Sunday, February 16, 2014

Wanita Pejuang di Jalan Allah SWT

Pada perang Khandaq, Rasulullah Saw menempatkan wanita dan anak-anak pada sebuah benteng yang disebut, "Fari'" dan menugaskan Hasan bin Tsabit melindungi mereka. Lalu datang seorang laki-laki Yahudi dan dia mulai memutari benteng. Bani Quraizah berperang dan memutuskan perjanjian yang ada antara mereka dan Rasulullah Saw. Tidak ada yang menjaga orang-orang yang ada di benteng. Rasulullah Saw dan kaum Muslim sedang menghadapi musuh, mereka tidak bisa mundur untuk membantu orang yang berada di benteng. Lalu Shafiyah binti Abdul Muthalib berkata kepada Hasan, "Orang Yahudi itu seperti yang kau lihat telah mengelilingi benteng. Demi Allah, aku tidak merasa aman dari orang yang akan menunjukkan aurat kita pada orang-orang Yahudi di belakang kita itu. Sedangkan Rasulullah Saw dan para sahabat sedang sibuk berperang, turun dan bunuhlah dia wahai Hasan."
Hasan menjawab, "Semoga Allah mengampunimu, wahai anak Abdul Muthalib. Kalau saja aku sanggup berperang, tentu aku akan bersama Rasulullah Saw. Demi Allah, aku tidak bisa melakukannya." Lalu Shafiyah bangkit dan bersiap mengambil sebuah tiang, kemudian turun dari benteng dan memukul orang Yahudi itu dengan tiang kayu sampai mati.
Setelah selesai membunuh orang Yahudi, Shafiyah kembali ke benteng dan meminta, "Hasan, turunlah dan singkirkan dia, aku tidak bisa menyingkirkannya karena dia seorang laki-laki." Hasan menjawab, "Aku tidak perlu menyingkirkannya, wahai anak Abdul Muthalib."
Dalam sebuah riwayat, Shafiyah memukul orang Yahudi itu sampai putus kepalanya, lalu dia meminta Hasan, "Bangunlah dan lemparkan kepalanya kepada kaum Yahudi itu wahai Hasan.
Jawab Hasan, "Demi Allah, jangan begitu."
Shafiyah langsung berujar, "Aku mengambil kepalanya dan aku lemparkan pada mereka." Lalu mereka (kaum Yahudi) berkata, "Kami tahu, bahwa orang ini tidak meninggalkan keluarganya dan tidak ada seorang pun bersama mereka.” Lalu mereka pun berpencar.[1]
Dari Dhamrah bin Said dari neneknya, yang ikut dalam perang Uhud, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Sungguh kedudukan Nusaibah binti Ka'ab[2] pada hari ini lebih baik daripada kedudukan fulan dan fulan’."
Pada hari itu, dia melihat Nusaibah berperang dengan gagah berani, dia menyingsingkan bajunya ke lengannya (sampai mendapat 13 luka). Dia berkata, "Aku melihat Abu Qumi'ah memukul tengkuknya dan inilah lukanya yang paling parah yang baru sembuh setahun kemudian. Kemudian Rasulullah Saw menyuruh mereka ‘Menuju Hasan 'al-Asad!’ lalu dia menyingsingkan bajunya, tetapi dia tidak dapat menghentikan darahnya dan beliau mati syahid.”
Dari Imarah bin Qhazyah, Ibnu Sa'ad meriwayatkan bahwa Ummu Imarah berkata, "Engkau telah melihatku di saat orang-orang mengepung Rasulullah Saw di mana saat itu yang tersisa di antara kamu hanya beberapa orang yang tidak sampai 10 jumlahnya. Lalu aku, dua anakmu dan suamiku yang ada di depan beliau menjaganya dan orang-orang melewati Rasulullah Saw sambil menyerangnya. Beliau melihatnya dan aku tidak membawa perisai. Lalu beliau melihat seorang yang membawa perisai, maka beliau berkata, ‘Lemparkan perisai itu pada orang yang mau berperang!’ lantas dia melemparkannya dan aku mengambilnya. Kemudian aku melindungi Rasulullah Saw dengan perisai itu, tetapi para penunggang kuda menyerang kami. Kalau saja mereka tidak mengendarai kuda, kami pergi membunuh mereka, Insya Allah.”
Lalu datang seorang dengan kuda dan dia memukulku, tetapi aku melindungi diri dengan perisai. Dia tidak berbuat apa-apa dan berlalu. Kemudian aku pukul tulang engsel kudanya dan dia jatuh di atas punggungnya. Nabi berteriak, "Wahai anak Ummu Imarah, ibumu, ibumu." Ummu Imarah berkata, "Anakku menolongku dari laki-laki itu lalu dia membunuhnya."
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Zaid, dia berkata, "Hari itu aku luka parah dan darah telah berhenti mengalir. Lalu Nabi bersabda, ‘Balut lukamu’. Lalu ibuku datang kepadaku dengan beberapa balutan di pinggangnya, lantas dia mengikat lukaku. Nabi kemudian berdiri dan berkata, ‘Bangunlah anakku, perangi mereka!’ Dan beliau bersabda, ‘Siapa yang sanggup melakukan apa yang kamu lakukan, wahai Ummu Imarah?’
Lalu datanglah orang yang memukul anak Ummu Imarah. Rasulullah Saw bersabda, “Orang ini yang telah memukul anakmu." Lalu Ummu Imarah menghadapi dia dan menebas dengkulnya sampai tewas. Ummu Imarah melihat Rasulullah Saw tersenyum sampai terlihat gigi serinya dan beliau bersabda, "Wahai Ummu Imarah, engkau pantas memimpin pasukan." Dan beliau juga bersabda, "Segala puji bagi Allah  telah memberimu kemenangan."
Dari al-Harits bin Abdullah, aku mendengar Abdullah bin Zaid bin Ashim bercerita bahwa dirinya ikut dalam perang Uhud. Ketika mereka (para prajurit Islam) meninggalkan Rasulullah Saw, Abdullah bersama ibunya mendekati beliau dan melindunginya. Beliau bertanya, "Kau anak Ummi Imarah?"
Abdullah menjawab, "Ya."
Beliau berkata, "Lemparlah." Lalu Abdullah melempar seseorang di depannya yang sedang menuggangi kudanya dengan batu. Lemparan batu Abdullah tadi mengenai mata kuda. Kuda itu pun mengamuk, lalu jatuh bersama penunggangnya. Lantas Abdullah memukulnya dengan batu dan Nabi Saw tersenyum.
Beliau melihat luka di tengkuk Ummu Imarah dan berkata, "Ibumu, ibumu! Balut lukanya! Ya Allah, jadikan mereka kawanku di surga." Lalu Abdullah mengucap, "Aku tidak peduli apa yang akan menimpaku di dunia"
Dari Muhamad bin Yahya bin Hibban, dia berkata, "Ummu Imarah luka dalam perang Uhud sebanyak 12 luka dan dalam perang Yamamah tangannya terpotong dan mendapat 11 luka. Dia datang ke Madinah dengan banyak luka. Abu Bakar r.a. bermimpi tentangnya pada saat beliau menjadi khalifah, lalu beliau mendatanginya untuk meminta doa darinya.
Anaknya yang bernama Khubaib bin Zaid bin Ashim dibunuh oleh Musailamah. Anaknya yang lain, Abdullah bin Zaid al-Mazini yang menceritakan wudhunya Rasulullah Saw terbunuh juga pada perang al-Hurrah dan dia-lah yang membunuh Musailamah al-Kadzdzab dengan pedangnya.”        

