Koordinator BPJS
Watch, Timboel Siregar menilai kasus tewasnya seorang pasien dari kalangan
tidak mampu atas nama Suparman bin Sariun alias Mbah Edi (63), karena dibuang
oleh pegawai RSUD dr Dadi Tjokrodipo (RSUDDT) Bandarlampung merupakan bukti tidak
berjalan baiknya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dikatakan
permasalahan pelayanan RS sering terkait erat dengan biaya, termasuk kematian
Mbah Edi mungkin dipicu oleh kemiskinan yang dialaminya. Namun, peristiwa itu
tak seharusnya terjadi bila JKN yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BJPJS) yang dicanangkan Prsiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) per 1
Januari 2014 lalu telah dipersiapkan dengan baik.
"Kasus ini
tak seharusnya terjadi BPJS disiapkan dengan baik dan pemerintah menjamin
seluruh biaya kesehatan orang miskin di Indonesia. Namun saat ini JKN yang
dioperasionalkan oleh BPJS Kesehatan sering menemui kendala dalam hal biaya
dimana nilai kapitasi," kata Timboel, Senin (3/2).
Mimimnya nilai
kapitasi layanan BPJS untuk Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau PPK tingkat I
seperti Puskesmas, klinik, dokter dan nilai INA CBGs untuk PPK tingkat lanjutan
seperti Rumah Sakit, katanya, menyebabkan pihak RS sering memberikan pelayanan
kesehatan apa adanya. Karena itu kematian Mbah Edi tak bisa dipisahkan dari
kebijakan pemerintah pusat saat ini.
"Pemerintah
terus menjalankan politik kesehatan yang tidak berpihak kepada rakyat miskin.
Kematian Mbah Edi merupakan "kado" bagi Pemerintah dan BPJS Kesehtan
yang sudah sebulan beroperasi, yang tidak juga menunjukkan peningkatan
pelayanan kepada rakyat miskin," tegasnya.
Kematian Mbah Edi,
lanjut Timboel, harus menjadi evalusi khusus pemerintah untuk serius menangani
kesehatan rakyat miskin dan segera menambah biaya kapitasi dan Ina CBGs serta
menaikkan anggaran untuk rakyat miskin dan menambah jumlah orang miskin yang
dicover. Jika tidak dievaluasi, maka akan semakin banyak kasus seperti Mba Edi
yang akan terjadi.
"Tidak saja
dalam koteks pembunuhan langsung tetapi pembiaran RS kepada rakyat miskin yang
tidak dilayani dengan baik karena alasan biaya yang akan menyebabkan kematian
pasien merupakan kasus yang sama dengan kasus Mba Edi," jelas Timboel.
Ditambahkan,
pihaknya mendesak kepolisian di Bandar Lampung menindak para pelaku yang
pembunuhan Mbah Edi, dan mengusut secara tuntas tidak hanya terhadap para
pegawai tapi juga jajaran direksi RS. Sebab, hal itu tergolong pembunuhan
berencana dan bersama-sama yang dikenakan Pasal 340 dengan ancaman hukuman mati
atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun. (www.jpnn.com)
No comments:
Post a Comment