Wednesday, May 6, 2015

Menunggu Aturan Pemberian Pensiun untuk Buruh

rupiah
Untuk menikmati dana pensiun, pekerja swasta harus membayar iuran sebesar delapan persen, dasar penghitungannya adalah gaji pokok ditambah tunjangan tetap dengan batas atas Rp 10 juta.
Jadi pekerja yang upahnya di atas Rp 10 juta besar iurannya hanya delapan persen dikalikan Rp 10 juta yang menjadi batas atas atau maksimal Rp 800 ribu.
Persoalan akan terjadi pada pekerja dengan pendapatan di atas Rp 10 juta tersebut. Pasalnya mereka hanya mendapat manfaat pensiun yang lebih kecil. Namun Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Massasya mengungkapkan, pekerja swasta golongan bergaji di atas Rp 10 juta itu dapat mengambil program pensiun di luar BPJS Ketenagakerjaan.
Hal lain yang telah disepakati adalah kepesertaan jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan bersifat wajib untuk seluruh pekerja penerima upah ataupun pekerja yang bukan penerima upah atau bekerja secara informal. Penerapan ini akan berlangsung secara bertahap dimulai dari perusahaan yang mempekerjakan 50 orang terlebih dahulu.
Hal terakhir yang disepakati adalah masa iuran ditetapkan selama minimal 15 tahun. Bagi peserta yang pensiun sebelum 15 tahun kepesertaan, jaminan pensiun akan dibayarkan secara penuh di depan sama seperti program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.
Kepala Bagian Pemasaran BPJK Ketenagakerjaan Kantor Cabang Batam I, Mohamad Faisal mengungkapkan, Rancangan Peraturan Pemerintah itu sudah disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
“Tinggal menunggu pengesahan oleh Presiden,” kata Faisal yang ditemui di Kantornya, Rabu pekan lalu.
Belum disahkannya RPP tersebut membuat BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Cabang Batam belum bisa melakukan sosialisasi program ini pada para buruh.
“Barangkali satu bulan sebelum peluncuran kami bisa melakukan sosialisasi,” ujar dia.
Namun, hal itu tidak berarti pengusaha mengabaikan program ini. Faisal mengungkapkan, pengusaha sejak lama menanyakan kapan PP Jaminan Pensiun ini diterbitkan. Persoalannya, pengusaha ingin menghitung ulang biaya yang harus mereka keluarkan. Apalagi ada kewajiban mengeluarkan biaya sebesar lima persen dari upah pekerja setiap bulannya.
“Lima persen dari upah pekerja itu tidak sedikit,” terang Faisal. Ia menegaskan program tersebut bersifat wajib.
Ia menceritakan, ada perusahaan asing yang beroperasi di Batam sering menanyakan peraturan tersebut. Mereka membutuhkan itu untuk melaporkan pada pemilik modal soal tambahan biaya operasional yang harus mereka keluarkan.
“Akan ada penghitungan ulang biaya operasional akibat kewajiban mengikuti Program Jaminan Pensiun,” katanya.
Pengusaha memang diprediksi menjadi salah satu pihak yang kemungkinan mengeluhkan kewajiban ini. Pasalnnya tanggungan perusahaan terhadap pekerjanya sudah cukup besar.
Ke BPJS Ketenagakerjaan, perusahaan harus membayar iuran
  • Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 3,70 persen, Jaminan Kematian (JKM) 0,30 persen, dan
    Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,24 persen – 1,74 persen.
Iuran itu masih ditambah dengan BPJS Kesehatan sebesar empat persen. Adapun perusahaan juga menyediakan dana untuk pesangon pekerja dan kelak akan ditambah dengan iuran Jaminan Pensiun sebesar lima persen. Dengan berbagai kewajiban seperti itu perusahaan akan mengeluarkan dana jaminan sosial sekitar 20 persen – 23 persen.
“Kami sadar program ini akan mendapat resistensi dari pengusaha,” kata Putra Setia.
Namun ia mengingatkan bahwa dalam setiap produk yang dijual oleh perusahaan sudah melekat dana pensiun.
“Tapi dana itu tidak pernah disisihkan oleh perusahaan,” imbuh Putra. (http://batampos.co.id)

No comments:

Post a Comment