Jika pengetahuan tidak mengajarimu menghilangkan kelemahan dan penderitaan manusia, dan tidak membimbing para pengikutmu di atas jalan yang benar, kamu sungguh merupakan seorang yang tidak berharga dan akan tetap demikian sampai hari kiamat tiba.
Kahlil
Gibran, Penyair Kenamaan
Hotel Pantai Timor,
Januari 2010. Dalam hening dan khidmat nuansa sederhana. Wakil Gubernur (Wagub)
NTT Esthon Foenay melantik Semuel Haning SH MH menjadi Rektor Universitas PGRI
NTT di hadapan sejumlah pejabat pemerintah provinsi, legislatif, pengurus YPLP
PT PGRI NTT, dan keluarga besar civitas akademika Universitas PGRI NTT.
Sesaat
usai melantik, Wagub Esthon Foenay mengingatkan bahwa peran Universitas PGRI
NTT sejak berdirinya tahun 1996 itu sangat strategis dalam upaya meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) masyarakat NTT. "Kehadiran Universitas PGRI NTT
sangat membantu pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia masyarakat NTT. Karena itu, diharapkan peran ini terus ditingkatkan ke
depan sehingga menjadi lebih baik lagi," Esthon menandaskan.
Serta
merta, Semuel Haning menjawab penekanan pesan Wagub Esthon Fenay bahwa dirinya
akan membawa PTS terbesar di NTT tersebut menjadi lembaga pendidikan yang
responsif dan komunikatif di tengah masyarakat NTT yang haus akan kemajuan. Dia
akan berusaha mengajak peran serta aktif segenap civitas akademika Universitas
PGRI NTT dalam menjawab tantangan yang disampaikan oleh Wagub NTT tersebut.
Sam
berupaya membangun kebersamaan dalam tubuh Universitas PGRI NTT agar lebih
mudah bergerak membawa perubahan masyarakat –terutama melalui peran aktif dosen
dan mahasiswa di berbagai dharma perguruan tinggi. “Yang pertama-tama kami lakukan
adalah sama-sama saling menghargai satu dengan lainnya. Yang senior saya anggap
sebagai bapak saya, saya tidak anggap staf atau bawahan saya. Jujur, Pembantu Rektor
III adalah senior saya. Di atas 60-an tahun. Tetapi saya anggap mereka itu
orangtua saya dan ketika kami melakukan itu adalah keputusan bersama. Saya juga
menerima pertimbangan-petimbangan dari mereka ketika saya mengambil keputusan.
Supaya kita tidak ada ketersinggungan antara satu dan yang lainnya. Saya
katakan itu karena kita juga manusia. Saya katakan saya lebih muda daripada
mereka tapi saya tidak boleh dipermudakan. Ketika saya menghormati, menghargai
seluruh orang-orang tua yang ada di sini, pasti mereka menghargai dan
menghormati saya,” papar Sam Haning mengingat-ingat masa awal seusai dilantik
sebagai Rektor Universitas PGRI periode 2010-2014.
Tampaknya
Sam sangat ingin merangkul semua pihak yang ada di dalam institusi bernama Universitas
PGRI NTT. Dengan begitu dia berharap akan semakin mudah mengajak mereka
mengembangkan satu paradigma kepemimpinan responsif dalam mengembangkan salah
satu universitas swasta kebanggaan masyarakat NTT itu.
A. Visi dan Kepemimpinan Transformatif-Responsif
Sebagai
Rektor Universitas PGRI NTT, Sam Haning hendak terus mendorong universitas bertanggung-jawab
untuk pencapaian visi dan mengejar misinya. Tanpa visi dan misi, sebuah universitas
hanya ada tanpa arti dan makna. Universitas itu ada namun merasa puas dengan yang
biasa-biasa saja. Kendati tampil sebagai sebuah univeritas dengan uang pangkal
dan besaran SPP yang relatif murah, Sam tak ingin universitas yang dipimpinnya itu
tampil apa adanya.
Sekali
lagi Sam mengingatkan betapa pentingnya Universitas PGRI NTT mengkristalisasikan
visinya ke segenap relung-relung nurani civitas akademika. Lalu, mereka mampu membumi
dan menjadi pembeda yang tegas dan jelas. Sebuah visi “Mewujudkan Universitas
PGRI NTT menjadi perguruan tinggi yang berkualitas, unggul dan kompetitif dalam
penyelenggaraan secara profesional Tridharma Perguruan Tinggi sehingga menjadi
kebanggaan warga PGRI dan menjadi pilihan utama masyarakat”.
Sebuah
visi untuk mengusung misi “Mengembangkan atau membentuk kemampuan, watak dan
kepribadian manusia melalui pelaksanaan: Dharma Pendidikan, untuk menguasai,
menerapkan dan meyebarluaskan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi,
seni dan olahraga; Dharma penelitian, untuk menemukan, mengembangkan,
mengadopsi, dan/atau mengadaptasi nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan,
teknologi, seni dan olahraga; Dharma pengabdian kepada masyarakat, untuk
menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga
dalam rangka pemberdayaan masyarakat”.