Maharnya Islam
Ummu Sulaim binti Malhan –ibunya Anas bin Malik r.a.– telah beriman kepada Rasulullah Saw. Lalu tiba-tiba datang Malik (ayahnya Anas) yang selama ini menghilang dan dia bertanya, "Engkau telah menjadi shabi'?"
Ummu Sulaim menjawab, "Aku tidak menjadi shabi' tetapi aku menjadi mukmin."[3] Lalu dia mulai mengajari Anas dengan ucapan, Lâ ilaha illallâh, Asyhadu anna Muhamadan Rasulullah, dan Anas pun mengikutinya. Tetapi ayah Anas berkata kepadanya, "Jangan kau rusak anakku!" Ummu Sulaim menjawab, "Aku tidak merusaknya."
Kemudian Malik keluar dan bertemu dengan musuhnya lalu terbunuh. Ummu Sulaim berujar, "Tidak apa-apa. Aku tidak akan menyapih Anas sampai dia sendiri yang berhenti menyusu dan aku tidak menikah sampai Anas memintaku menikah lagi."
Lalu Abu Thalhah yang saat itu masih musyrik meminang Ummu Sulaim. Sebab itu Ummu Sulaim menolaknya.
Dari Anas, dia bercerita, "Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim, maka Ummu Sulaim berkata, ‘Tidak sepatutnya aku menikah dengan orang musyrik. Wahai Abu Thalhah, tidakkah kau tahu bahwa tuhan-tuhanmu dipahat oleh budak keluarga fulan dan kalau kau nyalakan api, mereka akan terbakar?’ Lalu Abu Thalhah pulang dan dalam hatinya membenarkan ucapan Ummu Sulaim. Lantas dia kembali lagi dan berkata, Aku memeriksa apa yang kau sampaikan padaku. Tegas Ummu Sulaim, Tidak ada mahar untuknya selain ke-Islam-an Abu Thalhah’."     



[1]Al-Ishâbah (4/349), Sirah Ibnu Hisyam (3/137), Ibnu Sa'ad (8/41), Al-Hakim (4/50, 51) Siyar A'lâm al-Nubala' (3/ 515, 516).
[2]Ummu Imarah al-Anshariyyah, Nusaibah binti Ka'ab bin Amr, seorang mujahidah yang ikut dalam perang Uhud bersama anak dan suaminya, juga ikut dalam perang al-Yamamah.
[3]Mereka menyebut orang yang meninggalkan kemusyrikan dan masuk Islam dengan sebutan Al-Shabi'.

No comments:

Post a Comment