Tjokrodipo (RSUDDT) Bandarlampung merupakan bukti tidak berjalan baiknya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dikatakan permasalahan pelayanan RS sering terkait erat dengan biaya, termasuk kematian Mbah Edi mungkin dipicu oleh kemiskinan yang dialaminya. Namun, peristiwa itu tak seharusnya terjadi bila JKN yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJPJS) yang dicanangkan Prsiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) per 1 Januari 2014 lalu telah dipersiapkan dengan baik.

"Kasus ini tak seharusnya terjadi BPJS disiapkan dengan baik dan pemerintah menjamin seluruh biaya kesehatan orang miskin di Indonesia. Namun saat ini JKN yang dioperasionalkan oleh BPJS Kesehatan sering menemui kendala dalam hal biaya dimana nilai kapitasi," kata Timboel, Senin (3/2).

Mimimnya nilai kapitasi layanan BPJS untuk Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau PPK tingkat I seperti Puskesmas, klinik, dokter dan nilai INA CBGs untuk PPK tingkat lanjutan seperti Rumah Sakit, katanya, menyebabkan pihak RS sering memberikan pelayanan kesehatan apa adanya. Karena itu kematian Mbah Edi tak bisa dipisahkan dari kebijakan pemerintah pusat saat ini.

"Pemerintah terus menjalankan politik kesehatan yang tidak berpihak kepada rakyat miskin. Kematian Mbah Edi merupakan "kado" bagi Pemerintah dan BPJS Kesehtan yang sudah sebulan beroperasi, yang tidak juga menunjukkan peningkatan pelayanan kepada rakyat miskin," tegasnya.

Kematian Mbah Edi, lanjut Timboel, harus menjadi evalusi khusus pemerintah untuk serius menangani kesehatan rakyat miskin dan segera menambah biaya kapitasi dan Ina CBGs serta menaikkan anggaran untuk rakyat miskin dan menambah jumlah orang miskin yang dicover. Jika tidak dievaluasi, maka akan semakin banyak kasus seperti Mba Edi yang akan terjadi.

"Tidak saja dalam koteks pembunuhan langsung tetapi pembiaran RS kepada rakyat miskin yang tidak dilayani dengan baik karena alasan biaya yang akan menyebabkan kematian pasien merupakan kasus yang sama dengan kasus Mba Edi," jelas Timboel.


Ditambahkan, pihaknya mendesak kepolisian di Bandar Lampung menindak para pelaku yang pembunuhan Mbah Edi, dan mengusut secara tuntas tidak hanya terhadap para pegawai tapi juga jajaran direksi RS. Sebab, hal itu tergolong pembunuhan berencana dan bersama-sama yang dikenakan Pasal 340 dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun. (www.jpnn.com)

No comments:

Post a Comment