Sebuah
visi guna menggapai tujuan untuk “Membentuk
insan yang Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan
berkepribadian luhur; Sehat, berilmu dan cakap; Kritis, kreatif, inovatif,
mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha; Toleran, peka sosial dan
lingkungan, demokratis, dan bertanggungjawab”. Pun sebuah visi buat mencapai tujuan
“Menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga yang
memberikan kemaslahantan bagi masyarakat, bangsa, negara, umat manusia, dan
lingkungan; serta Pola Ilmiah Pokok Pembangunan Pertanian berbasis ekosistem
kepulauan dan kearifan lokal”.
Tentu
bukan langkah mudah untuk menyelaraskan visi, misi dan tujuan yang hendak
dicita-citakan Universitas PGRI NTT. Butuh kepemimpinan transformatif dan
responsif agar semua mampu berjalan bersama menggapai tujuan bersama pula.
Kepemimpinan
transformatif kini tidak lagi hanya digunakan secara eksklusif dalam perusahaan-perusahaan
bisnis kelas dunia. Kepemimpinan model ini sekarang sedang pula digunakan dalam
konteks pendidikan. Dosen dan tenaga-tenaga administrator universitas kini
cukup serius dan profesional mencari cara untuk menggunakan jenis kepemimpinan transformatif
dalam pengaturan mereka.
Pemimpin
transformasional dalam dunia pendidikan terus-menerus mencari cara-cara baru
dalam melakukan sesuatu terhadap pencapaian visi universitas. Tujuan utama dari
universitas, tentu saja, adalah untuk mendidik orang-orang muda dan mengubahnya
menjadi anggota masyarakat yang produktif, bermanfaat dan bermartabat.
Kepemimpinan yang diperlukan untuk mengatasi masalah dan tantangan yang dihadapi
mahasiswa dan dosen yang bersua di universitas-universitas.
Pemimpin
transformatif juga mencari cara untuk mengubah bagaimana konteks mereka
dilihat. Salah satu karakteristik dari para pemimpin yang baik adalah memiliki
langkah untuk mengubah hal-hal terbalik dan melihat mereka dari lensa yang
berbeda. Ini akan menghasilkan cara baru dalam memandang konteks mereka.
Wawasan baru akan kemudian berubah menjadi cara-cara baru melakukan hal-hal
yang sangat diperlukan lembaga pendidikan dalam upaya meningkatkan dan melayani
kebutuhan masyarakat yang semakin maju.
Dosen
dan administrator universitas perlu pula untuk terus menanamkan ke dalam
dirinya untuk senantiasa bertanggung-jawab menggapai visi dan mengejar misi.
Tanpa visi dan misi, sebuah universitas hanya ada tanpa arti dan makna.
Mereka
pun perlu membuat lembaga pendidikan menjadi organisasi unik, berbeda dan
sangat baik. Ada banyak universitas di luar sana. Dan mereka berbeda satu sama
lain. Administrator yang baik harus mencari cara untuk membedakan dari banyak lembaga
sejenis yang lain. Tanpa memiliki kualitas pembeda, sebuah organisasi pendidikan
(antara lain universitas) akan memudar dan ditinggalkan oleh mahasiswanya.
Mereka
juga perlu bekerja ke arah terciptanya universitas yang responsif terhadap
masalah dan tantangan dunia kontemporer. Resesi dan bencana yang melanda Amerika
Serikat belakangan ini, misalkan, tentu mengajarkan dunia bahwa perubahan dapat
terjadi kapan saja dan dalam waktu relatif singkat. Teknologi dan perubahan
terus menjadi kata kunci di dekade baru ini. Dengan demikian, transformasi
kepemimpinan dalam pendidikan harus responsif terhadap tantangan ini dan
mencari cara untuk membuat universitas-universitas yang mampu mempersiapkan mahasiswa
dan dosen menjawab gelagat ini.
Benar,
lembaga pendidikan semacam universitas membutuhkan kepemimpinan responsif agar
tidak ketinggalan zaman. Kepemimpinan responsif merupakan bagian
dari kepemimpinan transformatif yang tanggap terhadap kebutuhan siswa/mahasiswa,
komunitas pendidikan dan masyarakat luas. Jenis kepemimpinan ini penting,
mengingat lembaga pendidikan, selain berdiri atas inisiatif pengasuh, dalam
perkembangannya tetap juga melibatkan masyarakat sekitarnya. Sebab itu, menjadi
hal yang wajar bahwa pengasuh uiniversitas (mulai dari rektor, dosen, asisten
dosen, sampai tenaga administratif) menyampaikan informasi-informasi penting
tentan kepercayaan yang diberikan kepada pengasuh atau pemimpin mereka.
Caldwell
dan Spinks mendefinisikan kepemimpinan responsif merupakan akuntabilitas ke
dalam proses pemberian informasi kepada pihak lain, dalam memberi penilaian terhadap
suatu program. Dalam konteks universitas, proses pemberian informasi dapat
dilakukan secara internal, termasuk wali mahasiswa. Akuntabilitas dapat pula
dilakukan secara ekternal, yakni pemimpin universitas menyampaikan informasi
kepada pihak luar, termasuk instansi terkait, masyarakat sekitar, dan
masyarakat luas tentang sejauh mana lembaga telah merespon kebutuhan mahasiswa.
Pemberitahuan dapat juga fleksibel dengan membentuk forum yang paling
memungkinkan diselenggarakan lembaga pendidikan, misalkan, dies natalis, temu
wali mahasiswa, dan even ilmiah.
Bagaimana
sosok kepemimpinan yang responsif? Merujuk kepada definisi tadi, sosok
kepemimpinan responsif adalah:
Pertama,
pemimpin yang tanggap terhadap pemahaman bahwa universitas sebagai lembaga
pendidikan harus memberikan pelayanan yang baik kepada mahasiswa, alumni dan
masyarakat luas.
Kedua,
pemimpin yang selalu terbuka dan ikhlas untuk menampung aspirasi demi kemajuan
lembaga.
Ketiga,
sebagai pemimpin kultural, pengasuh universitas harus mampu bekerjasama dalam
rangka mengayomi dan memelihara budaya lokal yang berbasis pada nilai-nilai
moral, etik dan spiritual.
Keempat,
sebagai pemimpin yang edukatif harus proaktif menganalisis informasi tentang
teknologi pendidikan yang inovatif dan berusaha melengkapi sarana dan prasarana
yang diperlukan.
Kelima,
pemimpin responsif juga kreatif mengoptimalkan fasilitas dalam mendaya-gunakan
sarana pendidikan dan pengajaran yang terbatas.
Keenam,
banyak menggali informasi dari hasil evaluasi bawahan (dosen-dosen dan tenaga
administratif) selanjutnya menjalin kerjasama yang baik untuk memperbaiki
strategi manajemen dengan melakukan proses pengambilan keputusan yang
demokratis.
Ketujuh,
pemimpin yang responsif senantiasa terbuka terhadap gagasan-gagasan inovatif
dan reformatif.
Kepemimpinan
responsif tidak menempatkan seorang pemimpin yang hanya main perintah atau
minta dilayani. Kepemimpinan responsif menempatkan seorang pemimpin yang
senantiasa menerapkan asas melayani mereka yang dipimpin. Dan, Rektor
Universitas PGRI NTT Semuel Haning sangat cocok dengan pola kepemimpinan
responsif. Dalam dirinya telah melekat nilai dan prinsip melayani.
Hal
ini tampak pada pandangan tentang kepemimpinan sebagai rektor sebuah
universitas sesaat setelah Semuel Haning terpilih sebagai Rektor Universitas
PGRI NTT. “Saya pikir apapun yang terjadi kita harus siap. Kenapa saya katakan
harus siap, karena seorang pemimpin bukan sebagai seorang komando. Filosofi
saya sebagai seorang pemimpin, pertama, adalah sebagai pelayan. Artinya,
melayani dengan baik kepada seluruh masyarakat dan kepada seluruh jajaran yang
ada di kampus ini. Kedua, bersikap manajer, mengambil keputusan bersama-sama,
tidak dengan cara komando dari atas ke bawah. Ketiga, bersikap sebagai seniman.
Arti kata, ketika kita harus senang ya senang bersama-sama, susah juga harus
sama-sama,” tutur Sam.
Sam
berkehendak menularkan mindset melayani
ini kepada segenap civitas akademika Universitas PGRI NTT. Mengubah mindset dari tradisi dilayani menjadi tradisi
melayani dan dari kebiasaan menerima baru kemudian memberi menjadi kebiasaan memberi
terlebih dulu untuk menggapai apa yang diinginkan di kemudian hari. Pengalaman
ruhaniah Sam Haning mengajarkan betapa dahsyatnya prinsip “memberi dulu baru
menerima, melayani dulu baru kemudian dilayani”.
Di
dalam kehidupan keseharian ini, kebanyakan orang cenderung berpikir untuk
”menerima dulu baru kemudian memberi“. Sebetulnya banyak orang telah meyakini
pola pikir yang berlawanan dari arus tersebut. Banyak orang yang meyakini prinsip
“memberi dulu baru menerima kemudian”. Sekadar contoh orang-orang yang
menjalankan bisnis online di dunia
maya. Bayangkan saja ketika kita melihat sebuah blog atau sebuah website yang
berisi banyak sekali informasi ‘gratis’ di sana. Si pemilik blog rajin sekali
meng-update blog-nya. Bila kita
pikir-pikir, dari mana dia memperoleh keuntungan, padahal dia cuma memberi saja
dan belum menerima apapun.
Begitu
pula ketika kita melihat sebuah website
yang memberikan “Tips atau Newsletter
gratis” yang kemudian sering mengirimkan tips-tips secara berkala, juga gratis,
seakan-akan si pemilik website tidak
mendapat apa-apa saat dia sedang memberi. Mereka sedang mempraktikkan prinsip “beri
dulu terima kemudian”.
Pemahamannya
relatif sederhana. Si pemilik blog atau website
tadi memberi dulu informasi secara gratis. Lalu, mulailah datang banyak
pengunjung ke blog atau website
mereka. Apalagi mereka memberi secara ‘tulus’ dengan ‘isi’ yang bermutu tinggi.
Serta merta pengunjung akan merasa senang dan menaruh kepercayaan dengan
ketulusan mereka.
Selanjutnya,
bila mereka menyarankan pengunjung tentang sebuah program bisnis atau produk
yang bagus berkaitan dengan blog/website
mereka, maka banyak dari pengunjung sudah menaruh rasa ‘percaya kepada mereka’
dan dengan senang hati membeli apa yang mereka tawarkan atau sarankan.
Alasan
yang sama menerangkan mengapa banyak seminar bisnis diberikan secara gratis
alias preview sebelum kemudian kita
datang, “merasa tidak enak” lantaran sang pembicara menjelaskan dengan begitu antusias
dan sikap tulus. Rasanya kok kita memperoleh sesuatu yang demikian berharga
secara ‘gratis’ lalu dengan senang hati biasanya kita akan memutuskan untuk
ikut ‘PERHELATAN yang sesungguhnya’.
Banyak
hal yang semula gratis di internet namun sekarang ‘berbayar’. Yahoo Classified sekadar contoh, jika
dulu kita pasang iklan di sana, gratis, sekarang sudah harus berbayar. Banyak
juga blogger atau pebisnis online yang semula, ketika belum
sepopular sekarang, memberikan informasi gratisan saja. Setelah mereka belajar
sangat banyak, dan menjadi sangat tahu, mereka sudah memiliki pembaca yang
loyal, maka saatnya mereka mulai menerima dengan menjual sesuatu atau
menawarkan sesuatu yang ‘berbayar’.
Di
masa kepemimpinan Sam Haning yang melayani, tepatnya mulai 23 Maret 2011, Universitas
PGRI NTT membuka jaringan website
sendiri, yakni www.pgrintt.ac.id.
Website yang peresmiannya dilakukan
oleh Wakil Gubernur NTT Esthon Foenay ini berisi seputar informasi mengenai
kampus Universitas PGRI NTT dan diharapkan dapat memberi manfaat untuk seluruh
civitas akademika dan masyarakat luas.
Semuel
Haning menandaskan bahwa keberadaan website
di sebuah lembaga pendidikan tinggi merupakan suatu kebutuhan dan memberikan
pelayanan terbaik buat segenap civitas akademika dan masyarakat luas. "Ini
merupakan kebutuhan karena sebuah lembaga pendidikan membutuhkan akses
informasi yang cepat di bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan," jelas Sam
sembari menambahkan, "Suatu saat nanti mahasiswa juga bisa melihat nilai
di website sehingga lebih
efektif," katanya.
Untuk
menunjang penggunaan perangkat teknologi informasi tersebut, Universitas PGRI
NTT telah mempersiapkan perangkat yang memadai dan sumber daya pengelola yang handal
pula. "Untuk tahap awal barangkali belum maksimal, namun kami akan terus
melakukan pembenahan sehingga semakin baik ke depan," terang Sam.
Selain
terus meningkatkan pelayanan, Sam pun terus mengasah kepemimpinan responsif
dalam dirinya. Salah satunya, dia kerap ikut turun langsung mendampingi
mahasiswa Universitas PGRI NTT yang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
berbagai desa di Provinsi NTT.
Misalkan
saat KKN Mahasiswa Universitas PGRI NTT pada bulan Agustus 2012. Semuel Haning
tidak mau membiarkan mahasiswa dari universitas yang dipimpinnya itu berjalan
sendirian di lokasi KKN. Bersama rombongan dari Universitas PGRI NTT, Ketua
Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Pius Bere, dua orang dosen pendamping lapangan
Rudy Isu dan Darmanto Kise, Sam Haning meninjau langsung kondisi mahasiswa KKN
dari universitas ini. Dia ingin melihat apa saja yang dibutuhkan mahasiswa saat
KKN.
Dua
lokasi yang dikunjungi sebagai lokasi KKN (9-12 Agustus 2012) itu ada di Kabupaten
Timor Tengah Utara (TTU), yakni 12 desa di Kecamatan Noemuti dan sembilan desa
di Lamaknen. "Kami melakukan kunjungan sampai pelosok-pelosok desa supaya
mengetahui kondisi mahasiswa maupun daerah serta penerimaan masyarakat
setempat," ujar Sam Haning.
Menurut
Sam, kunjungan tersebut dilakukan juga sebagai bentuk perhatian dirinya sebagai
pimpinan perguruan tinggi. "Sebagai bapak, tentunya saya tidak bisa
menelantarkan anak-anak saya. Saya harus selalu mengetahui kondisi mereka.
Selain itu untuk memantau perkembangan nyata KKN para mahasiwa di lokasi,"
tuturnya.
Desa-desa
yang menjadi sasaran KKN mahasiswa Universitas PGRI, jelas Sam, merupakan
desa-desa basis pembangunan desa mandiri. Dan, kunjungan Rektor Sam Haning bersama
stafntya tersebut mendapat apresiasi serta sambutan hangat dari masyarakat setempat.
Dijelaskan
Sam Haning, mahasiswa KKN, pemerintah dan masyarakat harus memiliki hubungan
kedekatan. "Harapannya agar mahasiswa KKN bisa melakukan hal-hal terbaik,
dengan demikian maka akan menjaga nama citra mahasiswa itu sendiri ataupun
lembaga Universitas PGRI. Masyarakat umumnya sangat antusias dengan kunjugan
kami," ujarnya. Bahkan, katanya lebih lanjut, “Kami sempat diterima secara
adat saat melakukan kunjungan ke desa-desa. Di Kantor Camat Lamaknen, kami
sempat memberikan bantuan berupa komputer dan printer.”
Sekali
lagi, dalam memimpin Universitas PGRI NTT, Sam berusaha membaktikan tangan dan pikirannya
sepenuh hati pada segenap civitas akademika PTS terbesar di NTT ini. Dengan
begitu dia bisa bersikap profesional pada segenap jajaran pimpinan dan bawahan
di universitas yang bernaung di bawah YPLP PGRI NTT itu.
Sebuah
totalitas seorang Sam Haning, sebagaimana dia ungkapkan, “Kami tidak boleh menyusahkan
orang lain, tidak boleh menyakiti orang lain. Ini penting. Kami harus bersikap
profesional saat menjalankan tugas. Kenapa saya katakan itu, karena kalau
kantor saya buka satu kali 24 jam, maka saya juga ada di sini satu kali 24 jam.
Di sini buka setiap saat dan siapa saja boleh masuk, termasuk masyarakat luas,
mahasiwa dan pegawai boleh saja datang. Organisasi kepemudaan, OKP lain datang
untuk diskusi, saya layani.”
Totalitas
itu tercermin pula pada sikap sama-sama saling menghargai satu dengan lain di
kalangan civitas akademika Universitas PGRI NTT. “Yang senior saya anggap bapak
saya, saya tidak anggap staf atau bawahan. Jujur, banyak dosen dan pimpinan di
sini umurnya di atas 60 tahun. Tetapi saya anggap mereka itu orangtua saya dan
ketika kita melakukan itu adalah keputusan bersama. Saya juga menerima
pertimbangan-petimbangan dari mereka ketika saya mengambil keputusan. Supaya kami
tidak ada ketersinggungan antara satu dan lainnya.”
B. Memacu Potensi di Tengah
Keterbatasan
Saat
ini, Universitas PGRI NTT didukung oleh tenaga administrasi berstatus Pegawai
Tetap sebanyak 105 orang dan tenaga laboratorium sebanyak tujuh orang. Tenaga
administrasi dan tenaga laboratorium sebanyak itu menjadi daya dukung bagi
jalannya perkuliahan yang diasuh oleh 72 Dosen Tetap dan 127 Dosen Tidak Tetap
bergelar Sarjana, Magister dan Doktor. Yang agak merepotkan, pucuk pimpinan
pada aras Fakultas dan Universitas dijabat oleh Dosen-Dosen PNS dari Universitas
Nusa Cendana (Undana) Kupang --dengan kata lain pensiunan Dosen PNS Undana.
Seluruh Dekan adalah Dosen PNS Undana.
Secara
sedikit rinci kekuatan Universitas PGRI NTT dapat digambarkan berikut: pertama, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) yang dipimpin Dekan Drs. Jonas Thene, M.Si. Dalam tugas-tugas
keseharian Dekan FKIP dibantu oleh Pembantu Dekan Bidang Akademik Temy Ingunau,
S.Pd.M.Si; Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Robinson Kerihi, S.Pd.M.Pd; Ketua
Program Studi Bimbingan Konseling Drs. Imanuel Lohmay, M.Pd, Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia Drs. S. H. Nitbani, M.Pd; Ketua Program
Studi Pendidikan Bahasa Inggris Rudolof J Isu, S.Pd.M.Si; Ketua Program Studi Pendidikan
Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) Drs. Okto Fufu, M.Pd; dan Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Drs.
Djakariah, M.Pd.
Kedua,
Fakultas Hukum yang dipimpin oleh Dekan Simson Lasi, SH.MH. dia dibantu oleh Pembantu
Dekan Bidang Akademik Marthen Dillak, SH.M.Hum; Pembantu
Dekan Bidang Kemahasiswaan Melianus Toineno, SH. M.Hum; dan Ketua Program Studi Ilmu Hukum Melianus
Toineno, SH. M.Hum.
Ketiga,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) dipimpin oleh Dekan DR.
Drs. Frans Kia Duan, M.Si. Frans Kia dibantu Pembantu Dekan Drs. Sipri R. Toly,
M.Si dan Ketua Program Studi Biologi
Drs. Moses Tokan, M.Si.
Keempat,
Fakultas Ekonomi yang dipimpin oleh Dekan Lende Dangga, SE. M.M. Di sini dia
dibantu Pembantu Dekan Bidang Akademik Drs. M.U.K. Yewang, M.M yang
merangkap sebagai Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan; Ketua Program Studi Studi Pembangunan
Daud Amarato D. Dede, SP.M.Si; Ketua Program Studi Manajemen Stefanus Reinati, SE.
M.M; dan Ketua Program Studi Akuntansi Made Sulistywati, SE, M.M.
Kelima,
Fakultas Pertanian yang dipimpin Dekan Noh Nesimnasi, SPt.M.Si. Untuk
menggerakkan perkuliahan di Fakultas Pertanian, dia merangkap sebagai Pembantu
Dekan dan dibantu oleh Ketua Program Studi Agroteknologi Moresi M. Airtur, SP.M.Si.
Guna
menjaga mutu pendidikan di lingkungan universitas, Universitas PGRI NTT
memiliki Badan Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP) yang diketuai oleh Prof. Dr.
Drs. Simon Sabon Ola, M.Hum.
Sebagai
sebuah lembaga akademis, Universitas PGRI NTT juga memiliki Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) yang diketuai oleh Heny M.C. Sine, SPt.M.Si.
Lembaga ini memiliki kelengkapan organisasi seperti Sekretaris Antonius Katto,
S.Pd.M.Hum; Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup Ir. Nur Aini Bunyani, M.Si; Kepala
Pusat Pengkajian HAM & Gender D.L.N. Bessie, SH. M.Hum; dan Kepala Pusat
Pengabdian Kepada Masyarakat Pius Bere, SH.M.Hum.
Sementara
itu untuk kelancaran pelayanan administratif, Universitas PGRI NTT membentuk
unsur pelaksana administrasi. Rinciannya adalah Biro Administrasi Akademik,
Kemahasiswaan, Perencanaan dan Sistem
informasi (BAAKPSI) yang diawaki oleh Kepala Biro Uly Jonathan Riwu
Kaho, SP.M.Si; Kepala Bagian Administrasi Akademik Nehemia Neolaka, S.H. (Plt)
dan Kepala Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi Marthen Pattiani, S.H. (Plt).
Di sini ada juga Biro Administrasi Umum dan Keuangan (BAUK) dengan Kepala Biro
David R. E. Selan, SE.M.M; Kepala Bagian Umper Merry A. Benu, S.H. (Plt);
Kepala Bagian Keuangan Aplonia Atto, S.E. dan Kepala Bagian Kepegawaian Diana
Koehuan, SH.
Kemudian
masih ada lagi unsur penunjang (UPT), masing-masing UPT Perpustakaan yang
dikepalai oleh Fadianus Haning, S.E. MM, UPT Komputer yang dikepalai Gud R. H.
Padje, S.Pd dan UPT MPK/MBB yang dikepalai oleh Drs. Ch. Kana.
Sam
Haning mengakui bahwa kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh Universitas PGRI
NTT masih relatif terbatas. Dari SDM Dosen misalkan, sejauh ini belum ada yang
berkualifikasi guru besar atau profesor. “Ke depan kami ingin memiliki
dosen-dosen yang berkualifikasi profesor, terutama yang memang mencapai guru
besar melalui proses di Universitas PGRI NTT,” terang Sam Haning.
Melihat
jumlah mahasiswa aktif Universitas PGRI NTT yang kini mencapai 11.000 orang,
tutur Sam Haning, fasilitas gedung yang saat ini berupa gedung rektorat empat
lantai dan dua gedung faktultas berlantai dua rasanya masih jauh dari kata
cukup. Kendati demikian, dia terus bekerja keras untuk memenuhi fasilitas yang
dibutuhkan. ”Saat ini kami telah membeli tanah kaveling yang siap bangun untuk
menambah kekurangan sarana gedung perkuliahan,” jelas Sam Haning.
Dengan
keterbatasan yang ada, Sam Haning terus mendorong buat mengoptimalkan fasilitas
dan sarana yang ada. Misalkan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
(LP2M), Universitas PGRI NTT siap berkiprah dalam membangun masyarakat NTT agar
lebih baik di masa depan. Dengan tenaga ahli dari lima fakultas, LP2M
Universitas PGRI NTT siap membantu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam
(SDA) potensial di wilayah RI berbatasan dengan Benua Australia ini. LP2M akan
terus mendorong munculnya penelitian-penelitian yang mampu memberikan
kontribusi bagi terwujudnya provinsi jagung, provinsi ternak, provinsi cendana
dan provinsi koperasi. “Kami siap memberdayakan potensi yang relatif terbatas
ini demi kemajuan masyarakat NTT,” ujar Sam Haning mantap.
C. Bersinergi dan Jalin Kerjasama
dengan Multistakeholder
Untuk
menyiasati segala keterbatasan potensi dan fasilitas yang dimiliki Universitas
PGRI NTT, Sam Haning berusaha aktif membangun jejaring dengan multistakeholder dunia pendidikan
khususnya dan masyarakat luas umumnya.
Beberapa
upaya merajut sinergi dan kerjasama dengan multistakeholder
yang telah dilakukan di antaranya: mendorong peran aktif Universitas PGRI NTT
untuk memajukan pemakaian Bahasa Indonesia di lingkungan masyarakat NTT. Hal
ini ditandai dengan sejumlah pagelaran karya ilmiah, seni budaya, dan seminar
internasional pada bulan Oktober 2012.
Rangkaian
kegiatan yang digelar itu mengusung tema “Bahasa dan Budaya Sebagai Penciri
Peradaban Komunitas yang Multidimensi”. Sedangkan khusus untuk kegiatan
seminar, mengusung tema, “Penguatan Budaya dan Jati Diri Bangsa yang
berorientasi Global”. Sementara itu lomba karya ilmiah diikuti oleh pelajar SMA
dan mahasiswa di Kota Kupang. Dan untuk pagelaran seni diikuti mahasiswa
Universitas PGRI NTT mewakili daerahnya masing-masing.
Seminar
internasional dihadiri dua negara, yakni Timor Leste dan Amerika Serikat. Kegiatan yang digelar pada
24 Oktober 2012 itu mengambil tempat di Aula El Tari. Seminar ini juga
merupakan agenda tahunan PGRI, Republik Democratic Timor Leste, dan Amerika
Serikat. Tahun 2012 PGRI yang menjadi tuan rumah, sedangkan tahun 2011 lalu berlangsung
di Timor Leste.
Semua
rangkaian kegiatan itu diawali pagelaran seni. Selain kegiatan tersebut,
dilakukan pula penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara PGRI dan Pusat Bahasa
Jakarta. Penandatanganan MoU antara Pusat Bahasa Jakarta dan PGRI merupakan
kerjasama yang pertama antara Pusat Bahasa dan lembaga pendidikan di wilayah Provinsi
NTT.
Samuel
Haning menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperingati
Bulan Bahasa ini bertujuan membantu para dosen dan mahasiswa untuk memperluas
cakrawala pandang. “Ini bentuk kami memaknai Bulan Bahasa dan ingin membantu
dosen ataupun mahasiswa untuk menambah wawasan,” katanya.
Berkaitan
kerjasama dengan Negara lain, Universitas PGRI Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah
sejak tahun 2011 menjalin kerja sama dalam bidang pendidikan dengan Pemerintah
Republik Democratic Timor Leste (RDTL). Jalinan kerja sama di bidang pendidikan
ini dilakukan dengan melakukan kunjungan ke negara bekas Provinsi ke-27
Republik Indonesia itu.
Sam
Haning menerangkan, pihak Universitas PGRI NTT melakukan kunjungan ke Timor
Leste pada tanggal 9-12 Mei 2011. Dalam kunjungan itu, Sam Haning dan rombongan
melakukan pertemuan dengan Rektor Universitas Nasional Timor Lorosae (UNTL),
Ligia Tomas Correira, M.Sc, dan melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan UNTL, Prof. Dr. Aurelio
Guteres.
Selanjutnya,
kata Sam Haning, pihak Universitas PGRI NTT melakukan pertemuan dengan
Kementerian Pemuda dan Olahraga (PPO), Ir. Miguel Manetolu. Pihak Universitas
PGRI NTT juga melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri RDTL, Kay Rala Xanana
Gusmao, dan pertemuan dengan semua anggota parlemen nasional Timor Leste yakni
Komisi C (bidang Kesehatan, Pendidikan dan Kebudayaan) dan pertemuan dengan
Wakil Menteri Luar Negeri, Albertho Xavier Pereira Carlos.
Menurut
Sam Haning, inti pertemuan tersebut adalah untuk merealisasikan kerjasama
antara RDTL dan Universitas PGRI di bidang pendidikan. Pada dasarnya masyarakat
Timor Leste meyakini bahwa Indonesia dan Timor Leste berasal dari satu nenek
moyang dan tidak dapat dipisahkan.
Dalam
kunjungan tersebut, demikian kata Sam Haning, pihak Universitas PGRI NTT juga
tampil sebagai salah satu pembicara dalam seminar internasional di RDTL dan
tampil sebagai pembicara dari lembaga ini adalah Rudy Iso.
Pada
tahun 2011 lalu, Universitas PGRI NTT menjadi tuan rumah seminar internasional
yang membicarakan tentang bahasa ibu antara Timor Leste dan beberapa negara
yang merupakan kerjasama antara RDTL, Universitas Udayana dan Universitas PGRI
NTT.
Jejaring
kerjasama terus diperluas. Pertengahan tahun 2012, Universitas PGRI NTT
menjalin kerjasama dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTT dalam
rangka mendukung Grand Design
Penyiaran NTT 2012-2018. Kerjasama itu ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang dilangsungkan
di ruang rapat Komisi D DPRD NTT pada awal Juni 2012.
Selain
MoU bersama KPID NTT, Universitas PGRI Kupang juga melakukan penandatanganan
MoU Literasi Media. Semuel Haning berharap kerjasama ini dapat bermanfaat
ganda, tidak saja untuk kebutuhan pendidikan mahasiswa PGRI namun dapat pula memberikan
manfaat untuk masyarakat luas.
Sam
Haning merasa optimis bahwa kerjasama perguruan tinggi dengan KPID NTT dan KPI
Pusat akan menjadi saluran informasi kepada masyarakat, khususnya di daerah
perbatasan.
Usai
penandatanganan MoU, dilanjutkan dengan Workshop Penyiaran Khusus bagi wilayah
perbatasan. Ketua KPID NTT, Mutiara Mauboy, menerangkan, alasan mendasar
workshop penyiaran perbatasan diselenggarakan antara lain untuk meminimalisir
ancaman siaran negara asing yang membahayakan pertahanan nasional dan
kedaulatan negara.
Ancaman
di daerah perbatasan itu, menurut Mutiara, bukan saja berasal dari kekuatan
militer, melainkan juga ancaman nirmiliter dalam bentuk masuknya siaran dan
informasi dari negara lain yang diterima masyarakat di daerah perbatasan. Dia
menegaskan bahwa penyiaran di perbatasan wajib mendapat perhatian serius semua
pihak. Sebab, dikhawatirkan nilai budaya lokal akan tergerus oleh arus budaya
luar negeri.
Keterbatasan
daya jangkau siaran nasional dan penetrasi siaran luar negeri jika tidak
ditangani dengan baik akan semakin menciptakan kesenjangan informasi yang
berimplikasi pada melemahnya semangat nasionalisme masyarakat di perbatasan.
Tahun
2012, Provinsi NTT menerima 14 radio komunitas. Radio itu akan tersebar di
empat kabupaten perbatasan yaitu Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Alor dan
Kabupaten Belu. Selama ini penyaluran radio ini terwujud berkat bantuan
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, dan Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
Selain
jainan kerjasama dengan lembaga pemerintahan dan organisasi profesi,
Universitas PGRI NTT pun tidak lupa merajut tali kerjasama dengan tokoh
masyarakat –terutama tokoh agama—demi terciptanya kerukunan dan tertib
sosial-kemasyarakatan. Hal ini dapat kita lihat pada doa syukuran bersama lintas
agama dalam rangka wisuda angkatan ke-XI Universitas PGRI NTT pada Agustus
2012. Doa bersama itu diwakili dari agama Islam, Haji Amir Kaming, Pendeta Laazar
P.F. de Haan, SmTh (Kristen Protestan), Romo Rudi Tjung Lake, Pr (Katolik) dan
Supriadi (Hindu). Keempat rohaniawan ini mendukung dan mengapresiasi doa
bersama yang dilaksanakan di Universitas PGRI NTT.
Semuel
Haning mengatakan doa syukuran bersama lintas agama tersebut dilaksanakan
sebagai bentuk membangun semangat toleransi kehidupan beragama baik di
Universitas PGRI maupun untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Haji
Amir Kiwang, misalnya, mengatakan, kegiatan yang dilaksanakan tersebut kiranya
menjadi contoh bagi institusi atau perguruan tinggi lain dalam rangka membangun
kemitraan maupun membangun semangat kehidupan toleransi antar-umat beragama mulai
dari dunia kampus.
Senada
Pendeta Laazar P.F. de Haan memberikan apresiasi yang tinggi terhadap apa yang
dilakukan Universitas PGRI NTT. "Semoga kegiatan ini bisa membias hingga
dapat memberikan contoh atau panutan yang baik dan pantas ditiru,” ujar de Haan.
Universitas
PGRI NTT sudah menjadi pioner dan ke depannya agar bisa membias ke
perguruan-perguruan tinggi yang lain. Semoga kegiatan bisa terus berkelanjutan.
Sam
Haning ingin Universitas PGRI NTT benar-benar berusaha mengajari menghilangkan
kelemahan dan penderitaan manusia, membimbing masyarakat di atas jalan yang
benar. Sam tidak ingin Universitas PGRI NTT menjadi sesuatu yang tidak berharga
dan akan tetap demikian sampai hari kiamat tiba. ***
No comments:
Post a Comment